"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Kamis, 23 Juni 2011

POTRET KE-TIDAK-ADIL-AN

Dari sosok dan penampilannya pemuda tampan itu terlihat pendiam. Awalnya tak banyak kenal. Namun bagi kalangan Demokrat pasca kemenangan Anas Urbaningrum “menjadi ketua Umum PD (Partai Demokrat) pemuda ditunjuk menjadi bagian strategis di PD. Pemuda itu diangkat menjadi bendahara umum di partai bentukan Susilo Bambang Yudoyono. Sejak diangkat sebagai bendahara umum pemuda itu menjadi perbincangan dan perhatian se-kolega-nya di intern partai. Pemuda itu Nazarudin.


Terkuaknya bisnis gelap di kementrian pemuda dan olah raga melebar pada Nazar bendahara umum Demokrat. Berawal dari kasus ini Nazar menjadi terkenal seluruh awak media menyorotnya. Nazar sempat nampang di depan publik dan memberikan keterangan terhadap kasus yang ditimpakan padanya. Diapun mengelak segala tuduhan yang mengarah padanya. Namun tidak selang beberapa lama Nazar kabur, konon berobat ke Singapura.

Kepergian Nazar ke Singapura berselang sehari sebelum pencekalan yang dikeluarkan oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Kepergian Nazar ke Singapura tak urung menjadi perbincangan dan sepikulasi oleh pengamat di media. Nazar dipandang sebagai pengecut lari dari tanggungjawab. Dilain pihak beberapa kalangan menuntut KPK dan SBY selaku penasehat umum Demokrat menjemput Nazar untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Namun hingga detik ini upaya memulangkan Nazar urung dilakukan. Para petinggi Demokrat beralibi tidak bisa memulangkan Nazar karena bukan kewenangannya. Tim yang dikirim oleh Demokrat Sendiri pun menolak memberikan keterangan terkait kepastian kepulangan bendahara umum Demokrat tersebut. Sementara Anas Urbaningrum terus tak mau memberikan komentar terhadap keberadaan bendahara umum PD tersebut.

Seluruh publik tahu dibentuknya PD merupakan langkah untuk mewujudkan tata kelola pemerintah yang bersih dari praktik kotor “korupsi”, kenyataan itu kini berbalik. Publik tentu bertanya kometment awal para petinggi Demokrat dalam pemberantasan korupsi. Bagaimana tidak kini orang nomor tiga di partai bentukan Presiden itu ternyata tersandung masalah hukum “korupsi”. Hem alibi apa lagi yang akan kita dengar dari para politik busuk di negeri ini. Nazar sakit sekarang sedang pergi berobat ke Singapura “pepesan kosong”.

Apa sih kecanggihan Negeri singa tersebut. Sehingga para pencuri uang rakyat selalu pergi ke Singapura alasan-ya pun sangat klasik berobat. Apakah di negara sendiri tak ada dokter yang bisa menyembuhkan penyakit. Atau memang Singapura jadi obat sekaligus pelipur lara para koruptor dari Indonesia. Kayak alasan ini sangat masuk akal, mengingat sudah banyak orang Indonesia terlibat hukum kemudian lari ke singapura dengan alasan berobat.

Di negeri ini tak ada yang betul-betul komet terhadap pemberantasan korupsi, semua partai sama saja. Sama busuknya. Lihat saja Nunun Nurbaiti yang sampai saat ini mangkir dari panggilan KPK bahkan resmi menjadi buron Inpterpol, kita tahu Nunun itu istri Anang Darodjatun merupakan orang PKS. Konon PKS merupakan partai dengan misi islam, ternyata hanya pepesan kosong.

PDI-P yang dari dulu menjadi opo-sisi pemerintah, sama saja. Kini banyak banyak kader PDI-P yang duduk di kursi pesakitan di pengadilan TIPIKOR. Ya walau para petinggi partai selalu mengelak atas pelanggaran kadernya, hal itu menunjukkan lemahnya partai dalam melakukan strilisasi dari transsaksi kotor “korupsi”. Para petinggi partai selalu mengatakan penyimpangan yang dilakukan kadernya tidak berhubungan dengan partai, itu kan cuma alasan yang dibuat-buat. Rakyat tahu kok semua partai dan para tokoh politik di negri ini samua sama “mata duitan”, wajar bila ada kekuasaan hanya bagi-bagi kue proyek. Lihat mentri kelautan yang kini kasusnya juga jadi sorotan publik.

Kembali pada partai penguasa saat ini “demokrat” ternyata di balik sosok Nazar masih ada bidadari yang juga ikut bermain dalam akrobat proyek gelap Istri al-marhum Aji Marsaid Aggelina Sondak, Andi Nurpati juru bicara demokrat tersangkut kasus pemalsuan surat keputasan MK. Selain itu siapa lagi ya?

Rakyat benar-benar dibuat pusing oleh kalangan elit politik di negeri ini. Dan mereka menikmati menjadikan sebagai sensasi narsisme di TV. Kemunculan wajah mereka di TV seakan menambah kerunyaman negeri ini. Kapan ada perhelatan pertobatan politik di negeri ini. Kayaknya harapan rakyat untuk memiliki pemimpin yang bersih adil dan benar-benar memihak kepentingan rakyat bagai punggung merindukan rembulan.

Jujur kita bosan dengan wajah dan pemberitaan media yang setiap hari berkutat dengan masalah penyimpangan hukum “korupsi” oleh pejabat negara. Seandainya saya punya sihir tentu para korup itu saya sihir biar tidak lagi mencuri uang rakyat.

Sihir mungkin akan menjadi solusi yang bijak di tengah kondisi penegakan hukum yang carut-marut seperti sekarang ini. Para pencuri uang rakyat tak pernah diganjar setimpal. Mereka “pencuri duit rakyat” dengan berduit-nya masih bisa hidup enak dan bebas seperti orang tak berdosa, kalau pun kena sangsi “dihukum” Cuma beberapa bulan habis sebelum fonis dijatuhkan.

Bila fonis yang dikenakan tak ada efek jera, para pelanggar hukum tak akan pernah jera. Jadinya hukum menjadi sebuah persinggahan sementara, setelah itu mereka bebas melang-lang buana dengan segala limpahan materi. Kasus Bank Centuri sampai saat ini belum ketemu ujungn-pangkalya, rakyat pun dibuat bigung dengan derama pansus. Siapa yang salah dan bertanggungjawab atas dosa tersebut tak ada kejelasan, yang ada hanya karancuan.

Kita tentu ingat kasus pengungkapan korupsi oleh Hamka Yandu mantan politis PDI-P, kenyataannya Dia tetap dihukum lebih berat dari orang-orang lain yang terlibat. Padahal sebagian dari mereka sulit dimintai keterangan, anehnya hukuman lebih ringan dari orang yang disebut wish blower.

Potret politik di negara kita benar-benar berada dititik nadir. Kongkalikong antar aparat dan kelembagaan menjadi tradisi yang berantai dan sulit diberantas. Politik saling sandera masih terjadi antara lembaga negara. Kita masih ingat perang Cicak dan Buaya. Kita juga masih ingat bagaimana kajaksaan saling tarik menarik lahan kekuasan. Kali ini KPU menjadi sorotan setelah ketua MK Mahfud MD mengurai beberapa kecurangan “pemalsuan surat ketetapan dari MK”. MK sebagai lembaga negara yang independen seperti tak luput dari derama politik.

Apa yang tak bisa dijadikan bahan politik di negeri ini, semua pasti bisa. Lihat saja dampak dari ketidak beresan aparat, seorang pengungkap kecurangan UN Ibu Siami terusir dari kampungnya. Hem akan jadi apa negeri ini. Yang benar justru dipermasalahkan dan disalahkan dan yang salah mendapat pembelaan mati-matian.

Tidak ada komentar: