"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Kamis, 30 Juni 2011

KEWAJIBAN MENCARI ILMU

Hidup adalah proses. Proses menuju nilai hidup universal yaitu nilai ke-Tuhan-an. Kegelisahan hidup manusia dalam pencarian jati diri, menunjukan bahwa manusia sebagai hamba Tuhan yang senantiasa ingin tahu. Manusia adalah representasi Tuhan. Saya katakan manusia sebagai representasi Tuhan karena manusia pada hakekatnya memiliki sifat yang sama (kasih sayang, pengasih, dll). Namun kesamaan sifat yang dimaksud di sini bukan berarti manusia sama persis seperti Tuhan.

Manusia sebagai representasi Tuhan sebatas pada upaya-nya dalam menyerap dan mengaplikasikan nilai-nilai ke-Tuhanan. Sedangkan pada tataran praktisnya manusia tak dapat menyamai sifat lantaran terganjal oleh sifat keterbatasan yang ada pada diri-nya. Jika Tuhan tak memiliki sifat keterbatasan maka lain dengan ciptaan-Nya “manusia” yang terbatas, di sinilah letak perbedaan praksis manusia dengan Tuhan sebagai yang kuasa.

Manusia dan Jin berkedudukan sebagai “ciptaan” hamba Tuhan. Karena manusia dan Jin berkedudukan sebagai hamba yang diciptakan, maka ada konsekwensi logis yang mesti dijalankan. Konsekwensi itu berupa rincian atau tata kelola hidup yang mesti dijalankan sesuai kaidah atau wahyu (seperti ritual keagamaan : solat, puasa, dan beberapa ibadah sosial lainnya). Rumusan sosial keagamaan telah ada di dalam wahyu masing-masing agama.

Dalam hal ini saya akan mencoba membahas Islam dalam memandang kehidupan sosial agama. Tinjuawan ini kami upaya secara universal sesuai islam sebagai agama Rahmat lil-alamin. Agar pemahaman lebih terarah maka bahasan ini hanya kami lakukan pada konteks “kewajiban mencari/menuntut ilmu”

Tinjauwan Islam Dalam Sosial Agama
Seperti saya singgung di atas bahwa manusia diciptakan sebagai hamba yang taat menjalankan perintah Allah, Tuhan semesta alam. Ketaatan manusia kepada Tuhan dapat dilihat dan diperaktikkan dalam kemampuannya beramal dan melaksanakan Ibadah. Selain melaksanakan perintah beramal dan ibadah manusia harus mampu menjauhi apa yang dilarang Tuhan. Tujuan dari menjauhi larangan beramal dan beribadah pada Tuhan tak lain untuk mengharapkan ridho-Nya.

Agar pelaksanaan ibadah “beramal” sesuai dengan kaidah yang benar dan ketentuan agama diperlukan pemahaman keilmuan yaitu Al-Qur'an dan Al-Hadist. Untuk memahami dua kitab Al-Qur'an dan Al-Hadist diperlukan perhatian khusus yaitu dengan terus mempelajari dan mendalami isi kandungan dari kedua kitab tersebut. Oleh sebab itu sangat penting untuk memahami kedua kitab tersebut sebagai pedoman ritual agama juga konteks sosial dan keagamaan.

Di dalam Hadist disebutkan, ada tiga hal penting yang wajib dicari “didalami” oleh seorang muslim, sedang selain menjadi fadhlun (keutamaan). Ketiga ilmu tersebut adalah ayatun muhkamatun (ayat-ayat Al-Qur'an yang menghukumi), sunnatun qoimatun (sunnah dari Al-hadist yang menegakkan) dan faridhotun adilah (ilmu bagi waris atau ilmu faroidh yang adil).

Di dalam Hadist dijelaskan sebagai berikut :
Dari Abu Huroiroh berkata : Bersabda Rosulullah Shollallahu 'alaihi wa Sallam : “Sesungguh-nya Allah murka pada tiap-tiap orang yang kasar, sombong, lagi banyak ramainya di dalam pasar. (Mereka) yang seperti bangkai di malam hari (tidak pernah sholat malam dan memperbanyak tidur) dan seperti himar di siang hari (ramai-ramai di siang hari). Pintar masalah duniawi dan bodoh masalah akhirot (Ilmu Quran Hadits)” (HR Baihaqi) (dikutip dari kumpulan hadist onlen 10/062011)

Dari Hadist beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran pertama bahwa Allah sangat benci terhadap orang yang kasar dan sombong. Secara iplisit Hadist diatas menyinggung kebiasaan ummat manusia dalam menjalankan rutinitasnya dalam transaksi di pasar. Kedua Allah sangat benci pada orang yang tidak bersykur pada nikmat yang ada padanya (rakus-kikir dll). Tiga Allah benci pada orang yang mementingkan duniawi dari pada kepentingan ukrowi “akhirat”.

Di Hadist lain disebutkan :
Dari Mu'awiyah berkata : “Aku mendengar Rosulullah Shollallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : “Wahai manusia ! Sesungguhnya (untuk mendapatkan) ilmu adalah dengan belajar, dan (untuk mendapatkan) kepahaman adalah dengan berusaha untuk paham. Dan barangsiapa yang Allah menghendaki baik kepadanya, maka Allah akan menjadikannya paham dalam masalah agama. Dan sesungguhnya yang bisa takut kepada Allah, dari (semua golongan) hamba-Nya adalah para ulama'” (HR Thobroni)

“Ilmu adalah kehidupannya Islam dan tiangnya keimanan. Dan barangsiapa mengajarkan ilmu, maka Allah akan menyempurnakan pahalanya, dan barangsiapa yang belajar, lantas mengamalkan(nya), maka Allah akan mengajarkan kepadanya apa-apa yang tidak ia ketahui” (HR Abu Syaikh) (dikutip dari kumpulan hadist onlen 10/062011)

Dua Hadist di atas mengambarkan bahwa ilmu merupakan satu yang urgen dalam hidup, untuk itu upaya yang dapat dilakukan kita saat ini adalah belajar sebagaimana dihimbau dalam Hadist diatas. Karena keutamaan seorang yang belajar melebihi orang yang mati dalam perang badar. Karena ditangan pelajar “berilmu pengetahuan”-lah perkembangan kehidupan ini berada.

Dilihat dari konteks sosial agama maka jelas bahwa islam memiliki relasi satu ajaran yang sangat universal. Keuniversalan itu terletak pada pengakomodasian dua nilai penting yaitu dunia-akhirat. Kedua kehidupan yang berbeda itu dapat dilalui secara baik dan berkah melalui pemahaman Ilmu kita. Maka mengkaji dan mendalami dua kitab Al-Quran-Al-Hadist merupakan satu kewajiban bagi ummat.

Sayyidina Ali bin Abu Thalib ra. Berkata kepada Kumail , “wahai Kumai ilmu itu lebih baik dari pada harta. Jika engkau memiliki ilmu, maka ia akan menjagamu. Namun jika engkau punya harta, maka engkau lah yang menjaganya”. (dikutip dari ringkasan Ihya' Ulumuddin : Imam A Gazali. Hal : 12)

Tidak ada komentar: