"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Senin, 28 Februari 2011

Preferensi Pada Asuransi Syari’ah (Studi Kasus Bank Muamalat Kota Malang)


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakanag Masaah 

Perusahaan asuransi sebagai perusahaan jasa, dimana pada satu sisi menjual jasa kepada pelanggan sedangkan pada sisi lain perusahaan asuransi adalah sebagai investor dari tabungan masyarakat kepada investasi yang produktif. Perusahaan asuransi secara terbuka menawarkan suatu proteksi atua perlindungan dan perlindungan pada masa yang akan datang, baik kepada kelompok maupun perorangan atau perusahaan atas kemungkinan menderita kerugian lebih lanjut karena terjadnya suatu resiko[1] (Hartono, 1995).

Menurut Sinaga[2] (2000) :
“jangan mengemukakan bahwa asuransi merupakan lembaga proteksi yang menerima transfer resiko dari tertanggung atau nasabahnya. Disamping itu asuransi merupakan merupakan lembaga keuangan yang ikut memobilisasi dana dari masyarakat seperti halnya bank, bentuk pengumpulan asuransi”. 

Ditengah-tengah gejolak keriris kepercayaan terhadap dua sistem yang telah ada yaitu sistem agamis dan sistem ekonomis, mulailah para ahli ekonomi teruma orang orang islam melirik kembali ajaran sucinya. Ternyata secara konsep, Islam menawarkan nuansa yang menyejukkan dan menjajikan kesejahteraan untuk semua masyarakat, tampa menghilangkan hak prerogratif individu untuk mencapai kesejahteraannya secara pribadi.

Kebutuhan akan kehadiran jasa asuransi yang oprasinya berdasarkan Syari’ah di Indonesia diawali dengan beroprasinya Bank-bang Syariah. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang perbankkan dan ketentuan pelaksanaan Bank Syari’ah. Perkembangan asuransi Syari’ah di Indonesia sangat pesat terbukti sampai saat ini telah ada lebih dari 5% asuransi melandaskan oprasional usahanya berdasarkan prinsip Syari’ah Islam, PT. Syarikat Takaful Indonesia, PT. Asuransi Syari’ah Mubarakah dan masih banyak lagi lainnya[3] (Sudarsono, 2003:110-111)

Menurut Gazali (2001), terdapat dua aspek makro yang bisa dijadikan justifikasi bahwa prospek asuransi Syari’ah, khususnya di Indonesia sangat baik[4], yaitu :
Pertama, mayoritas muslim yang ada dinegri ini merupakan pasar yang sangat potensial dan besar yang perlu digarap secara serius. Kedua, memaiknya kinerja ekonomi indonesia sejak awal ordebaru meskipun saat ini sedang menjalani krisis tapi masih dengan tingkat pertumbuhan ekonomi lebih kurang 4%.  


Asuransi konvensional yang telah ada masih menimbulkan pertanyaa dan mengundang keragu-raguan. Untuk itu keberadaan asuransi Syari’ah membuka peluang bagi masyarakat yang membutuhkan jasa perasurasian secara Islami. Terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara asuransi konvensional dengan asuransi syari’ah yaitu bagi hasil (mudharabah).
Di samping itu terdapat beberapa unsur pembeda dala, sistem operasionalnya yang hendak dihapus dalam sistem asuransi syari’ah.

Diantaranya menurut Mas’adi[5] (2003:63), yaitu :
Pertama, Ghara (uncertainty atau ketidak pastian) dalam asuransi konvensional tidak ada kejelasan atas akad yang melandasinya, apakah akad Tadabuli (jual beli) atau akad Takaful (tolong menolong). Kedua : Maisyir (Gambling atau judi) dalam asuransi konvensinal jika tidak terjadi hal-hal yang menyebabkan perusahaan asuransi harus membayar klaim, maka uang premi yang dibayarkan menjadi hak perusahaan asuransi sedang nasabah tidak mendapa apa-apa. Dalam asuransi Syari’ah sebelum mencapai revershing period peserta dapat mengambil dana, di sini asuransi sebagai pemegang amanah. Ketiga, Riba (rente0 dalam perakteknya asuransi konensional melakukan investasi atau meminjamkan dananya atas dasar bungan. Sedangkan asuransi Syari’ah melakukan investasi pada usaha yang tidak ada unsur haramnya serta meminjamkan dananya dengan prinsip bagi hasil.


Seperti dikemukan Argan (dalam harap, 2000:102) “praktek asuransi Islam ini dibangun dengan semangat saling menanggung (takaful) diantara peserta oleh karena itu tidak berlaku akad pertukaran (tadabuli) sebagaimana asuransi konvensional”. Sedang menurut Lubis (2000:83) “dalam asuransi konvensional perushaan asuransi berhadapan dengan peserta. Merekalah yang mengikatka perjanjian, sedang asuransi takaful peusahaan asuransi hanyalah pemegang amanah dari para peserta”.
Oleh karena itu penting penelitian ini dilakukan kerena untuk mengetahui sejauh mana prefensi masyarakat terhadap asuransi syariah dan mesyarakat dapat membedakan anatar asuransi konvensiaonal dengan auransi syari’ah dan apakah sudah sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Berdasarkan uraian di ats tidak berlebihan kiranya penulis mengangkat maslah tersebut dalam sebuah skripsi dengan judul : Preferensi Pada Asuransi Syari’ah (Studi Kasus Bank Muamalat Kota Malang)  

B.       Rumusan Maslah
Berdasarkan latar belakang di atas, bahwa jika pengelola asuransi Syari’ah percaya bahwa sikap para nasabahnya berbeda, tentunya asuransi syariah harus memberikan tingkat keuntungan yang sama dengan yang diberikan asuransi konvensional. Namun jika setiap nasabah juga mempertimbangkan motif berprilaku ekonomis, dengan mengharapkan bagi hasil (mudharabah), maka asuransi Syari’ah bisa bersang dengan asuransi konvensional.
Nasabah dalam memilih asuransi adalah karena faktor agama, dimana nasabah menekankan pada ketaatan terhadap prinsip-prinsup Islam, asuransi Syari’ah juga melandaskan oprasional usahanya berdasarkan prinsip syari’ah Islam.
Informasi mengenai karekteristik dan perilaku nasabah sangat diperlukan dalam rangka strategi pengembangan asuransi Syari’ah. Guna mengetahui karakeristik dan perilaku nasabah, salah satunya dilakukan dengan penelitian terhadap preferensi nasabah dalam berinvestasi diasuransi Syari’ah. Yaitu untuk mengetahui :
a.       Apakah faktor agamis dan ekonomis berperan terhadap preferensi nasabah pada asuransi Syari’ah.
b.      Apakah terdapat perbedaan preferensi ekonomis dan preferensi agamis anatara nasbah dalam berinvestasi asuransi Syari’ah.
c.       Bagaimana hubungan preverensi ekonomis dengan preferensi agamis dalam berinvestasi di asuransi Syari’ah.
C.      Tujuan Penilitian
a.          untuk engetahui apakah faktor agamis dan ekonomis berperan terhadap preferensi nasabah pada asuransi Syari’ah.
b.          Untuk mengetahi apakah terdapat perbedan preferensi ekonomis dan preferensi agamis antara nasabah dalam berinvestasi di asuransi Syari’ah.
c.          Untuk mengetahui hubungan preferensi ekonomis dan preferensi agamis dalam berinvestasi di asuransi Syari’ah.
D.      Maanfaat Penelitian
a.      Bagi Asuransi Syari’ah
Semoga penelitian ini dapat memberikan masukan-masukan yang positif guna perbikan seperlunya sehingga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap asuransi Syari’ah.
b.      Bagi Penulis
Bagi penulis fakta permaslahan yang telah dirumuskan tersebut pada asuransi Syari’ah sehingga dapat memperluas wawasan.
c.       Bagi Sifitas Akademika Uin Maliki Malang dan Masyarakat
Penelitian ini diharpkan dapat memberikan pemahaman baru mereka, dan sebagai informasi bahwa asuransi Syari’ah adalah pilihan terbaik bagi kaum muslim.
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini akan menguraikan tentang tinjauan pustaka yang berkaitan dengan topik dalam penelitian ini, yaitu pengertian Preferensi, karakteristik Asuransi syariah,  users  asuransi syariah, akuntabilitas asuransi syariah, aktivitas bisnis perbankan syariah, kendala perkembangan asuransi syariah di Indonesia, tinjauan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran dan hipotesis.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini membahas ruang lingkup penelitian, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, data dan sumber data, metode pengumpulan data, definisi operasional dan alat analisis yang direncanakan akan dipakai dalam penelitian ini.
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang pelaksanaan penelitian, deskripsi data, hasil pengujian kualitas data, dan analisis data.
BAB V PENUTUP
Bab ini adalah rangkaian terakhir penulisan yang berisi kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian, keterbatasan dari penelitian, serta saran bagi peneliti selanjutnya. 



[1] Hartono. 1995. Industri asuransi pertumbuhan di tenah persaingan ketat. Usahawan No. 12 Th. XXIV.
[2] Hartono, dalam Sinaga 1995. Industri asuransi pertumbuhan di tenah persaingan ketat. Usahawan No. 12 Th. XXIV.

[3]
Gazali, Masfar. 2001. Asuransi Syari’ah ; Sebuah pengenalan Usahawan No.06 (XXX)


Referensi
Hartono. 1995. Industri asuransi pertumbuhan di tenah persaingan ketat. Usahawan No. 12 Th. XXIV.
Mas’adi, Gufran A. 2002. Fiqh Muamalah Kontekstual. Jakarta. Grafindo Persada
Lubis, Suhrawardi K. 2000. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta. Sinar grafika.
Gazali, Masfar. 2001. Asuransi Syari’ah ; Sebuah pengenalan Usahawan No.06 (XXX)





Baca Selengkapnya di sini..

PERAN SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI DALAM MENINGKATKAN EKONOMI INDONESIA


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Sektor pertanian telah memainkan peranan penting di dalam pembangunan sosial dan ekonomi Indonesia. Di peringkat awal, penanaman tanaman makanan seperti padi, sayur-sayuran, buah-buahan serta kegiatan menangkap ikan dan menternak telah menyediakan sumber makanan, mewujudkan peluang pekerjaan dan pendapatan para penduduk[1]
Jika kita pelajari sejarah perekonomian Indonesia sejak masa awal Orde  Baru hingga kecenderungannya pada era  globalisasi  pada tahun 2020 nanti, maka akan kita peroleh suatu perkembangan yang “taat asas”. Artinya, produk unggulan maupun andalan pemasukan devisa (PDB) secara perlahan namun pasti menunjukkan pergeseran dari sektor primer, sekunder dan tersier. Hal ini secara langsung juga membawa pengaruh  terhadap perubahan struktur sosial masyarakat, dari budaya pertanian tradisional menjadi budaya industri modern[2].  
Perubahan atau tranformasi yang  terjadi dalam struktur ekonomi maupun struktur sosial ini sebenarnya merupakan suatu gejala yang sangat wajar  bagi perekonomian suatu negara di manapun, seiring dengan perkembangan teknologi industri serta  permintaan masyarakat modern terhadap  jasa-jasa  pelayanan  umum.   Meskipun demikian, tentu saja akan terjadi dampak-dampak yang ditimbulkan baik positif maupun negatif.   
Dalam kaitan ini, kita perlu berpegang pada suatu  “aksioma”  bahwa  globalisasi perdagangan dan investasi dunia yang mengarah kepada revolusi  3 T (Triple T Revolution), adalah suatu proses alamiah yang pasti terjadi. Oleh karena itu, munculnya dampak negatif  tidak harus ditakuti, sebab seluruh pelaku ekonomi nasional (petani & industri) maupun pihak pemerintah sendiri mesti memiliki keyakinan yang kuat bahwa dampak positif yang ada lebih banyak dibanding dengan dampak negatifnya.  Inilah tantangan kita untuk memanfaatkan setiap proses transformasi dan pegembangan di sektor pertanian serta sektor industri bagi kepentingan masyarakat[3]
Indikator yang dipakai selama ini untuk mengevaluasi kinerja pembangunan sektor pertanian dan sektor industri, bertujuan untuk menyerap tenaga kerja, penyedia devisa dan peranannya menurunkan jumlah penduduk miskin. Namun demikian, masih menjadi pertanyaan para pakar : “Apakah indikator tersebut mampu mencerminkan kinerja riil sektor pertanian dan sector industri di indonesia?” Oleh karena  itu, perlu ditentukan indikator-indikator baru yang diharapkan dapat menggambarkan pencapaian sasaran pembangunan berkelanjutan serta keragaannya harus diukur dalam perspektif jangka panjang.  Dengan demikian kinerja pembangunan pertanian dan industri tidak lagi dilihat hanya semata-mata dari kontribusinya terhadap perekonomian nasional tapi juga peranan artikulatifnya yaitu keterkaitan antar sektor baik ke depan maupun ke belakang dan peranan promotifnya yaitu merangsang pertumbuhan  sektor lain secara tidak langsung dengan menciptakan lingkungan pembangunan yang mantap[4]






B.   Rumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang masalah di atas di rumuskan sebagai berikut:
1.    Perkembangan sektor pertanian dan industri di Indonesia
2.    Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam sektor pertanian dan industri di indonesia
3.    Kebijakan sector pertanian dan industri di indonesia
4.    Analisis sektor pertanian dan indusri di indonesia.

C.  Tujuan
Untuk mengetahui  perkembangan sektor pertanian dan industri di Indonesia
1.      Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat dalam menumbuhkan minat belajar siswa.
2.      Untuk mengetahui permaslahan-permasalahan yang timbul dalam sektor pertanian dan industri di indonesia
3.      Untuk mengetahui kebijakan sector pertanian dan industri di indonesia
4.      Untuk mengetahui dan mengnganalisis sektor pertanian dan indusri yang ada di indonesia.







BAB II
PEMBAHASAN 
I.I            Perkembangan Sektor Pertanian Dan Industri Di Indonesia
Hakekat pembangunan adalah membentuk manusia-manusia atau individu-individu otonom, yang memungkinkan mereka bisa meng-aktualisasikan segala potensi terbaik yang dimil ikinya secara opt imal. Dari  sini muncul keberagaman dan spesialisasi sehingga menyebabkan pertukaran (exchange) atau transaksi. Inilah yang menjadi landasan kokoh bagi terwujudnya manusia-manusia unggulan sebagai modal utama terbentuknya daya saing nasional dalam menghadapi persaingan mondial. Transaksi tidak lain me-rupakan perwujudan dari interaksi antar manusia dengan segala kekurangan dan kelebihan masing-masing. Keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secar a umum hasil pembangunan dapat dilihat  dengan adanya penukaran sosial (social change) dan pertumbuhan ekonomi (economic growth). [5]
Arah transformasi struktur perkonomian di Indonesia telah berjalan sebagaimana yang diharapkan ‘dengan tetap melakukan pembenahan’, yaitu menuju terbentuknya struktur per-konomian yang  lebih seimbang dengan sektor  pertanian-industri dan jasa yang semakin besar perannya dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Pada awal PJP I (tahun 1971),  pangsa relatif sektor pertanian, industri  dan  jasa masing-masing adalah sebesar   43,6%, 9,4% dan 47,0% terhadap PDB. Pada tahun 2002, pangsa relatif masing-masing sektor tersebut telah berubah, di mana pangsa relatif sektor pertanian, industri dan jasa telah menjadi 29,38%, 32,56% dan 38,06% terhadap PDB (Laporan Perekonomian Indonesia 2002).[6]
Dalam upaya memacu per-tumbuhan ekonomi dengan ber-basis  pada potensi sumberdaya yang dimil iki, pada akhir  Replita III  Pemerintah di Daerah-daerah menetapkan berbagai kebijakan pembangunan secar a terintegrasi sesuai kondisi sum-berdaya yang dimil iki (teori  pengembangan wilayah)[7].
Mulai periode 1988-1993, struk-tur perekonomian Indonesia me-ngalami perubahan yang cukup berarti. Sumbangan sektor perta-nian terhadap PDB mulai dilam-paui sumbangan sektor industrimanufaktur. Sejak 1993, sumbangan sektor pertanian tidak pernah lagi melebihi sektor industri manufaktur. Setelah krisis ekonomi 1998, sektor pertanian hanya berperan 17,4% terhadap PDB[8].
46%.
 
Berasaskan pendekatan dan teras strategi yang baru ini, sektor pertanian dijangka mencapai kadar pertumbuhan sebanyak 2.4% setahun di sepanjang tempoh DPN3. Sumbangan sektor pertanian kepada KDNK dijangka turun daripada 13.5% dalam tahun 1995 kepada 7.1% dalam tahun 2010. Penurunan ini adalah selaras dengan perubahan keseluruhan struktur ekonomi yang dialami oleh kebanyakan negara maju di mana sektor pertanian adalah didorong oleh peningkatan produktiviti melalui penggunaan teknologi secara intensif, petani yang berpengetahuan di dalam amalan-amalan pertanian serta pembangunan industri-industri baru yang berasaskan pertanian. Kekurangan tenaga buruh yang berterusan dan persaingan faktor-faktor pengeluaran yang lain dijangka mengurangkan lagi sumbangan getah dan koko kepada KDNK pertanian, masing-masing daripada 10.6% dan 4.4% dalam tahun 1995 kepada 5.1% dan 2.9% dalam tahun 2010. Sumbangan kayu gergaji juga dijangka turun daripada 13.9% kepada hanya 5.3% dalam tempoh yang sama, seiring dengan dasar pengurusan hutan yang mampan.[9]
Sektor pertanian dijangka memperolehi sumber pertumbuhan yang baru daripada hasil pelbagai inisiatif untuk menggalakkan pertumbuhan kumpulan industri baru seperti perhutani, produk asli istimewa, buluh dan rotan, produk bioteknologi, florikultur dan ikan hiasan. Sektor kecil makanan juga dijangka mengalami pertumbuhan ketara berikutan langkah-langkah intensif yang telah diambil untuk mengatasi kekangan-kekangan yang dihadapi berkaitan dengan pengeluaran, serta daya usaha lain untuk memperkukuhkan asas ekonomi sektor kecil ini. Sumbangan sektor kecil makanan kepada KDNK pertanian dijangka meningkat daripada RM4.3 bilion dalam tahun 1995 kepada RM7.4 bilion dalam tahun 2010. Permintaan kukuh yang kian meningkat terhadap minyak sawit di pasaran antarabangsa akan mempergiatkan lagi pertumbuhan industri ini. Nilai ditambah sektor kecil ini dijangka meningkat daripada RM6.8 bilion kepada RM10.3 bilion bagi tempoh tersebut, sementara sumbangannya kepada KDNK pertanian dijangka meningkat daripada 42.1% kepada 44.6%.
Sektor pertanian khususnya sektor-sektor kecil tanaman industri dan perhutanan akan terus memainkan peranan penting sebagai pembekal utama bahan mentah kepada industri berasaskan sumber. Sumbangan sektor pertanian kepada KDNK dijangka akan menjadi lebih penting apabila lebih banyak bahan mentah pertanian diproses dan dijadikan produk akhir untuk dieksport. Bagi menampung pengeluaran dalam negara dan memenuhi permintaan yang kian bertambah daripada industri hiliran, perolehan strategik bahan mentah melalui pelaburan di luar negara akan diusahakan[10]
II.I            Permasalahan-Permasalahan Yang Timbul Dalam Sektor Pertanian Dan Industri Di Indonesia
Permasalahan yang timbul dalam sektor pertania dan industri di Indonesia adalah bagaimana mempercepat proses transformasi perekonomian dengan memaksimalkan  dampak  positif yang  bisa ditimbulkan, sekaligus meminimalkan kemungkinan negatif yang tidak diinginkan ?  Inilah permasalahan dan tantangan yang harud dijawab  Dalam hal ini sangat tidak bijaksana jika untuk menghindari dampak negatif, justru proses transformasinya yang ditolak. Sebab, terbentuknya masyarakat industri dan jasa sesungguhnya  sudah  menjadi  political will pemerintah sebagaimana tertuang dalam GBHN, yaki mewujudkan industri yang maju dengan didukung oleh pertanian yang tangguh[11]
Tingkat produksi dan investasi di berbagai sektor utama menunjukkan kemunduran semenjak tahun 1950. Pendapatan riil perkapita dalam tahun 1966 lebih  rendah dari pada tahun 1938.  Sektor industri yang menyumbangkan hanya 10 % dari GDP dihadapkan pada masalah pengangguran kapasitas yang serius.   Pada masa ini defisit anggaran belanja negara mencapai 50 % dari pengeluaran total negara, ditambah lagi dengan penerimaan ekspor yang sangat menurun serta hiperinflasi periode 1964-1966, menjadikan  Indonesia mengalami kelumpuhan perekonomian.[12]
 
Sementara itu, ekspansi pada hampir semua komoditas industri menyebabkan industri manufaktur menyumbang 23,9% terhadap PDB. Pada 2005, sektor pertanian hanya menyumbang 13,4% terhadap PDB,sedangkan sektor industri pengolahan menyumbang 28,1% terhadap PDB. Sementara itu, pada 2006-2007 bila melihat data yang dikeluarkan BPS dalam berita resmi Agustus 2007, sumbangan sektor pertanian sedikit meningkat. Sektorpertanian menyumbang 13,6% terhadap PDB untuk periode triwulan I tahun 2007. Kemudian meningkat menjadi 13,7% pada periode triwulan II 2007. Adapun untuk triwulan I dan II 2006, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia, masing-masing membukukan 13,6% dan 12,9%. Di lain pihak, sampai saat ini sektor pertanian masih menjadi penyerap tenaga kerja di Indonesia. Namun, ketersediaan lapangan kerja sektor pertanian cenderung stagnan. Mulai 2000-2007 data yang dikeluarkan memperlihatkan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian berkisar antara 43% dan Pada 2004 ketika terjadi transisi pemerintahan penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian mencapai 43,3%. Dua tahun berikutnya terus meningkat. Pada, 2005 menjadi 44% dan 2006 menjadi 44,5%. Hanya di 2007, sektor pertanian kembali ditinggalkan. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian kembali ke kisaran 43%. Terjadi penurunan 0,8% jika dibanding dengan 2006. Hal itu tidak lepas dari upah yang dijanjikan dunia pertanian[13].
Di bawah ini merupakan gambaran reil dari sektor pertanian di Indonesia.

Gambar Grafik : Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian

Gambar Grafik : Sumbangan Sektor Pertanian Terhadap PDB
Meskipun demikian, menjelang tahun 1977  perekonomian  Indonesia telah mengalami perubahan struktural yang cukup menyolok, sebagai akibat kebijaksanaan  pemerintah  yang  ditunjang oleh naiknya harga minyak bumi. Selama dasawarsa setelah tahun 1965, bagian GDP atau PDB yang berasal dari sektor pertanian turun dari + 52 % menjadi + 35 %, sedangkan bagian GDP yang berasal dari sektor pertambangan telah melonjak dari + 3,7 % menjadi + 12 %.   Dalam bentuk grafik, Usman  Hardi[14] menggambarkan  terjadinya pergeseran struktur PDB pada  sektor  pertanian, pertambangan, industri dan jasa-jasa, dari masa Orde Lama (1960-an) hingga akhir PJP II (1920).[15]
III.I            Kebijakan Sector Pertanian Dan Industri Di Indonesia
Semenjak kebijakan pemerintah tidak lagi mengandalkan ekspor migas, industri manufaktur telah memainkan peranan yang penting di Indonesia. Bahwa sektor industri manufaktur yang semakin berorientasi ekspor, telah menopang ekonomi Indonesia. 
Ekspor industri manufaktur menyumbang tidak kurang 83-85% terhadap ekspor nonmigas dan sekitar 64-57% terhadap total ekspor Indonesia selama 1994-2005. Bahkan kontribusi ekspor industri ini telah melampaui ekspor sektor pertanian dan migas sejak awal dasawarsa 1990-an. “Boleh dikata industri manufaktur telah menopang pertumbuhan ekonomi diIndonesia. Sebelum krisis, Industri manufaktur mampu tumbuh dua digit,yaitu rata-rata sekitar 11 % selama 1974-1997.[16]
Meski begitu, sejak krisis pertumbuhan sektor industri relatif rendah hanya berkisar antara 3,5% hingga 7,7%,” salah satu permasalahan struktural industri di Indonesia adalah terkonsentrasinya lokasi industri manufaktur di Jawa dan Sumatra. Bahwa selama periode 1976-2004, dominasi sebagian besar aktivitas industri manufaktur modern, terutama industri besar dan menengah (IBM) berlangsung di kedua pulau tersebut. 
Selama periode tersebut, di kedua wilayah Jawa dan Sumatra mampu menyerap lebih dari 93 persen tenaga kerja Indonesia. Namun, pangsa Jawa mengalami penurunan dari 89 persen di tahun 1976 menjadi 79 persen di tahun 2004. Sementara, dalam periode yang sama, pangsa Sumatera mengalami pertumbuhan dari 6,7 menjadi 14,1 persen. 
Secara umum kebijakan industri dapat diklasifikasikan ke dalam upaya sektoral dan horizontal. Upaya sektoral terdiri dari berbagai macam tindakan yang dirancang untuk mentargetkan industri-industri atau sektor-sektor tertentu dalam perekonomian. Upaya horizontal dimaksudkan untuk mengarahkan kinerja perekonomian secara keseluruhan dan kerangka persaingan dimana perusahaan-perusahaa melaksanakan usahanya.[17]
IV.I            Analisis Sektor Pertanian dan Indusri di Indonesia.
Pembangunan pertanian di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan hasil  petanian, pendapatan petani, memantapkan swasembada pangan dan  memperluas kesempatan kerja dengan tetap memelihara kelestarian  lingkungan. Sektor pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam  pembangunan nasional yaitu pangan, bahan baku bagi industri juga unsur  pelestarian lingkungan hidup. Pembangunan nasional pada saat ini tidak  diikuti pembangunan disektor pertanian tetapi lebih dititik beratkan  pada pembangunan industri apalagi pada daerah transisi industri.  Sebagian para petani menjual lahannya untuk industri tetapi sebagiannya  lagi tetap mempertahankan dengan mewariskan pada anak mereka.[18]
Peran sektor pertanian  tetap penting dalam dalam persepektif ekonomi makro.   Pertama,  sektor  pertanian  merupakan  sumber  pertumbuhan  output  nasional  yang  penting, sektor  pertanian dan industri memberikan  kontribusi  19.1 %  terhadap  PDB dari  keseluruhan  sektor  perekonomian  Indonesia.   Walaupun  secara  absolut  lebih  kecil jika dibanding dengan kontribusi sektor  jasa (43.5 persen) dan manufaktur (23.9 persen) namun  sektor  pertanian  merupakan  penyerap  tenaga  kerja  terbesar  yakni  47.1  persen. Tidak  mengherankan  kalau  sejumlah  kajian  masih  merekomendasikan  agar  investasi  pemerintah  tetap  diprioritaskan ditanam  dalam  sektor  ini.[19]
Kedua,  sektor  pertanian    memiliki  karakteristik  yang  spesifik  khususnya  dalam hal ketahanan  sektor  ini  terhadap  guncangan  struktural  dari  perekonomian  makro.   Hal  ini ditunjukkan oleh fenomena dimana sektor  ini  tetap  mampu  tumbuh  positif  pada  saat  puncak  krisis  ekonomi  sementara  sektor ekonomi  lainnya mengalami kontraksi. Saat krisis pada kondisi parah  yang ditunjukkan dengan  pertumbuhan  PDB  negatif  yakni  sepanjang  triwulan  pertama  1998  sampai triwulan  pertama 1999,  tampak  bahwa  sektor  pertanian  tetap  bisa  tumbuh  dimana  pada triwulan  1  dan  triwulan  3  tahun  1998  pertumbuhan  sektor  pertanian  masing-masing adalah 11. 2 persen, sedangkan pada triwulan 1 tahun 1999 tumbuh 17.5 persen.  Adapun umumnya  sektor  non  pertanian  pada  periode  krisis  ekonomi  yang  parah  tersebut pertumbuhannya adalah negatif[20].   
Melihat  arti penting  sektor pertanian    tersebut diharapkan kebijakan kebijakan  ekonomi negara    berupa  kebijakan  fiskal,  kebijakan moneter,  dan  kebijakan  perdagangan,  tidak mengabaikan    sektor  pertanian  dalam  arti  kebijakan-kebijakan  tersebut  tidak  bias  kota yakni  memperioritaskan  aktivitas  ekonomi  kota  yang  biasanya  digeluti  para  pelaku ekonomi  skala besar,  dan  juga  tidak  bias modal  dalam  arti kebijakan  yang  berorientasi mendukung para pemiliki modal besar padahal  sektor pertanian umumnya digeluti oleh mereka yang dikategorikan sebagai pemodal kecil dan sedang.   Untuk itu sangat penting untuk  diketahui  bagaimana  dampak  berbagai  guncangan  eksternal  dari  luar  sektor pertanian  terhadap  perilaku  variabel-variabel  ekonomi  penting  dari  sektor  pertanian  (output  atau PDB pertanian,  tenaga kerja, inflasi, output, input dan investasi)[21].
Ibn Khaldun mengidentifikasikan pertanian sebagai sumber kehidupan yang sangat strategis. Istilah "kehidupan" diartikan sebagai keinginan untuk bertahan disertai usaha untuk memperolehnya. Ketika kehidupan ini diperoleh, yaitu dari hewan ternak melalui produk dengan nilai tambah yang digunakan orang, misalnya susu dari hewan ternak, sutera dari ulat sutera, dan madu dari lebah, ataupun tanaman yang menghasilkan buah-buahan, maka itulah yang disebut dengan pertanian. Selain itu, Ibn Khaldun juga mengidentifikasi berbagai kerajinan dan perdagangan sebagai cara alami untuk memperoleh kehidupan. Dengan kata lain, pertanian, industri, dan perdagangan adalah sumber perekonomian yang mempengaruhi kualitas kehidupan sebuah masyarakat dan bangsa[22].
Menurut Ibn Khaldun, pertanian pada mulanya merupakan sesuatu yang sederhana dan sangat alami pembawaannya. Ia tidak membutuhkan dasar pengetahuan yang kompleks. Sehingga, ia diidentikkan sebagai sumber penghidupan bagi kaum yang lemah. Berbeda dengan kerajinan yang muncul setelah ada pertanian. Kerajinan (manufaktur) membutuhkan dasar pengetahuan dan proses yang lebih kompleks. Sehingga, ia diidentikkan sebagai sumber penghidupan bagi kelompok penduduk yang lebih mapan, baik secara intelektual maupun secara ekonomi.
Agar pertanian ini bisa berkembang lebih efektif sehingga dapat memperkuat perekonomian masyarakat. Ibn Khaldun meminta para petani untuk tidak terlalu tergantung pada hasil pertaniannya, tanpa membuat diversifikasi pada produknya. Jika ini terjadi, maka para petani akan selalu berada pada posisi yang lemah. Dengan kata lain, Ibn Khaldun ingin menegaskan bahwa penambahan value added produk pertanian melalui proses diversifikasi produk, akan meningkatkan kesejahteraan para petani itu sendiri. Beliau khawatir, jika kondisi lemah ini dipertahankan, maka para petani akan menjadi korban dari ketidakadilan kebijakan penguasa.
Observasi empiris terhadap sektor pertanian dan manufaktur (kerajinan), menjadi dasar bagi Ibn Khaldun dalam mengembangkan konsep permintaan. Permintaan menurut beliau disebabkan oleh dua faktor. Pertama, adanya keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi sebuah produk {peoples desire). Kedua, adanya belanja negara (government expenditure).
Menurut beliau, pertanian dan kerajinan (industri manufaktur) akan berkembang dan meningkat, ketika permintaan terhadapproduk-produk tersebut mengalami peningkatan. Ketika produk tersebut telah menjadi sumber permintaan, sehingga mendorong peningkatan dari sisi penawaran, maka masyarakat akan berupaya mempelajari keterampilan apa yang diperlukan. Sebaliknya, apabila produk tersebut tidak menjadi permintaan, maka penjualannya pun akan menurun dan tidak ada upaya untuk mempelajarinya.
Inilah yang dimaksudkan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib, bahwa "harga seorang manusia bergantung pada keterampilan yang dimilikinya". Dalam hal ini, beliau pun memasukkan konsep nilai tenaga kerja yang diukur dari kemampuan tenaga kerja tersebut dalam menghasilkan suatu produk. Ibn Khaldun juga melibatkan permintaan negara terhadap produk pertanian dan kerajinan (manufaktur) sebagai faktor lain yang menciptakan permintaan. Negara, menurut Ibn Khaldun, adalah pasar terbesar yang banyak menyerap beragam produk barang dan jasa tanpa banyak mengkalkulasi[23].
Lebih jauh lagi. Ibn Khaldun menyatakan bahwa di tanah kaum Berber, berlaku kejadian sebaliknya. Karena tanah mereka yang subur, mereka tidak perlu menanggung biaya besar dalam produksi pertanian. Karena itu, harga bahan makanan sangat murah di daerah ini. Beliau juga mencoba menambahkan konsep nilai tenaga kerja. Beliau mengata-kan bahwa nilai tenaga kerja perlu ditambahkan pada biaya produksi. Sehingga pada akhirnya, selain faktor teknologi dan peralatan, harga jual produk pertanian juga sangat dipengaruhi oleh besarnya upah tenaga kerja. Suatu analisa empirik yang sangat cermat dan valid.



BAB III
KESIMPULAN
A.   KESIMPULAN
Dari beberapa uraian di atas dapat simpulkan anatara lain sebegai berikut :
a.    Bahwa sektor pertanian dan industri di Indonesia memiliki peran yang sangat besar terhadap pembangunan di indonesia itu sendiri
b.    Peran sektor pertanian dan industri dalam penyerapan tenaga cukup besar, hal ini dapat dilihat bahwa  Pada 2005, sektor pertanian menyumbang 13,4% terhadap PDB,sedangkan sektor industri pengolahan menyumbang 28,1% terhadap PDB. Sementara itu, pada 2006-2007 bila melihat data yang dikeluarkan BPS dalam berita resmi Agustus 2007, sumbangan sektor pertanian sedikit meningkat. Sektor pertanian menyumbang 13,6% terhadap PDB untuk periode triwulan I tahun 2007.
c.    Sektor pertanian khususnya sektor-sektor kecil tanaman industri dan perhutanan akan terus memainkan peranan penting sebagai pembekal utama bahan mentah kepada industri berasaskan sumber.
B.  SARAN
Dari urain di atas akhirnya saya menyampaikan terimakasih pada dosen pembimbing yang telah banyak memberikan petunkuk baik petunjuk teknes ataupun non teksnes, dari itu saya menyampaikan banyak terima kasih.
Tidak ada gading yang tak retak, pepatah itu kira cukup mewakili kekurangan dari makalah ini. Oleh sebab itu saran dari pembaca akan sangat membantu untuk perbaikan selanjutnya.





[1]  Bappenas.  2002.  Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan: Sebuah Gagasan. Bappenas.  Jakarta. hal 23-27
[2] Abimanyu, A.    2000.    Impact  of Agricultute  Trade  and  Subsidy  Policy  on  the Macroeconomy, Distribution, and Environment in Indonesia: A Strategy for Future  Industrial  Development.    The  Developing  Economies,  hal  547-571
[3] Adelman, I. 1984. Beyond Export-Led Growth. In Adelman, I. 1995.    Institution and  Development  Strategies.    The  Selected  Essay  of    Irma  Adelman.  University of California, Berkeley, US.  Hal 57-77
[4] Badan Agribisnis. 1995.  Sistem, Strategi dan Program Pengembangan Agribisnis.  Badan Agribisnis, Departemen Pertanian.  Jakarta. Hal 111-113
[5] Dasril, A.S.N. 1993.   Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Produksi Sektor Per-tanian dalam Industrialisasi di Indonesia, 1971-1990. Disertasi Doktor Tidak Dipublikasikan.  Institut Pertanian Bogor.  Bogor. Hal 121-224
[6] Dumairy.  1997.  Perekonomian Indonesia.  Penerbit Erlangga.  Jakarta. Hal 23-25
[7] Hasibuan,  N.    1993.    Ekonomi  Industri:  Persaingan,  Monopoli  dan  Regulasi.  LP3ES.  Jakarta. Hal 117-119
[8] Badan  Pusat  Statistik.    2002.    Sistem Neraca  Sosial  Ekonomi  Indonesia  Tahun  2000.  Badan Pusat Statistik, Jakarta. 25-30
[9] Dumairy.  1997.  Perekonomian Indonesia.  Penerbit Erlangga.  Jakarta. 31-33
[10] Dasril, A.S.N. 1993.   Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Produksi Sektor Pertanian dalam Industrialisasi di Indonesia, 1971-1990. Disertasi Doktor Tidak Dipublikasikan.  Institut Pertanian Bogor.  Bogor. Hal 28-35
[11] _________________.   2004.   Tabel  Input-Output  Indonesia Tahun 2003. Badan
Pusat Statistik, Jakarta. Hal 55-77
[12] Arifin, B.  2004.  Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia.  Penerbit Buku Kompas. 
Jakarta. hal 111
[13] www.na kertrans.go.id
[14] Opcet hal 332
[15] _______.    2005.    Pembangunan  Pertanian:  Paradigma  Kebijakan  dan  Strategi Revitalisasi.  PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.  Jakarta. Hal 221
[16]  http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=10&dn=20070410061430
[17]  Opcet hal : 233
[18]  Opcet hal 21
[19] Ariani,M; H.P.Saliem; S.H.Suhartini; Wahida dan M.H. Sawit.  2002.  Dampak Krisis  Ekonomi Terhadap Konsumsi Pangan Rumah Tangga.  Laporan Penelitian.  Puslitbang Sosek Pertanian.  Bogor. Hal 31
[20] Opcet hal 211
[21] Bappenas.  2002.  Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan: Sebuah Gagasan.  Bappenas.  Jakarta. Hal 15
[22]  Opcet hal 111
[23] www.islam-network.com

Dartar Pustaka
Abimanyu, A.    2000.    Impact  of Agricultute  Trade  and  Subsidy  Policy  on  the Macroeconomy, Distribution, and Environment in Indonesia: A Strategy for Future  Industrial  Development.    The  Developing  Economies
Ariani,M; H.P.Saliem; S.H.Suhartini; Wahida dan M.H. Sawit.  2002.  Dampak Krisis Ekonomi Terhadap Konsumsi Pangan Rumah Tangga.  Laporan Penelitian.  Puslitbang Sosek Pertanian.  Bogor.
Arifin, B.  2004.  Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia.  Penerbit Buku Kompas.  Jakarta.
Bappenas.  2002.  Kebijakan dan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan: Sebuah Gagasan. Bappenas.  Jakarta.
Badan  Pusat  Statistik.    2002.    Sistem Neraca  Sosial  Ekonomi  Indonesia  Tahun  2000.  Badan Pusat Statistik, Jakarta.
_________________.   2004.   Tabel  Input-Output  Indonesia Tahun 2003. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
_______.    2005.    Pembangunan  Pertanian:  Paradigma  Kebijakan  dan  Strategi Revitalisasi.  PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Dasril, A.S.N. 1993.   Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Produksi Sektor Per-tanian dalam Industrialisasi di Indonesia, 1971-1990. Disertasi Doktor Tidak Dipublikasikan.  Institut Pertanian Bogor.  Bogor.
Dumairy.  1997.  Perekonomian Indonesia.  Penerbit Erlangga.  Jakarta.
Dumairy.  1997.  Perekonomian Indonesia.  Penerbit Erlangga.  Jakarta.Dasril, A.S.N. 1993.   Pertumbuhan dan Perubahan Struktur Produksi Sektor Pertanian dalam Industrialisasi di Indonesia, 1971-1990. Disertasi Doktor Tidak Dipublikasikan.  Institut Pertanian Bogor.  Bogor.
Hasibuan,  N.    1993.    Ekonomi  Industri:  Persaingan,  Monopoli  dan  Regulasi.  LP3ES.  Jakarta.
www.islam-network.com       
www.na kertrans.go.id
Jakartahttp://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=10&dn=20070410061430



Baca Selengkapnya di sini..