"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Selasa, 19 Juni 2012

SEPIRIT DAN IKHTIAR WONG IKLIMA

IKLIMA, kita pasti akan menyela dan bertanya atau menjastis dan berkata “palah arti sebuah nama bila tidak dapat memberikan satu oase baru dan pembaharuan. Kalau Cuma segerombolan apa bedanya dengan preman di jalan. Kalau Cuma ujub-ujub apa artinya sebuah labelitas”. Dan saya percaya bahwa IKLIMA tidak untuk itu, bukan dan tidak untuk mempercantik nama, bukan pula sekedar geroblan tanpa maksud dan tujuan dan lahirnya pun tidak sekedar ujub-ujub.

Untuk itu mari kita jaga semangat juang sebagaimana dulu ketika organisasi ini digagas, Saya ingat betul bagaimana semangat teman-teman dalam membentuk IKLIMA saat itu, pantulan optimisme mereka masih saya rasakan hingga saat ini. Baiklah saya akan coba menguraikan latar belakang dan semangat dari gagasan yang pada akhirnya mengkerucut pada satu identitas yang jelas dan terbakukan sebagaimana kita kenal sekarang yaitu IKLIMA (Ikatan Alumni Al-in’am) : Baca IKLIMA Malang.

IKLIMA tidak semerta-merta muncul tanpa satu pertimbangan dan sepirit perjuangan, semangat dan sepirit itu meresonansi dari alumni Al-in’am yang kuliah di Malang. Awal munculnya gagasan berangkat dari satu kegelisahan yang sama. Di mana saat itu sesama alumni Al-in’am belum saling akrab satu dengan yang lain, Ketidak akraban itu bukan kami tidak kenal atau tidak tahu, kami saling tahu, namun karena medan dan lokasi tempat kuliah yang berbeda menyulitkan kami untuk melakukan koordinasis dan konsilidasi. Itulah yang kemudian medorong kita untuk bisa berkumpul dan berbagi, yang kemudian kita kemas dalam bentuk organisasi.

Sebelum dibentuk organisasi tak ada hal serius yang kami bahasa. Tapi kami tetap menjaga silaturrahim, diantara kami yang sering bertemu Saya, Yusman, M. Sujibto dan Sauqi (sebenarnya hal ini pernah saya ulas sebelumnya). Dan pada kesempatan itu kami mengajak mereka untuk ngopi bareng, entah berapa kali ngopi bareng saya tak sempat mengingatnya.  

Dari intensitas pertemuan yang kami lakukan muncullah gagasan, “mengapa kita tak buat satu komintas saja”. Ya … komonitas, itu lah ide awal kami. Saya sendiri lupa siapa yang mengawali ide tersebut, yang pasti kami sama-sama sepakat untuk membentuk satu komonitas. Kemudian gagasan berkembang bahwa nanti kalau ngopi lagi, harus ada tema khusus yang dibicarakan dan mesti ada penanggung jawabnya.

Pada pertemuan selanjunya kami berkumpul dan membahas isu kontemporer saat itu, sayang saya lupa. Adalah keteledoran kami tidak mendukumentasikan isu apa yang dibahas dan siapa yang membahas. Kalau dilihat dari jumlah, jujur jumlah kami hanya berempat, namun keterbatasan tidak mengurangi semangat kami untuk belalajar dan berbagi, diskusi pun sangat meriah. Semua aktif dan saling memberikan pendapatnya sesuai kapasitas dan kapabilitasnya. Tak soal apakah argument yang disampaikan benar atau salah, yang peting harus bersuara dan suara itu ada landasan.

Setelah melakukan diskusi muncul lagi gagasan agar kominiutas ngopi bareng menjadi satu organisasi, munculnya gagasan untuk membuat organisasi sempat tarik ulur. Tarik ulur bukan soal setuju atau tidak setuju, kami sama-sama melihat kondisi dan keberadaan kami saat itu, yang hanya berjumlah lima orang (Saya, Sauqi, Sujibto, Yusman dan Tola’edi). Namun pesimisme itu tak berangsur lama, “kita tak usah ikut pakem yang ada, kita yang membuat dan kita pula yang melaksanakan” ungkap saya saat itu. Akhirnya kami sepakat untuk membentuk satu organisasi dengan nama “ngopi barenag Al-In’am”.

Kami pun melaksanakan pertemuan rutin sebagaimana diputuskan, yaitu tiga kali dalam satu bulan. Dengan konsep sebagaimana awal : pembahasan tema diskusi digilir sesuai kesepakatan dan tema harus di distribusikan pada anggota satu minggu sebelum pertemuan, baik melalui sms atau FB. Pada pertemuan-pertemuan selanjutnya gagasan berkembang, angota menginginkan adanya legitimasi atas pembentukan organisasi ngopi bareng al-in’an. Kira-kira apa nama dari organisai, semua mengacu pada keterikatan giografis dan ideologis kultur dan budaya yang dinamis. Muncullah usulan nama dari Sauqi yaitu IKLIMA (Ikatan Alumni Al-in’am Malang). Kita sepakati nama IKLIMA, membentuk lambang organisasi dan membuat AD/ART.

Nama IKLIMA sedikit mendompleng sejarah Nabi dimana IKLIMA adalah nama putri Ibrahim As, begitulah singkat historis dari nama itu. Namun kami sepakat untuk tidak mengkaitkan nama IKLIMA dengan nama jenis kelamin manusia apakah itu keturunan Nabi atau apalah itu namanya. Jika momentum itu muncul dari satu ikhtiar yang diadopsi dari putri Nabi itu hanya kebetulan saja. Yang jelas IKLIMA bukan perempuan juga bukan laki-laki. Iklima tak memiliki jenis kelamin sebagaimana ada pada manusia. IKLIMA adalah nama yang bergegas yang tak terikat ruang dan senantiasa dinamis sesuai dengan dinamika yang ada dan senantiasa independen. Pembawaan lembaga Al-in’am tak mengurangi sikap dan kekeritisan dari organisasi ini karena sebagaimana sepirit awal organisasi ini digagas dan dibentuk berdasar semangat juang dan untuk membentuk suatu oase pemikiran dalam intern IKLIMA juga lingkungan sosial.

Sebagaimana dikatan di atas bahwa IKLIMA bukan perempuan juga bukan laki-laki, Iklima tak memiliki jenis kelamin sebagaimana ada pada manusia, tapi bukan berarti banci. IKLIMA adalah sebuah ikhtiar yang diikhtiari dengan semangat berbagi dan kebersamaan. Maka pada tanggal … disahkanlah nama IKLIMA. Segala kebutuhan dan administrasi kami susun secara bersama-sama. Dialog dan perdebatan a lot mewarnai perumusan AD/ART  saat itu. Saya sendiri kagum dan bedecak dalam hati, “sungguh ini sangat luar biasa” ungkap saya saat itu. Perumusan AD/ART Hampir satu malam namun belum selesai akhirnya dipending. Dan setelah pertemuan selanjutnya semua berjalan lancar dan lebih terarah.

Manusia lahir dan diciptkan oleh Tuhan dengan satu maksud dan tujuan. Maka begitu pun dengan IKLIMA, IKLIMA lahir dari sebuah gagasan, harapan,  keinginan bersama dengan sepirit perjuangan dan silaturrahim. Dan hal yang tak kalah penting adalah di dalam setiap kegiatan IKLIMA selalu menekankan pada anggota untuk senantiasa mengingat jasa orang tua, guru, dengan cara mengirim doa pada mereka.


Baca Selengkapnya di sini..

Minggu, 17 Juni 2012

PATUH DAN TA’AT TERHADAP PERATURAN (Catatan kecil perjalan pulang kampung Surabaya-Sumenep)

SURABAYA, pagi masih berselimut mendung. Hawa dingin terasa menusuk tulang. Sedang matahari belum tampak. Mendung yang berkelebat bergerak dengan ritme yang berat, hembusan udara membelai setiap yang dijumpainya. Burung mengawali paginya dengan nyanyian khasnya.

Pohon-pohon terlihat menari-nari dan saling bersentuhan dahan, seperti orang berdansa yang menggerakkan sebagian otot tubuhnya kemudian saling bersinggolan. Kicau burung saling bersahutan satu dengan yang lain. Tidak terlihat di dahan manakah burung berada, yang kudengar hanya kicaunya tanpa bisa melihat sosoknya. Tapi tidak apalah tidak sesuatu itu harus aku lihat, sebagaimana man pagi memang tak harus cerah. Adakalanya mendung itu pentig, barang kali ia ingin memberikan pesan pada yang ada di bumi. Sebagaimana burung yang meyanyi tapi tak kulihat sosoknya,  mungkin ia juga hendak bertukar sapa walau tak harus tampak.

Waktu menunjukkan pukul 04.45 pagi, aaah aku sudah terlambat menyambut subuh. Aku tak sempat mendengar adzan, pada hal aku ingin menikmati alunan adzan dari Masjid di samping tempatku. Mungkin aku kecapean hingga aku tak bisa mendengaran panggilan suci itu. Kuperhatikan jam di HP, badan masih tersa lemas, sekujur tubuh seperti ada yang memeloroti. Dengan agak malas aku menyingkirkan selimut. Rasa gatal di pergelangan kaki memaksa diri untuk bergerak agresif, ini pasti ulah si nyamuk yang senang memanfaatku kantukku, dan mengambil sebagian darah dari tubuhku. Dasar nyamuk tak tahu diuntung bisa membikin badan benjol.

Aku perhatikan keadaan di sekelilingku, setumpuk buku berjejer di rak. Diantara sebagian buku itu sudah aku acak dan kusenggamahi dan sebagian lagi kubiarkan saja, karena tak mengundang nafsuku untuk menyentuhnya apa lagi sampai membacanya. Sedang di sampingku ada dua buku, tak tahu buku yang mana yang telah mengantar aku pada mimpi. Semua pada terbuka telanjang. Memang aku suka membuka dua buku sekaligus. Bila dalam satu buku agak bosan aku pindah pada buku yang satunya. Kadang aku sengaja memancing keadaan dengan memelototi buku demi satu tujuan yaitu cepat tidur.
Sebagaimana biasanya sebelum aku tidur, aku buka buku dan membacanya 1-9 halaman sesudah itu biasanya mata sudah mulai kelepek-kelepek,  dan tentu saja aku lasung menuju alam mimpi “tidur”. Kadang aku tertawa sendiri, ternyata buku tak hanya memberi manfaat bagi yang tak tahu menjadi tahu, tapi juga sebagai obat petidur yang efektif tanpa ada efek samping.  Wajar bila ada orang yang mengatakan buku adalah sahabat sejati yang selalu member tanpa meminta apa pun.

Namun tidurku tadi agak keterlaluan juga, bagaimana tidak aku telah meniatkan diri untuk bagun lebih awal dengaan cara tidur lebih awal, tapi toh tetap saja kebablasan, sampai-sampai tak mendengar adzan subuh. Memang pukul 04.45 masih agak petang waktu subuh masih ada, sebagaimana kabar yang pernah aku dengar saat mengaji fiqih, batas subuh hinga munculnya fajar bukan matahari. Di dalam fiqih ada dua istilah fajar sodiq juga …. Ah aku lupa yang satunya.

Aku berniat bagun awal karena aku ingin pulang ke kampung halaman di Sumenep. Kepulanganku ini adalah sebagai panggilan dan sekaligus kewajiban sebagai warga Negara yaitu memenuhi undangan pengambilan data e-KTP. Sebagai warga yang baik aku harus mentaati hal itu, makanya aku pilih pulang.

Aku tak begitu tahu bagaimana proses dan cara pegambilan data nanti. Di daerah-daeah lain pengambilan data e-KTP sudah berjalan dan sebagian sudah selesai. Dari beberapa kota yang selesai ada yang sukses ada pula yang bermasalah dengan proses data e-KTP, masalah itu bukan dari faktor masyarakatnya, tapi pada petugas yang kurang teliti. Missal seperti pembagian e-KPT di Surabaya yang diinformasikan amburadul, dalam pemberitaan di media disebutkan ada data warga yang tertukar, mulai foto yang tidak sama, alamat yang keliru juga tanggal lahir.

Sehari sebulum pulang saya sempat berbincang-bincang dengan Fahmi. Dalam perbincangan itu saya menyampaikan bahwa besok akan pulang untuk mengurus e-KTP. Saya berceriata bahwa ada beberapa informasi yang menganggu dalam proses pengambilan e-KTP di Sumenep khususnya di Kepulauan. Seperti dikabarkan di Koran bahwa pengambilan data e-KTP di kepulauan (Sumenep) diwarnai dengan pungutan liar. Pungutan itu berkisar antara 5-10 ribu perkalapa. Saat membaca berita itu saya marah dan kecewa. “la kok kayak gini Dareahku, aparatnya tetap bermental tamak dan rakus, rakyat selalu diperas sekalanya memang kecil 5-10 ribu, tapi tetap saja penyimpangan tetap penyimpangan sekecil apapun penyimpangan itu. Dan setiap penyimpangan harus ditindak sesuai peraturan yang ada. Wong sudah jelas e-KTP itu program pusat tak ada istilah pungutan apa-apa. Tapi ya kenapa aparatnya masih main seperti itu, mentalnya tetap saja.”

Mengingat banyak terjadi kesalahan dalam hasil pengambilan data e-KTP sebagaimana terjadi di Kota besar seperti di Surabaya, saya sempat pesimis dan bertanya bagaimana hasil pengambilan data e-KTP di Daerahku nanti. Kalau kita mengaca dari kualifikasi SDM antara Surabaya dengan Daerah tentu akan lebih baik Surabaya. Selain karena Surabaya sebagai kota besara dan pusat segala aktifitas dan informasi, Surabaya akan menjadi baro meter “contoh”.

Saya pun tak ingin berspikulasi bagaimana hasilnya nanti. Sebagai warga Negara yang baik saya mesti mengikuti apa yang telah Negara minta “berpositif saja….” Mudah-mudahan tidak terjadi kesalahan sebagaimana terjadi di Surabaya.

Satu sisi saya tak ingin berburuk sangka terhadapa apa yang belum dilaksanakan (hasil pengambilan data e-KTP). Namun tanda-tanda ketidak beresan jelas terbaca dari undangan yang dikeluarkan oleh Kecamatan Gapura. Undangan cacat. Saya katakan undangan itu cacat, pertama undangan itu tidak ada no. kedua pembuatan undangan yang terlampu lama. Undangan ini dibuat pada tanggal 26-03-2012, dari pembuatan undangan dan eksekusi “pelaksanaan”, saat ini sudah masuk bulan 06, dan pelaksaan pengambilan data e-KTP tertulis tanggal 19 (tanpa bulan dan tahun).

Kesalahan yang paling fatal menurut saya adalah undangan atas nama (Drs. Mustangin, M.Si) Camat Gapura ini hanya disetempel basah, tapi tidak ditandatangani. Melihat ketidak beresan undangan, seakan mempertegas kekhawatiran dan indikasi aka terjadi ketidak beresan nantinya. Tapi lagi-lagi saya mencoba mengabaikan semua itu. Dan tetap berharap tidak terjadi kesalahan setidaknya pada hasil e-KTP saya.

Baca Selengkapnya di sini..

Kamis, 14 Juni 2012

RANCANG MUSHOLLAH AWARD 2012 ICMI GANDENG STAKEHOLDER (Dinkes Prov, Disparbud Prov dan Kemenag)

SURABAYA : Rabu, 13 Juni 2012, ICMI Orwil Jawa Timur mengadakan rapat Musholla Award 2012. Rapat ini merupakan rangkaian dari beberapa rapat sebelumnya. Berbeda dengan rapat-rapat sebelumnya, pada rapat kali ini ICMI mengundang beberapa Stakeholder  seperti : Dinas Parawisata Provinsi Jawa Timur diwakili oleh Agus Kambali (bagian pengembangan produk dan usaha), Dinas Kesehatan Jawata Timur diwakili oleh Ahmat, dan Departemen Agama diwakili oleh Imam Sya’roni (bagian Pemberdayaan Masyarakat (PENAMAS). Dan beberapa pengurus ICMI.


Para undangan datang lebih awal dari waktu yang ditentukan yakni pukul 13.30. Pukul 12.11 sebagaian undangan telah tiba di sekretariat. Setibanya di sekertariat mereka melihat-lihat lingkungan dan suFasana sekretariat. Undangan yang datang lebih awal tidak langsung menuju tempat pertemuan di lantai III. Mereka seperi rilek menikmati ruang ber AC setelah ditempa panas di jalan. Mereka memilih duduk di tempat ruang tamu, sambil sesekali mengamati pemandangan kantor. Tepat sebelah kiri pintu masuk ada rak Buku yang menempel di dinding.

Buku-buku di rak itu tebal-tebal. Selain buku yang tebal-tebal juga tersedia ada majalah. Buku-buku itu terdiri buku umum, Manajeman, Ekonomi, Arsitektur dll. Dua Koran Nasional tergeletak di atas Meja. Kantor memang berlanganan dua Koran nasional Kompas dan Jawa Pos.

Pot bunga di samping kanan dan kiri kursi meanmbah suasan sejuk dan alami. Ada sekat dinding sebagai pembatas antara ruang tamu dengan tempat rekan-rekan berkerja. Dinding pembatas itu terbuat dari kaca, di kaca itu ada banyak tulisan yang berwarna-warni, kalau orang belum tahu pasti penasaran dan bertanya tulisan apakah itu. Namun selatah kita pelototi dari awal hingga akhir maka baru diketahui kalau tulisan itu adalah Asmaul khusna.

Undangan yang hadir diterima dan ditemani oleh pengurus yang hadir lebih awal (Akbar Muzakki). Waktu masih pukul 12.15 tamu undangan itu diajak bersantai sembari menunggu undangan yang lain. Seteleh melihat-lihat buku yang ada di rak undangan duduk di kursi. Mereka mengambil Koran dan membacanya. Sesekeli terdengar obrolan antara undangan dengan undangan yang lain juga dengan pengurus. Selang beberapa menit ketua panitia datang. Dan mereka lagusng diajak menuju ruang pertemuan di lantai tiga.

Segala keperluan untuk rapat sudah dipersipkan. Para undangan lasung menuju ruang rapat dan mengambil tempat duduk. Di atas meja dengan desain leter U sudah disediakan makanan dan beberapa camilan seperti buah-buhan yang segar. Sebelum rapat dibuka semua yang ada di ruangan dipersilahkan caffe break dan makan.


Sambil menikmati makanan para undangan saling melontarkan obrolan kecil. Sesekali mereka melempar senyum satu dengan yang lain. Tampak dari cara dan bahasa tubuh mereka baru saling tahu dan kenal di tempat sekretariat ini. Sebagian lagi ada yang kenal karena satu kantor atau dinas. Mereka saling bertanya dari mana dan tugasnya apa. Para undangan masih mengenakan baju dinasnya (PNS).

Satu hal yang patut diapresiasi dari para undangan adalah ketepan waktu mereka menghadiri undangan, bahkan mereka datang lebih awal. Dibanyak acara soal waktu ini biasanya sering molor 1-2 jam. Biasanya ini merata diberbagai dinas atau organisasi lainnya. Contoh kecil misal saat kuliah di kampus dan beberapa kegiatan kemahasiswaan dalam soal ketepatan waktu sangat buruk. Bahkan ada asumsi molor adalah hal yang biasa.

Maka ICMI yang dinahkodai oleh Ismail Nachu ini mendobrak tradisi itu dan membiasakan diri untukdisiplin dan tepat waktu. Ketepatan kini menjadi tradisi di intern ICMI, hal itu tak lepas dari peran dan dorongan Ketua Umum ICMI sekaligus komet bersama dengan semua pengurus. Dalam setiap kesempatan mengatakan “bahwa jika seseorang tidak bisa tepat waktu berarti ada yang tidak beres dengan kehidupannya, ICMI sebagai gerakan harus mampu merubah tradisi molor waktu”. Benar memang dari berbagai kegiatan dan pertemuan “rapat” di intern ICMI masing-masing pengurus saling menjaga kekompakannya dan senantiasa tepat waktu. Kalau pun harus terlambat mereka akan memberi tahu alasan keterlambatannya.

Maka ketika rapat apresiasi Musholla Award kali ini, panitia yang akan hadir atau tidak dapat hadir tetap memberi tahu pihak kesekertariatan, kegiatan semacam ini sudah menjadi tradisi diinternal ICMI. Saat salah seorang tidak bisa hadir atau tdiak bisa tepat waktu mereka akan memberi tahukan melalui SMS.

Mungkin bagi yang tidak terbiasa hal memberitahukan keterlambatan dan alasan lainnya dianggab hanya bikin ribet, namun kalau kita telaah lebih dalam kita akan menemukan pelajara berarti yang bisa kita petik. Pertama dengan kita memberitahu/informasi hal itu mencerminkan sikap dan penghargaan kita pada diri dan orang lain. Kedua melatih diri tetap disiplin dan menjaga komonikasi secara baik satu dengan yang lain.

Mengapa harus ada apresiasi Musholla..? Pertanyaan tersebut menjadi sebuah jalan pembuka jalannya rapat dengan beberapa stakeholder. Kemudian ketua panitia memberrikan penjabarannya. Hal ini juga sempat menjadi pertanyaan saya mungkin muncul juga dibenak anda dan kita semua. Apa tujuannya dan manfaatnya. Pertanyaan mengapa harus ada apresiasi MusollaAward dan ICMI lagi yang melakukan. Bukankah ICMI itu cendekia harusnya konsen terhadap persoalan dan pembangunan SDM, Bukan soal fasilitas public seperti Musollaini. Biaklah, saya akan sedikit bercerita latar belakang mengapa ada, atau diadakan Mosollah Award oleh ICMI.

Pertama adanya Musholla Award ini adalah sebagai wujud kepedulian ICMI terhadap ummat. Sekaligus mendorong pihak pengelola Musholla untuk memperhatikan dan memelihara tempat ibdah kaum muslim. Ini untuk semua tempat Musholla (Terminal, rumah sakit, hotel atau moll dll). Alasan kedua karena konsumen terbesar di jawa Timur mayoritas muslim, dan ICMI merasa memiliki keterpanggilan untuk tahu dan mempertikan pelayanan public (Musollah) sebagai sarana ibadah kaum muslimin. Ketiga mendorong pihak pengelola (Terminal, rumah sakit, hotel atau moll dll) untuk senantiasa menjaga dan memperhatikan kesucian keindahan dan kenyaman Musollabagi kaum Muslimin.

Baca Selengkapnya di sini..

Senin, 04 Juni 2012

POTONG JALAN, POLISI BERANG!!!

Ada cerita menarik, kemarin 4/06/2012 saya melanggaran lalulintas di Surabaya di jalan…., saat itu saya hendak menceput seseorang. Ternayata ada polisi, polisi itu masih baru sampai di tempat itu, dan akhirnya saya dicegat. Seorang  petugas “polisi” yang baru keluar dari mobilnya langsung menghadang saya. Dia mengangkat kedua tangannya untuk menghalangi laju motor saya, polisi itu berwajah gelab dengan tubuh agak kekar dengan memakai kaca mata hitam. Jalanan saat itu tidak terlalu ramai. Hanya ada dua pendendara motor yang berjalan seiringan dengan saya. Tapi kedua tidak melanggar lalulintas. Orang-orang yang ada di pinggir jalan dan toko memperhatikan saya. Penjual minuman yang biasa berjualan tepat ada di samping saya dengan jarak sekitar 3 m.

Semua pandangan mata tertuju pada saya. Sayapun tak kalah akal. Saat akan menghadang saya Polisi ini baru saja keluar dari dalam mobil berart Polisi ini membawa mobil bukan motor yang bisa mengejar ke jalan sempit. Jadi saya pun abmil inisiatif  dengan tidak menggubris dan mengganggab polisi itu tak ada. Walau polisi itu menghadang saya tetap menorobos. Sebuah pukulan mendarat di kepala saya. Untung saat itu saya pakai helem jadi kalaupun memukul saya yakin yang sakit ya tangan polisi. Memang saya tidak merasakan sakit apa-apa.

Dengan sedikit berdebar saya terus memacu kendaraan. Keputusan menorobos barisan polisi yang menghadang saya karena saat itu tidak ada polisi yang membawa kendaraan bermotor dan tidak mungkin mengejar saja. Sayapun memacu kendaran dengan sedikit cepat. Walau asumsi saya polisi tidak mungkin mengejar , saya tetap saja dekdekan. Jalanan yang sempit membuat saya semakin tegang, takut-takut polisi itu akan mengejar saja.

Setelah saya berhasil melewati beberapa kedaraan, saya sedikit lega. Sesekali saya menoleh kebelakang , dengan satu harapan polisi itu tidak mengejar saya. Dan benar memang  tidak ada polisi yang mengejar. Kejadian itu sangat menggelitik saya. Secara prosedur saya memang salah. Karena melewati jalan pintas. Tapi saya enggan berurusan dengan Polisi, berurusan dengan mereka pasti ribet, jlimatdan sok. Saya sangat tidak suka hal yang demikian.

Sedang dengan kelengkapan dan surat jalan lain saya  tidak  ada masalah. Tapi tetap saja saat itu dengan melewati jalan pintas saya salah. Beruntung tak harus mengeluarkan duit, hanya mengeluarkan sedikit panik. Berbeda dengan beberapa bulan yang lalu.

Pernah beberapa bulan yang lalu saya kena jegat polisi lantaran salah jalan juga. Walau lengkap tetap saja saya kena tilang. Saya yang agak keras membikin polisi agak marah “kamu ini, sudah salah masih mau melawan” tugas polisi dengan nada tingggi saat itu.

Sayapun sedikit menurunkankan tensi, pikir saya kalau saya bersitegang dengan polisi pasti bukan penyelesaian yang saya dapat. Sedang saya harus melakukan pekerjaaan lain. Saat itu saya masih belum tahu bentuk dan jenis surat tilang. Saya hanya melihat polisi mengisi sebuah fom. Kemudia polisi itu meminta SIM dan STNK saya. Saat itulah terjadi sebuah negosiasi.

“Ini bagaimana mau siding atau bagaimana” , Tanya polsi itu sambil melemparkan pandangannya ke arah pengendara yang lain. Di luar terlihat ada beberapa pengendara yang terkena tilang. Ada pengendara bermotor ada juga pengendara mobil. “gimana pak, masak saya harus ikut siding, bapak ngak baca ta saya dari mana” tegas saya agak kesel sama polisi. Polisi itu hanya memintal-mintal kertar formolir yang dipegangnya. Kertas itu bak senjata yang setiap saat dapat membuat saya mati kutu.

“Pokoknya saya ngak ingin sidang, saya ingin ini diselesaikan secara cepat saya ini masih ada banyak pekerjaan” ungkap saya pada polisi saat itu. “Iya itu gimana” polisi itu menanyakan balik pada saya. Saya semangkin jengkel dan ingin menendang polisi itu. “aduh bapak polisi ini bikin ribet saja, kenapa kalau minta aja” tukas saya dalam hati.


Beberapa orang yang terkena tilang memperhatikan saya yang sedari awal bersitegang dengan polisi. Kemudian polisi ini menyerahkan SIM, tapi STNK masih dipegangnya. “ hei kalau kamu tidak mau siding harus diwakilkan, kamu harus bayar Rp. 300.000,00”. Bisik polisi itu agak pelan kepada saya. Edan polisi ini, memang gampang uang Rp. 300.000,00 “ seru saya dalam hati. “Okeh pak gini saja” saya letekkan SIM saja di atas meja. Polisi kembali melihat SIM saya. Sayapun meraba dompek disaku celana. Dokpet yang biasanya gampang diambil dari saku, saat itu sulit seklait. Mungkin tidak rela isinya pindah ke tangan polisi.

Setelah bersusah payah akhirnya saya berhasil mengambil dompet di saku celena. Saya lihat-lihat mungki ada uang puluhan ribu, apes bagi saya dan untung bagi si polisi saat itu uang di domept saya adanya hanya lima puluhan dan seratusan ribu. Saya ambil satu lembar dan letakkan di atas meja. Polisi itu tidak langsung mengambil uang yang saya letekkan. Dia hanya melirik, bagai tikus yang sesekali siap memakan padi para petani. Walau saya sendirian saat itu, saya pun tak kalah gesit saya mengambil HP dan memfoto si Polisi denga fram uang di depanya. Polisi itu tidak sadar kalau dia difoto.

Sebenarnya saya melakukan pelanggaran lagi, iya dengan memfoto polisi saya sudah melanggar aturan, tapi polisipun melanggar aturan, heheh. Min+min kan …. Miniature… terabadikan deh ahahahhaah.

Uang Rp. 50.000,00 pindah tangan. Polisi akhirnya memperbolehkan saya meninggalkan ruangan yang sangat saya benci seumur hidup, juga polisi yang tak becus seperti mereka. Tak semua aturan harus ditaati, ada saat di mana harus dilanggar ada saat di mana mesti ditaati dan dijalankan. Barangkali itu yang menjadi perinsip polisi menerima uang Rp. 50.000,00, juga saya saat menerobos polisi yang mengdang saya. Heheheh. Tapi ini tidak untuk diikuti, ini hanya sebagai sebauh rekam jejak jelek. ehheheheh



Baca Selengkapnya di sini..

Sabtu, 02 Juni 2012

SILATURRAHIM ICMI ORWIL JAWA TIMUR KE PT. BEHAESTEX (BRAIN PT. BEHAESTEX : KERJA KERAS DAN KONSISTEN TERHADAP KUALITAS)

Tanggal 1 Juni 2012, Imail Nachu ketua ICMI Orwim Jawa Timur (beberapa anggota yang lain) bersilaturrahim pada Najib Abdurauf Bahasuan SE, (Bendahara ICMI sekaligus dirut utama PT. Behaestex).

Dengan menggunakan tiga mobil pribadi rombangan berangkat dari sekertariat ICMI Orwil Jawa Timur munuju Gersik (PT. BEHAESTEX), untung dalam perjalan tidak ada macet dan sekitar Pukul 13.30 rombangan dari ICMI tiba di PT. Behaestek, dan langsung disambut sendir oleh  Najib Abdurauf Bahasuan.

Setelah ramah tamah rombongan langsung solat asar berjemaah ke Musollah. Setelah selesai solat rombongan di arahkan pada salah satu ruang tempat pertemuan. Di dalam ruangan ini rombongan mendapatkan gambaran bagaimana sejarah perjalanan  PT. Behaestek, sejak awal hingga menjadi besar seperti sekarang.

Menurut Najib, untuk membangun usaha tidak harus diawali dengan modal besar, namun cukup dengan niat, kerja keras, ulet dan konsisten (kerja Iklas). Awalnya PT. Behaestek hanya Home Industri, namun dengan kerja keras dan semangat dari keluarga Abdurrauf Bahasuan yang ditularkan pada anak-anaknya menjadi besar seperti sakarang. “orang tua kami sangat teliti dalam hal kualitas produksi dan memiliki jiwa seni yang tinggi, sebelum ada alat modern seperti sekarang keluaraga menenun sendiri hingga larut malat dan kecapean” ungkap anak ke 9 dari keluarga Bahasuan ini.  Kamipun terus menjaga kualitas sebagaimana diwariskan oleh keluarga.

Ketua ICMI Orwil jawa Timur merasa banga saat memberikan sambutannya rautnya berkaca air mata. “Oleh sebab itu mari kita kirim fateha kepada Almarhum Abdurrauf Bahasuan ……” Ajak Ismail Nachu kepada semuanya.



 “Saya pikir ini sesui dengan semangat ICMI untuk menumbuhkan kesaudagaran. Kalau ibu Sirikit merasa tidak merasa punya model pengusaha… semuga suaminya… kalau “Kalau tdk kita yang menjadi pengusaha… semoga keturanan kita yang jadi pengusaha”  tidak anaknya atau menantunya, Santi juga jika memang punya semangat untuk  menjadi saudagar kenapa tidak.  Darah saudagar adalah darah Rasulullah, jadi menjadi saudagar adalah sebagain dari satu bagian sunnah” Ungkap Ismail Nachu.

“Saya sangat terinpirasi dari ungkapan dan semnagat keluarga pak Najib yang mengatakan bahwa semua kesuksesan BHS lantaran keluletan dan kekonsitenan dalam bahasa agamanya Istiqomah”, tambah ketua ketua Umum ICMI.

Semoga semngat bisnis yang dimiliki keluarga Abdurrauf Bahasuan menular kepada kita. Perlu saya sampaikan ICMI belum pernah soan ke Instansi pemerintah (Pak Karwo, atau wali Kota) tapi ICMI ke PT. Behaestex.


Saat ini PT. Behaestek menampung tenaga kerja kurang lebih dari 6000 seluruh Indonesia, itu tidak termasuk pekerja autsourcing. PT. Behaestek kini terus mengembangkan produksi, kini PT. Behaestek memiliki 6 prodak diantaranya, Sarung Sutra, Sarung Tenun/TR, Baju Muslim, Songkok, Subaiyah dan kain Gengham.

“Saat ini export produksi PT. Behaestex ke Timur Tengah Yaman dan Arab mencapai 50%, dan insyaallah tahun inipun kita akan memasang Iklan di TV Malaysia dan bisa ada logo ICMI-nya” sambil tertawa.

Saat kerisis tahun 1997-1998 perusahaan sempat mengalami keterpurukan, tidak dapat memenuhi pasar. Ketidak terpenuhinya produksi lantaran keterbatasan mesin produksi yang mana pada tahun 1997-1998 hanya memiliki 1700 alat produksi. “namun kami berkeyakinan setiap ada masalah pasti ada hikmahnya di belakang”.

Kira-kira peluang apa yang bisa ditawarkan kepada atau teman ICMI untuk dijadikan bisnis, atau bisnis apa yang akan diberikan oleh PT. Behaestex untuk kami”. Tanya salah satu rombongan. Kemudian Najib memberikan jawaban, bahwa saat ini perusahaanya membidik beberapa segmen market/pasar diantara : Tradisional market (sudah berjalan) Modern Market (terus dikembang) dan Institusional Mareket. Yang institusional market inilah kami mengganding beberapa instansi seperi Pesanren dan BUMN.



Setelah selesai mendengarkan pemaparan sejarah PT. Behaestex dan Tanya jawab, seluruh rombongan keluar ruangan untuk menuju tempat produksi, setip peserta dikasih masker dan penutup telinga. Setelah selesai melihat proses produksi hingga finising rombongan berfoto bersama di depan Kantor dengan loga PT. BEHAESTEK.
Baca Selengkapnya di sini..