"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Kamis, 16 Juni 2011

NGIN-TANG-NGIN : KESURUPAN

(Sebuah Kisah : Prosesi Adat “Kurban” Pada Saat Kematian)
“Bila di satu kampung menyembelih “berkorban” Sapi/Kambing, maka harus “wajib” memasang onggeen (sebuah sesajian lengkap) pada beberapa makan/kuburan tua”

Saya sering menjumpai orang kesurupan. Di indonesia orang kesurupan bukan hal yang baru. Anak sekolah dan mahasiswa pun pernah kesurupan. Konon kesurupan terjadi pada orang yang lemah mental dan labil. Saya tak sepenuhnya percaya terhadap asumsi “orang yang lemah mental dan labil mudah kesurupan”. Kesurupan merupakan peroses  menyatu-nya mahluk gaib pada tubuh seseorang. Orang yang kesurupan biasanya tidak ingat pada lingkungan juga orang terdekatnya.

Di kampung Ada teradisi yang unik. Apa  bila ada orang meninggal dunia "kifayah" maka akan ada dan banyak orang yang menginap setiap malam-nya. Konon menginap merupakan salah satu bentuk bela sungkawa. Selain itu menginap pada orang yang keluarganya meninggal dipandang sebuah penghormatan “untuk mengguragi beban atau teroma ditinggalkan mati”. Peroses semacam ini terjadi tujuh hari berturut-turut semenjak kematian.

Dalam teradisi menginap itu ada istilah ngin-tang-ngin. Ngin-tang-ngin (bergadang semalaman sambil cerita-atau bermain domino) ini adalah lain dari ronda malam. Maklum pada sesi kematian banyak barang barang berharga yang ditaruh di luar. Seperti alat masak dan beberapa alat dapur lainnya. Dulu sebelum jaman kemerdekaan konon sering terjadi pencurian pada saat ada kematian. Orang yang iseng biasanya mengambil alat-alat dapur (piring, gelas, cangkir, dan alat-alat memasak dan yang lain).

Pada acara Ngin-tang-ngin biasanya diisi dengan permainan domino “cos”. Dalam setiap kelompok main terdiri dari empat orang. Yang kalah dikenakan hukum mengelut kartu dan duduk jongkok. Jika tidak paham pada permainan ini maka anda dipastikan akan kapok kena hukum duduk jongkok semalam suntuk.

Permainan domino “cos” berlangsung hingga menjelang pagi, tergantung ketahanan dari masing-masing lawan itu sendiri. Oya yang lazim bermain domino “cos” hanya para remaja laki-laki atau orang tua. Sementara perempuan menjaga atau tidur di dekat peralatan dapur. Acara semacam ini akan gampang ditemui di kampung terutama kampung saya di Desa gapura barat III.

Pada hari keenam tepat malam ketujuh kematian Om (saudara ibu), Embak (Zehma) saudara perempuan ibu mengalami kesurupan. Saat itu saya sendiri baru selesai bermain domino “cos”, perkiraan pukul 01.30. Sadik selaku mantu cucu dari al-marhum H. Rafi'i mendengar dengkuran keras dari arah samping kanan rumah.

Penasaran pada suara dengkuran yang keras itu Sadik pun mencari arah sumber suara. Setelah tiba dia melihat Embak tengah mendekur keras. “wah ternya nenek Zehma lagi ngingau” kata Sadik pada orang yang sedang terdidur. Sadik mengira Embak sedang mengingau. Ibu yang juga ada di tempat tak jauh dari tempat Embak menyuruh Sadik untuk dibangunan. “dik... bangunkan tidak biasanya Embak tidur sampai mendengkur seperti itu” kata ibu pada Sadik.

Pada saat Embak hendak tidur Ia memilih tidur di tengah di sebuah amperan samping rumah menjaga alat-alat kelengkapan dapur. Di samping tak jauh dari tempat tidur sebuah tumpukan beras sedekah dari para pelayat. 3 m dari tempat tidur Embak terlihat sesajian yang membeku. Daging paha sapi tergelantung pada sebuah peyangga dapur.

 Menurut Sadik badan Embak kejang-kejang. Gigi-nya gemeretak, dari mulutnya mengalir darah segar. Saat dibangunkan tak juga sadar “terbangun”. Sesaat badan Embak terangkat dan berdiri setelah itu jatuh. Tangannya mengepal keras. Sementara mata-nya berpijar-pijar tapi tak ada penglihatan. Setelah beberapa saat tak juga sadar keadaan menjadi keruh. Tangis pun tak dapat tertahan dari dua wanita bersaudara. Semua yang hadir pun tak banyak bicara mereka hanya diam dalam kebodohan masing-masing.

“ayo kamu ingat... jangan seperti ini, semua orang meng-hawatir-kan-mu. Semua orang memang akan mati tapi jangan seperti ini. Lihat aku lihat ponakan dan saudara-mu kamu ingatkan” kata ibu sambil membalut air mata. Sementara saudara ibu sambil memangku kepala Embak yang tak juga sadar terus memberi semangat dan mendorong agar cepat ingat.

Suasana Ngin-tang-ngin malam itu sedikit terganggu. Semua orang datang berkerumun. Mak di desa ada suara gaduh sedikit maka seabrek orang akun jatuh ruah. Dari sekian orang yang datang memberi argumen dan pendapat

“barangkali kesurupan, atau kesusupan. Jangan-jangan ngak menaruh ongge'en” kata salah satu pelawat.
“Sudah kok” kata tuan rumah

“Barangkali ada yang terlupakan ” sambung yang lain.
“Ketinggalan apa sih, wong ngak buat olahan yang beraneka” jawab tuan rumah
Dialog seperti itu terus mengalir dan tak ada titik temu. Sementara keadaan bak semakin memperihatinkan. Kemudian ada orang yang ingat bahwa pada saat pemotongan Sapi yang ke-dua tak ada atau tidak mempersembahkan ongge'en. Kemudian ada sebagian yang lain yang melihat ada yang buat sate sementara pada prosesi ongge'en tidak disertakan. Semua berkesimpulan bahwa itu merupakan kesalahan “kesurupan” lantaran tak ada sesembahan pada sesi pemotongan sapi saat itu.

Akhirnya tuan rumah memberikan dan menyajikan sesajian ulang. Dan setelah prosesi itu selesai keadaan Embak pun berangsur-angsur membaik. Saat ditanya apakah sudah sadar iya pun menjawab dengan lancar. Kini ia hanya tinggal merasakan letih dan kepayahan karena saat kesurupan sering berontak dan membanting-banting diri.

Maraknya orang kesurupan menjadi celah bisnis yang potensial di negeri ini. Maka tak heran bila beberapa media TV sengaja mengangkat dunia mistisme (semacam alam gaib). Bagi sebagian orang hal itu tak masuk akal dan lelucon saja. Saya tak sepenuhnya menyalahkan orang yang tidak percaya pada hal mistis. Barangkali mereka belum pernah merasakan bagaimana rasa-nya kerasukan mahluk ghaib.

Tidak ada komentar: