BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sektor pertanian telah memainkan peranan penting di dalam pembangunan sosial dan ekonomi Indonesia. Di peringkat awal, penanaman tanaman makanan seperti padi, sayur-sayuran, buah-buahan serta kegiatan menangkap ikan dan menternak telah menyediakan sumber makanan, mewujudkan peluang pekerjaan dan pendapatan para penduduk.
Jika kita pelajari sejarah perekonomian Indonesia sejak masa awal Orde Baru hingga kecenderungannya pada era globalisasi pada tahun 2020 nanti, maka akan kita peroleh suatu perkembangan yang “taat asas”. Artinya, produk unggulan maupun andalan pemasukan devisa (PDB) secara perlahan namun pasti menunjukkan pergeseran dari sektor primer, sekunder dan tersier. Hal ini secara langsung juga membawa pengaruh terhadap perubahan struktur sosial masyarakat, dari budaya pertanian tradisional menjadi budaya industri modern.
Perubahan atau tranformasi yang terjadi dalam struktur ekonomi maupun struktur sosial ini sebenarnya merupakan suatu gejala yang sangat wajar bagi perekonomian suatu negara di manapun, seiring dengan perkembangan teknologi industri serta permintaan masyarakat modern terhadap jasa-jasa pelayanan umum. Meskipun demikian, tentu saja akan terjadi dampak-dampak yang ditimbulkan baik positif maupun negatif.
Dalam kaitan ini, kita perlu berpegang pada suatu “aksioma” bahwa globalisasi perdagangan dan investasi dunia yang mengarah kepada revolusi 3 T (Triple T Revolution), adalah suatu proses alamiah yang pasti terjadi. Oleh karena itu, munculnya dampak negatif tidak harus ditakuti, sebab seluruh pelaku ekonomi nasional (petani & industri) maupun pihak pemerintah sendiri mesti memiliki keyakinan yang kuat bahwa dampak positif yang ada lebih banyak dibanding dengan dampak negatifnya. Inilah tantangan kita untuk memanfaatkan setiap proses transformasi dan pegembangan di sektor pertanian serta sektor industri bagi kepentingan masyarakat.
Indikator yang dipakai selama ini untuk mengevaluasi kinerja pembangunan sektor pertanian dan sektor industri, bertujuan untuk menyerap tenaga kerja, penyedia devisa dan peranannya menurunkan jumlah penduduk miskin. Namun demikian, masih menjadi pertanyaan para pakar : “Apakah indikator tersebut mampu mencerminkan kinerja riil sektor pertanian dan sector industri di indonesia?” Oleh karena itu, perlu ditentukan indikator-indikator baru yang diharapkan dapat menggambarkan pencapaian sasaran pembangunan berkelanjutan serta keragaannya harus diukur dalam perspektif jangka panjang. Dengan demikian kinerja pembangunan pertanian dan industri tidak lagi dilihat hanya semata-mata dari kontribusinya terhadap perekonomian nasional tapi juga peranan artikulatifnya yaitu keterkaitan antar sektor baik ke depan maupun ke belakang dan peranan promotifnya yaitu merangsang pertumbuhan sektor lain secara tidak langsung dengan menciptakan lingkungan pembangunan yang mantap.
B. Rumusan Masalah
Berdasarakan latar belakang masalah di atas di rumuskan sebagai berikut:
1. Perkembangan sektor pertanian dan industri di Indonesia
2. Permasalahan-permasalahan yang timbul dalam sektor pertanian dan industri di indonesia
3. Kebijakan sector pertanian dan industri di indonesia
4. Analisis sektor pertanian dan indusri di indonesia.
C. Tujuan
Untuk mengetahui perkembangan sektor pertanian dan industri di Indonesia
1. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan menghambat dalam menumbuhkan minat belajar siswa.
2. Untuk mengetahui permaslahan-permasalahan yang timbul dalam sektor pertanian dan industri di indonesia
3. Untuk mengetahui kebijakan sector pertanian dan industri di indonesia
4. Untuk mengetahui dan mengnganalisis sektor pertanian dan indusri yang ada di indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
I.I Perkembangan Sektor Pertanian Dan Industri Di Indonesia
Hakekat pembangunan adalah membentuk manusia-manusia atau individu-individu otonom, yang memungkinkan mereka bisa meng-aktualisasikan segala potensi terbaik yang dimil ikinya secara opt imal. Dari sini muncul keberagaman dan spesialisasi sehingga menyebabkan pertukaran (exchange) atau transaksi. Inilah yang menjadi landasan kokoh bagi terwujudnya manusia-manusia unggulan sebagai modal utama terbentuknya daya saing nasional dalam menghadapi persaingan mondial. Transaksi tidak lain me-rupakan perwujudan dari interaksi antar manusia dengan segala kekurangan dan kelebihan masing-masing. Keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secar a umum hasil pembangunan dapat dilihat dengan adanya penukaran sosial (social change) dan pertumbuhan ekonomi (economic growth).
Arah transformasi struktur perkonomian di Indonesia telah berjalan sebagaimana yang diharapkan ‘dengan tetap melakukan pembenahan’, yaitu menuju terbentuknya struktur per-konomian yang lebih seimbang dengan sektor pertanian-industri dan jasa yang semakin besar perannya dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Pada awal PJP I (tahun 1971), pangsa relatif sektor pertanian, industri dan jasa masing-masing adalah sebesar 43,6%, 9,4% dan 47,0% terhadap PDB. Pada tahun 2002, pangsa relatif masing-masing sektor tersebut telah berubah, di mana pangsa relatif sektor pertanian, industri dan jasa telah menjadi 29,38%, 32,56% dan 38,06% terhadap PDB (Laporan Perekonomian Indonesia 2002).
Dalam upaya memacu per-tumbuhan ekonomi dengan ber-basis pada potensi sumberdaya yang dimil iki, pada akhir Replita III Pemerintah di Daerah-daerah menetapkan berbagai kebijakan pembangunan secar a terintegrasi sesuai kondisi sum-berdaya yang dimil iki (teori pengembangan wilayah).
Mulai periode 1988-1993, struk-tur perekonomian Indonesia me-ngalami perubahan yang cukup berarti. Sumbangan sektor perta-nian terhadap PDB mulai dilam-paui sumbangan sektor industrimanufaktur. Sejak 1993, sumbangan sektor pertanian tidak pernah lagi melebihi sektor industri manufaktur. Setelah krisis ekonomi 1998, sektor pertanian hanya berperan 17,4% terhadap PDB.
46%.
Berasaskan pendekatan dan teras strategi yang baru ini, sektor pertanian dijangka mencapai kadar pertumbuhan sebanyak 2.4% setahun di sepanjang tempoh DPN3. Sumbangan sektor pertanian kepada KDNK dijangka turun daripada 13.5% dalam tahun 1995 kepada 7.1% dalam tahun 2010. Penurunan ini adalah selaras dengan perubahan keseluruhan struktur ekonomi yang dialami oleh kebanyakan negara maju di mana sektor pertanian adalah didorong oleh peningkatan produktiviti melalui penggunaan teknologi secara intensif, petani yang berpengetahuan di dalam amalan-amalan pertanian serta pembangunan industri-industri baru yang berasaskan pertanian. Kekurangan tenaga buruh yang berterusan dan persaingan faktor-faktor pengeluaran yang lain dijangka mengurangkan lagi sumbangan getah dan koko kepada KDNK pertanian, masing-masing daripada 10.6% dan 4.4% dalam tahun 1995 kepada 5.1% dan 2.9% dalam tahun 2010. Sumbangan kayu gergaji juga dijangka turun daripada 13.9% kepada hanya 5.3% dalam tempoh yang sama, seiring dengan dasar pengurusan hutan yang mampan.
Sektor pertanian dijangka memperolehi sumber pertumbuhan yang baru daripada hasil pelbagai inisiatif untuk menggalakkan pertumbuhan kumpulan industri baru seperti perhutani, produk asli istimewa, buluh dan rotan, produk bioteknologi, florikultur dan ikan hiasan. Sektor kecil makanan juga dijangka mengalami pertumbuhan ketara berikutan langkah-langkah intensif yang telah diambil untuk mengatasi kekangan-kekangan yang dihadapi berkaitan dengan pengeluaran, serta daya usaha lain untuk memperkukuhkan asas ekonomi sektor kecil ini. Sumbangan sektor kecil makanan kepada KDNK pertanian dijangka meningkat daripada RM4.3 bilion dalam tahun 1995 kepada RM7.4 bilion dalam tahun 2010. Permintaan kukuh yang kian meningkat terhadap minyak sawit di pasaran antarabangsa akan mempergiatkan lagi pertumbuhan industri ini. Nilai ditambah sektor kecil ini dijangka meningkat daripada RM6.8 bilion kepada RM10.3 bilion bagi tempoh tersebut, sementara sumbangannya kepada KDNK pertanian dijangka meningkat daripada 42.1% kepada 44.6%.
Sektor pertanian khususnya sektor-sektor kecil tanaman industri dan perhutanan akan terus memainkan peranan penting sebagai pembekal utama bahan mentah kepada industri berasaskan sumber. Sumbangan sektor pertanian kepada KDNK dijangka akan menjadi lebih penting apabila lebih banyak bahan mentah pertanian diproses dan dijadikan produk akhir untuk dieksport. Bagi menampung pengeluaran dalam negara dan memenuhi permintaan yang kian bertambah daripada industri hiliran, perolehan strategik bahan mentah melalui pelaburan di luar negara akan diusahakan.
II.I Permasalahan-Permasalahan Yang Timbul Dalam Sektor Pertanian Dan Industri Di Indonesia
Permasalahan yang timbul dalam sektor pertania dan industri di Indonesia adalah bagaimana mempercepat proses transformasi perekonomian dengan memaksimalkan dampak positif yang bisa ditimbulkan, sekaligus meminimalkan kemungkinan negatif yang tidak diinginkan ? Inilah permasalahan dan tantangan yang harud dijawab Dalam hal ini sangat tidak bijaksana jika untuk menghindari dampak negatif, justru proses transformasinya yang ditolak. Sebab, terbentuknya masyarakat industri dan jasa sesungguhnya sudah menjadi political will pemerintah sebagaimana tertuang dalam GBHN, yaki mewujudkan industri yang maju dengan didukung oleh pertanian yang tangguh.
Tingkat produksi dan investasi di berbagai sektor utama menunjukkan kemunduran semenjak tahun 1950. Pendapatan riil perkapita dalam tahun 1966 lebih rendah dari pada tahun 1938. Sektor industri yang menyumbangkan hanya 10 % dari GDP dihadapkan pada masalah pengangguran kapasitas yang serius. Pada masa ini defisit anggaran belanja negara mencapai 50 % dari pengeluaran total negara, ditambah lagi dengan penerimaan ekspor yang sangat menurun serta hiperinflasi periode 1964-1966, menjadikan Indonesia mengalami kelumpuhan perekonomian.
Sementara itu, ekspansi pada hampir semua komoditas industri menyebabkan industri manufaktur menyumbang 23,9% terhadap PDB. Pada 2005, sektor pertanian hanya menyumbang 13,4% terhadap PDB,sedangkan sektor industri pengolahan menyumbang 28,1% terhadap PDB. Sementara itu, pada 2006-2007 bila melihat data yang dikeluarkan BPS dalam berita resmi Agustus 2007, sumbangan sektor pertanian sedikit meningkat. Sektorpertanian menyumbang 13,6% terhadap PDB untuk periode triwulan I tahun 2007. Kemudian meningkat menjadi 13,7% pada periode triwulan II 2007. Adapun untuk triwulan I dan II 2006, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia, masing-masing membukukan 13,6% dan 12,9%. Di lain pihak, sampai saat ini sektor pertanian masih menjadi penyerap tenaga kerja di Indonesia. Namun, ketersediaan lapangan kerja sektor pertanian cenderung stagnan. Mulai 2000-2007 data yang dikeluarkan memperlihatkan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian berkisar antara 43% dan Pada 2004 ketika terjadi transisi pemerintahan penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian mencapai 43,3%. Dua tahun berikutnya terus meningkat. Pada, 2005 menjadi 44% dan 2006 menjadi 44,5%. Hanya di 2007, sektor pertanian kembali ditinggalkan. Jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian kembali ke kisaran 43%. Terjadi penurunan 0,8% jika dibanding dengan 2006. Hal itu tidak lepas dari upah yang dijanjikan dunia pertanian.
Di bawah ini merupakan gambaran reil dari sektor pertanian di Indonesia.
Gambar Grafik : Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Pertanian
Gambar Grafik : Sumbangan Sektor Pertanian Terhadap PDB
Meskipun demikian, menjelang tahun 1977 perekonomian Indonesia telah mengalami perubahan struktural yang cukup menyolok, sebagai akibat kebijaksanaan pemerintah yang ditunjang oleh naiknya harga minyak bumi. Selama dasawarsa setelah tahun 1965, bagian GDP atau PDB yang berasal dari sektor pertanian turun dari + 52 % menjadi + 35 %, sedangkan bagian GDP yang berasal dari sektor pertambangan telah melonjak dari + 3,7 % menjadi + 12 %. Dalam bentuk grafik, Usman Hardi menggambarkan terjadinya pergeseran struktur PDB pada sektor pertanian, pertambangan, industri dan jasa-jasa, dari masa Orde Lama (1960-an) hingga akhir PJP II (1920).
III.I Kebijakan Sector Pertanian Dan Industri Di Indonesia
Semenjak kebijakan pemerintah tidak lagi mengandalkan ekspor migas, industri manufaktur telah memainkan peranan yang penting di Indonesia. Bahwa sektor industri manufaktur yang semakin berorientasi ekspor, telah menopang ekonomi Indonesia.
Ekspor industri manufaktur menyumbang tidak kurang 83-85% terhadap ekspor nonmigas dan sekitar 64-57% terhadap total ekspor Indonesia selama 1994-2005. Bahkan kontribusi ekspor industri ini telah melampaui ekspor sektor pertanian dan migas sejak awal dasawarsa 1990-an. “Boleh dikata industri manufaktur telah menopang pertumbuhan ekonomi diIndonesia. Sebelum krisis, Industri manufaktur mampu tumbuh dua digit,yaitu rata-rata sekitar 11 % selama 1974-1997.
Meski begitu, sejak krisis pertumbuhan sektor industri relatif rendah hanya berkisar antara 3,5% hingga 7,7%,” salah satu permasalahan struktural industri di Indonesia adalah terkonsentrasinya lokasi industri manufaktur di Jawa dan Sumatra. Bahwa selama periode 1976-2004, dominasi sebagian besar aktivitas industri manufaktur modern, terutama industri besar dan menengah (IBM) berlangsung di kedua pulau tersebut.
Selama periode tersebut, di kedua wilayah Jawa dan Sumatra mampu menyerap lebih dari 93 persen tenaga kerja Indonesia. Namun, pangsa Jawa mengalami penurunan dari 89 persen di tahun 1976 menjadi 79 persen di tahun 2004. Sementara, dalam periode yang sama, pangsa Sumatera mengalami pertumbuhan dari 6,7 menjadi 14,1 persen.
Secara umum kebijakan industri dapat diklasifikasikan ke dalam upaya sektoral dan horizontal. Upaya sektoral terdiri dari berbagai macam tindakan yang dirancang untuk mentargetkan industri-industri atau sektor-sektor tertentu dalam perekonomian. Upaya horizontal dimaksudkan untuk mengarahkan kinerja perekonomian secara keseluruhan dan kerangka persaingan dimana perusahaan-perusahaa melaksanakan usahanya.
IV.I Analisis Sektor Pertanian dan Indusri di Indonesia.
Pembangunan pertanian di Indonesia bertujuan untuk meningkatkan hasil petanian, pendapatan petani, memantapkan swasembada pangan dan memperluas kesempatan kerja dengan tetap memelihara kelestarian lingkungan. Sektor pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan nasional yaitu pangan, bahan baku bagi industri juga unsur pelestarian lingkungan hidup. Pembangunan nasional pada saat ini tidak diikuti pembangunan disektor pertanian tetapi lebih dititik beratkan pada pembangunan industri apalagi pada daerah transisi industri. Sebagian para petani menjual lahannya untuk industri tetapi sebagiannya lagi tetap mempertahankan dengan mewariskan pada anak mereka.
Peran sektor pertanian tetap penting dalam dalam persepektif ekonomi makro. Pertama, sektor pertanian merupakan sumber pertumbuhan output nasional yang penting, sektor pertanian dan industri memberikan kontribusi 19.1 % terhadap PDB dari keseluruhan sektor perekonomian Indonesia. Walaupun secara absolut lebih kecil jika dibanding dengan kontribusi sektor jasa (43.5 persen) dan manufaktur (23.9 persen) namun sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar yakni 47.1 persen. Tidak mengherankan kalau sejumlah kajian masih merekomendasikan agar investasi pemerintah tetap diprioritaskan ditanam dalam sektor ini.
Kedua, sektor pertanian memiliki karakteristik yang spesifik khususnya dalam hal ketahanan sektor ini terhadap guncangan struktural dari perekonomian makro. Hal ini ditunjukkan oleh fenomena dimana sektor ini tetap mampu tumbuh positif pada saat puncak krisis ekonomi sementara sektor ekonomi lainnya mengalami kontraksi. Saat krisis pada kondisi parah yang ditunjukkan dengan pertumbuhan PDB negatif yakni sepanjang triwulan pertama 1998 sampai triwulan pertama 1999, tampak bahwa sektor pertanian tetap bisa tumbuh dimana pada triwulan 1 dan triwulan 3 tahun 1998 pertumbuhan sektor pertanian masing-masing adalah 11. 2 persen, sedangkan pada triwulan 1 tahun 1999 tumbuh 17.5 persen. Adapun umumnya sektor non pertanian pada periode krisis ekonomi yang parah tersebut pertumbuhannya adalah negatif.
Melihat arti penting sektor pertanian tersebut diharapkan kebijakan kebijakan ekonomi negara berupa kebijakan fiskal, kebijakan moneter, dan kebijakan perdagangan, tidak mengabaikan sektor pertanian dalam arti kebijakan-kebijakan tersebut tidak bias kota yakni memperioritaskan aktivitas ekonomi kota yang biasanya digeluti para pelaku ekonomi skala besar, dan juga tidak bias modal dalam arti kebijakan yang berorientasi mendukung para pemiliki modal besar padahal sektor pertanian umumnya digeluti oleh mereka yang dikategorikan sebagai pemodal kecil dan sedang. Untuk itu sangat penting untuk diketahui bagaimana dampak berbagai guncangan eksternal dari luar sektor pertanian terhadap perilaku variabel-variabel ekonomi penting dari sektor pertanian (output atau PDB pertanian, tenaga kerja, inflasi, output, input dan investasi).
Ibn Khaldun mengidentifikasikan pertanian sebagai sumber kehidupan yang sangat strategis. Istilah "kehidupan" diartikan sebagai keinginan untuk bertahan disertai usaha untuk memperolehnya. Ketika kehidupan ini diperoleh, yaitu dari hewan ternak melalui produk dengan nilai tambah yang digunakan orang, misalnya susu dari hewan ternak, sutera dari ulat sutera, dan madu dari lebah, ataupun tanaman yang menghasilkan buah-buahan, maka itulah yang disebut dengan pertanian. Selain itu, Ibn Khaldun juga mengidentifikasi berbagai kerajinan dan perdagangan sebagai cara alami untuk memperoleh kehidupan. Dengan kata lain, pertanian, industri, dan perdagangan adalah sumber perekonomian yang mempengaruhi kualitas kehidupan sebuah masyarakat dan bangsa.
Menurut Ibn Khaldun, pertanian pada mulanya merupakan sesuatu yang sederhana dan sangat alami pembawaannya. Ia tidak membutuhkan dasar pengetahuan yang kompleks. Sehingga, ia diidentikkan sebagai sumber penghidupan bagi kaum yang lemah. Berbeda dengan kerajinan yang muncul setelah ada pertanian. Kerajinan (manufaktur) membutuhkan dasar pengetahuan dan proses yang lebih kompleks. Sehingga, ia diidentikkan sebagai sumber penghidupan bagi kelompok penduduk yang lebih mapan, baik secara intelektual maupun secara ekonomi.
Agar pertanian ini bisa berkembang lebih efektif sehingga dapat memperkuat perekonomian masyarakat. Ibn Khaldun meminta para petani untuk tidak terlalu tergantung pada hasil pertaniannya, tanpa membuat diversifikasi pada produknya. Jika ini terjadi, maka para petani akan selalu berada pada posisi yang lemah. Dengan kata lain, Ibn Khaldun ingin menegaskan bahwa penambahan value added produk pertanian melalui proses diversifikasi produk, akan meningkatkan kesejahteraan para petani itu sendiri. Beliau khawatir, jika kondisi lemah ini dipertahankan, maka para petani akan menjadi korban dari ketidakadilan kebijakan penguasa.
Observasi empiris terhadap sektor pertanian dan manufaktur (kerajinan), menjadi dasar bagi Ibn Khaldun dalam mengembangkan konsep permintaan. Permintaan menurut beliau disebabkan oleh dua faktor. Pertama, adanya keinginan masyarakat untuk mengkonsumsi sebuah produk {peoples desire). Kedua, adanya belanja negara (government expenditure).
Menurut beliau, pertanian dan kerajinan (industri manufaktur) akan berkembang dan meningkat, ketika permintaan terhadapproduk-produk tersebut mengalami peningkatan. Ketika produk tersebut telah menjadi sumber permintaan, sehingga mendorong peningkatan dari sisi penawaran, maka masyarakat akan berupaya mempelajari keterampilan apa yang diperlukan. Sebaliknya, apabila produk tersebut tidak menjadi permintaan, maka penjualannya pun akan menurun dan tidak ada upaya untuk mempelajarinya.
Inilah yang dimaksudkan oleh khalifah Ali bin Abi Thalib, bahwa "harga seorang manusia bergantung pada keterampilan yang dimilikinya". Dalam hal ini, beliau pun memasukkan konsep nilai tenaga kerja yang diukur dari kemampuan tenaga kerja tersebut dalam menghasilkan suatu produk. Ibn Khaldun juga melibatkan permintaan negara terhadap produk pertanian dan kerajinan (manufaktur) sebagai faktor lain yang menciptakan permintaan. Negara, menurut Ibn Khaldun, adalah pasar terbesar yang banyak menyerap beragam produk barang dan jasa tanpa banyak mengkalkulasi.
Lebih jauh lagi. Ibn Khaldun menyatakan bahwa di tanah kaum Berber, berlaku kejadian sebaliknya. Karena tanah mereka yang subur, mereka tidak perlu menanggung biaya besar dalam produksi pertanian. Karena itu, harga bahan makanan sangat murah di daerah ini. Beliau juga mencoba menambahkan konsep nilai tenaga kerja. Beliau mengata-kan bahwa nilai tenaga kerja perlu ditambahkan pada biaya produksi. Sehingga pada akhirnya, selain faktor teknologi dan peralatan, harga jual produk pertanian juga sangat dipengaruhi oleh besarnya upah tenaga kerja. Suatu analisa empirik yang sangat cermat dan valid.
BAB III
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Dari beberapa uraian di atas dapat simpulkan anatara lain sebegai berikut :
a. Bahwa sektor pertanian dan industri di Indonesia memiliki peran yang sangat besar terhadap pembangunan di indonesia itu sendiri
b. Peran sektor pertanian dan industri dalam penyerapan tenaga cukup besar, hal ini dapat dilihat bahwa Pada 2005, sektor pertanian menyumbang 13,4% terhadap PDB,sedangkan sektor industri pengolahan menyumbang 28,1% terhadap PDB. Sementara itu, pada 2006-2007 bila melihat data yang dikeluarkan BPS dalam berita resmi Agustus 2007, sumbangan sektor pertanian sedikit meningkat. Sektor pertanian menyumbang 13,6% terhadap PDB untuk periode triwulan I tahun 2007.
c. Sektor pertanian khususnya sektor-sektor kecil tanaman industri dan perhutanan akan terus memainkan peranan penting sebagai pembekal utama bahan mentah kepada industri berasaskan sumber.
B. SARAN
Dari urain di atas akhirnya saya menyampaikan terimakasih pada dosen pembimbing yang telah banyak memberikan petunkuk baik petunjuk teknes ataupun non teksnes, dari itu saya menyampaikan banyak terima kasih.
Tidak ada gading yang tak retak, pepatah itu kira cukup mewakili kekurangan dari makalah ini. Oleh sebab itu saran dari pembaca akan sangat membantu untuk perbaikan selanjutnya.