"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Rabu, 29 Juni 2011

MENGELOLA ORGANISASI DENGAN KETELADANAN

Suara gagap gembita dalam kebersamaan, selamanya akan menjadi sebuah ihwal yang indah dan tidak akan terlupakan. Namun rotasi waktu juga harus bergulir, maka ia pun harus tetap pada porsinya al-insaniah. Sebagai insan yang memiliki kemampuan “nalar” berfikir---menganalisa. Nalar itu penting agar kita tidak akan terjebak dengan ritual mekanistik. Kedewasaan harus terus diasah dan dibangun sebagai wujud keteladanan. Secara fisik kita tidak lagi bersama dan bisa bercinta atau saling memaki seperti dulu, anggaplah itu kenangan.

Aku tidak perlu membela diri atas segala kelalaian. Tapi aku juga tidak ingin berdiam diri terpuruk dalam kepekatan, jika satu kecaman menyatu hati dan melukai tentu akal masih bisa bernalar, namun jangan sampai kita jatuh pada klaim-mengklaim yang sumir, tidak bersama bukan berarti dia tiada. Tidak menyumbang bukan berarti tidak dermawan. Tidak mengawal bukan berarti pembangkang. Lihatlah semua itu sebagai pendewasaan yang harus dilampauwi.

Jangan mengklaim diri kita paling berpegang pada prinsip nurani sebelum kita tahu prinsip dan subtansinya, tentu kita tidak perlu beradu argumentasi mencari makna apa itu nurani dan tidak harus mencari referensi dan relevansi di buku atau rak sejarah kita berdiri. Bukankah apa yang tertulis di buku sejarah --- sesuatu yang dikonsepsikan telah kehilangan subtansinya sebelum matahari tenggelam. Nurani itu bukan untuk diperdebatkan.

Dulu kita sering ber-argumentasi dan saling klaim-mengklaim diri dan apa yang kita lakukan paling benar. Bahkan kita menjadi manusia yang unik di kalangan komonitas yang digeluti. Tidak jarang pandangan dan pertanyaan-pertanyan tertelan ditenggorokan antar teman, kok seperti itu. Namun kita menikmati dan menjadikan hal itu semua sebagai sebuah idealitas yang harus dipertahankan. Kita tidak pernah terpaku pada konsep apa pun, bahkan kita sengaja mendobrak benteng kultur, walau kita juga sering terjebab dalam kultur itu sendiri.

Tapi perlu kita ingat kebesaran Organisasi bukan pada nama---orang-orang yang di dalamnya, tapi pada apa dan karya yang ia persembahkan pada pablik. Kepiawayan mengelola organisasi tidak terletak pada keharusan dia dapat memanfaatkan banyak-nya anggaran, hingga kita mengmar'ab data dengan segala cara. Keutuhan dan kebersamaan dan keterbukaan (transparansi) adalah keharusan yang musti dipegang teguh. Stedment kita tidak perlu popularitas anggaplah hal itu sikap dan idealitas yang ideal bagi kita. Tapi jangan menutup mata, popularatis yang elegan dan berwawasan juga sangat diperlukan dan kalau perlu populer itu bahkan wajib.

Jangan kita menjadi pahlawan kesiangan di tengah banyaknya kasus yang tidak mampu kita baca. Jangan pula kita terpaku pada kekeritisan yang tidak bertaring hingga kita buta dan menafikan fakta. Kenapa kita sering lalai menggali fakta ??? dan tidak jarang kita memanipulasi diri demi eksistensi. Kelalaian dalam berorganisasi itu dapat dilihat dari beberapa indikator, pertama putusnya regenaresi, kedua kurangnya pembinaan di intern, ketiga pragmatisme kepeminpinan.

Ketiga persoalan harus dipecahkan dan segera dicairkan. Ungkapan “tidak butuh banyak orang” harus dibuang di keranjang sampah. Ingat roda organisasi harus berjalan terus. Maka regenerasi perlu dan wajib hukumnya. Bagaimana supaya regenerasi itu berjalan baik, pertama pendampingan dan pola komonikasi harus dibagun dengan baik. Jadikan organisasi sebagai kebersamaan “dengan tetap mempertahankan mutu dan idealismenya”.

Kedua pembinaan yang harus ditingkatkan di dalam intern itu sendiri. Bagaimana supaya pembinaan dapat berjalan baik dan menghasilkan kualitas seperti yang diinginkan. Kalau di dalam mekanisme pendidikan kita mengenal Rancangan Program Pembelajaran (RPP) maka di dalam organisasi harus ada rancangan, yang selanjutnya disebut Rancangan Progam Organisasi (RPO), setelah itu lakukan evaluasi sejauh mana program telah berjalan dan mampu diserap oleh anggota. Di sinilah evaluasi perlu dan wajib dilakukan, selanjutnya lakukan Evaluasi Progran Berkala (EPB) satu minggu sekali, atau bisa satu bulan sekali.

Ktiga Kepemimpinan, seorang pemimpin yang baik adalah ketika ia mampu memberikan sebuah ketenangan di dalam organisasi, menciptakan pola integrasi yang baik, komonikasi dan menjauhkan kepentingan pribadi dan mendahulukan kepentingan umum organisasi khususnya. Percayakan tugas pada setiap komponen, jangan sok mengatur. Maka dalam hal ini pola komonikasi merupakan kunci dalam menjaga dan melestarikan keutuhan organisasi.

Maaf-maaf jika sok menggurui tapi demi kebaikan dan utuhnya organisasi kukira hal itu penting dibagun dan dilaksanakan. Kita tidak harus selalu berdampingan dan berpelukan mesra dalam membangun organisasi. Pada saat tertentu kita harus melakukan pendewasaan dan bagun di atas kaki kita sendiri tanpa ada yang mengomandoi. Tapi bukan maksud untuk bebas tanpa batas, karena kebutuhan hidup satu hal yang tidak dapat kita nafikan maka kita harus memilih.

Jangan kita menilai etika dan kepantasan orang di luar kita, pertanyaannya apakah kita sudah beretika pada orang tersebut. Jangan-jangan kita tidak lagi memegang etika dan acuh terhadap kepantasan “etika”, untuk apa menuntut orang untuk beretika. Etika itu seperti apa sih ? anggap seseorang itu tidak beretika kemudian ia harus dibuang dari ceruk terdalam, apakah yang dapat kita peroleh dari sikap dan penilaian tersebut.

Tidak ada komentar: