"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Senin, 06 Juni 2011

NAPAK TILAS II (Alur Pilu)

Selulus SD saya melanjutkan ke MTs Al-In'am salah satu pesantren terletak sekitar 800 m dari rumah tempat saya tinggal. Saya bukan termasuk anak pandai yang sering mendapat rengking kelas. Strandart kemampuan saya di bawah rata-rata. Tapi saya pernah mendapat juara 1 di kelas, setelah itu tidak pernah. Kebiasaan saya berhayal dan bermimpi setinggi-tinggi-nya. Belum lulus MTs saya bermimpi bisa melanjutkan ke SMA/MAN.

Ada peristiwa yang sempat membuat saya teroma semasa saya sekolah di MTs. Saya terancam dikeluarkan lantaran sebuah tulisan. Saya menulis sebuah pribahasa madura yang ditaruh di dinding sekolah. Pribahasa Madura itu kurang lebih bunyi-nya seperti ini :

Mon guruna akemmi Manjeng je' heran moredda akemmi sambik buru, (Guru Kencing berdiri murid kencing berlari)

je' amain apoi matak ma'anna lobe (Jangan Main api bair tidak kena panas)

Itulah sebagian pribahasa Madura yang sempat ditempel di MADING sewaktu di MTs. Karena tulisan di Mading saya hampir dikeluarkan dari sekolah. Saya ingat peribahasa yang ditempel di MADING itu masih diperjelas dengan penegasan arti. Sesuai konteks permasalahan yang ada di sekolah. Pada saat itu salah putra pengasuh jatuh cinta dan hendak melamar teman saya, tapi lamaran ditolak, karena ditolak mereka kawin lari. Saat ini teman saya itu sudah punyak anak dan alhamdulillah rukun bisa diterima.

Kasus demi kasus banyak dialami semasa di MTs saya pernah bertengkar mulut dengan putra pengasuh lantaran baju tidak dimasukkan kedalam celana, baju saya mencoret. Sebenarnya kesalahan itu terjadi lantaran ada teman yang mengadu ke pihak dalam “anak pengasuh” Ismuddin anak lugu dan polos itu yang melaporkan baju tidak dimasukkan. Pada saat itu jam sekolah hampir selesai, dan kebetulan jam kosong dan saya maju menggantikan jam guru yang kosong saat itu. Saat terjadi adu mulut antara saya dengan anak pengasuh saat teman-teman terdiam.

Pada peristiwa lain waktu itu saya tidur di kelas. Ah ternyata teman saya ramai dan mengganggu tidur saya. Saya langsung melabraknya, dan Ia tidak terima mau memukul, saya pun menyambut pukulan dari teman saat itu dan memukul balik. Suasana kelas gaduh, keributan yang terjadi di kelas sampai kedengaran ke Kantor Guru. Saya juga teman dipanggil menghadap ke Kantor. Dengan santai saya menuju kantor, “entar paling dikasi Kopi” ungkap saya pada teman-teman yang perhatikan saya. Setiba di kantor saya dilabrak sama anak pengasuh, saya pun diam saja.

Saya juga seperti anak-anak yang lain, punya perasaan ingin disayang juga ingin menyaingi. Pada masa Mts saya mulai merasakan rasa suka terhadap wanita. MTs merupakan moment yang indah. Di MTs ini-lah cinta pertama saya bersemi. Saya jatuh cinta pada seorang perempuan juga teman saya. Vani nama itu akan tetap saya ingat. Terimakasih karena kamu telah mengenalkanku pada arti cinta.

Sewaktu di MAN, saya tidak memikili kisah cinta yang menarik untuk diceritakan, bahkan di MAN boleh dikatakan awal basis perjuangan untuk kemanusian dan diri. Di MAN saya aktif dikegiatan Pers sekolah Madaniah. Pada majalah ini saya mengisi beberapa artikel. Saya pun belajar jurnalis dan cara berwawancara. Setahun lebih saya aktif di Majalah sekolah, saya maju menjadi Ketua Osis 2006, di MAN. Sementara di luar sekolah saya aktif di dua kegiatan IPNU (Ikatan Pelajar Nahdatu Ulamak) dan PII (Pelajar Islam Indonesia). Setelah lulus MAN saya melajutkan studi ke Universitas Islam Negeri Malang. Harapan saya bisa mendapat beasiswa, namun kenyataam berkata lain saya sekarang harus ambil cuti pada semester VIII.

Ada beberapa alasan kenapa saya memutuskan cuti. Keronologi seperti ini : waktu saya ada di Malang Ibu menelpon, saya diminta pulang dulu. Saya memang jarang pulang. Bila teman-teman suka menghabiskan liburan bersama keluarga saya lebih suka di malang nimbrung bersama teman. Ketika ibu menelpon dan meminta saya pulang, perasaan saya tidak enak. Ibu tidak banyak cerita ia Cuma meminta pulang “kalau kamu tidak ada kuliah “libur” kamu pulang dulu, ayah-mu sakit”.

Saya pun pulang. Waktu perjalanan pulang kakak menelpon, nadanya sama dengan apa yang Ibu. Ayah sakit, katanya sudah lebih satu minggu. Persaan saya semakin tidak enak. “ngak biasanya ada telpon sesering ini dengan satu informasi yang sama. Akhirnya saya bilang bahwa kini dalam perjalanan pulang. Dalam keadaan yang tak tentu saya memanjat doa pada yang di atas, “Tuhan lindungilah hamba dan keluarga di rumah......”.

Saat saya di kapal laut, pikiran sungguh tak menentu “takut terjadi apa-apa dengan ayah”. Di Kapal saya melihat begitu banya orang. Saya pun berpaling dari kerumunan orang, menuju pinggir kapal, dengan harapan dapat meredakan pikiran yang tengang. Hempasan angin laut menyapu wajah. Rambut pun acak-acakan. Tatap saya kosong menorowong luas pantai. Sesekali ombak mengguncang kapal yang saya tumpangi. Sambil menatap ombak yang saling berkejaran saya menghela nafas, “Tuhan hamba menyerahkan semua pada-Mu, tentu apa yang engkau rencanakan terhadap hamba juga keluarga baik adanya”. Tanpa disadari Kapal mulai merapat ke pinggir Pantai.

Tidak ada komentar: