"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Rabu, 30 Mei 2012

FATMIATUN NUFIANAH DALAM SUNYI

Ada sebuah buku tipis tergeletak di atas Meja. Warna yang mencolok sempat mengundang perhatian. Saya coba mendekati. Pasti Buku Puisi, mengingat teman saya Fausi senang dengan puisi. Bahkan beberapa sebelumnya sempat saya ajak jalan-jalan ketoko buka di Surabaya diapun membeli buku kumpulan puisi. Fauzi memang sangat menyenangi puisi bahkan saat SMA dulu dia pernah belajar bagaimana merangkai puisi. Mulai menentukan tema, rima dan pilihan-pilihan kata lainya.

Berbeda dengan saya dulu,  dan biasaya saya sering menikmati siaran sastra di Nada FM Sumenep salah satu Radio Swasta yang memiliki kepedulian terhadap sastra utamanya belantika puisi. Biasanya siaran sastra “Sastra Udara Nada FM” mengudara minggu malam sehabis isya’.

Saya menduga buku dengan warna mencolok di atas meja itu merupakan buku baru, kapan beli, seingat saya kemarin dia tidak membeli buku dengan warna seperti itu. Apakah dia pergi sendiri saat saya tidak ada di Surabaya, ah itu tidak mungkin. Sambil diliputi pertanyaan dan penasaran saya jamah buku itu, benar saja buku ini merepuakan kumpulan puisi. Setelah tahu buku itu kumpulan pusi saya taruh lagi di tempatnya.

Di ni hari sekitar pukul 00.13 m buku dengan warna mencolok itu tergeletak di samping teman saya yang tengah pulas tidur. Sambil rebahahan saya meraih buku kumpulan puisi itu, awalnya saya ingin tahu siapa penulisnya. Saya buka ternyata pada halaman pertama setelah sampul di bawah judul tertulis Antologi siswa-siswi Al-in’am. Sayapun mengubah posisi yang awalnya rebahan dengan terlentang ke posisi tengkurap. Saya buka halaman-demi halam. Susunan redaksinya saya perhatikan. Pengantar Antplogi Puisi ini oleh Rahbini saat masih menjadi Kepala SMA, dan puisi pembuka oleh  Abd. Rahem Kepala  MTs. Al-in’an.

Saya tidak sampai menuntaskan membuka lembar-lembar, buku saya tutup dan kembali mengamati judul buku tersebut “Salam Rindu Kidung Malam”, saya bertanya pesan apa yang  hendak disampaikan oleh penyunting  pada pembaca. Saya mengulang-ulang membacai kalimat “Salam Rindu Kidung Malam” entah sampai berapa kali kalimta itu saya ulang, hanya ingin menangkap pesan. Tapi tetap saja saya dengan keambinguan yang sangat. Biasanya sebagaimana buku-buku pada umumnya judul itu setidaknya mampu mereduksi isi dan mengkontruksi mempaca untuk melangkah jauh (ketertarikan). Kalau tidak melihat lebel lebaganya saya tak menangkap kesan apapun dari judul “Salam Rindu Kidung Malam”, selain keambiguan.

“Salam Rindu
Kidung Malam”
Sebuah Antologi puisi Siswa-siswi Al-in’am

Kalau mengamati judul “Salam/Rindu/Kidung/Malam” masing-masing kalimat bisa berdiri sendiri seperti : Salam, Rindu, Kidung dan Malam dimana kesemuanya tak berobyek. Siapa yang bersalam/menitip salam, siapa yang rindu/dirindu, kidung malam bagai sajak yang tak bertuan. Kata salam mestinya diiringi subyek dan obyek, sementara dalam kalaimat Salam Rindu Kidung Malam, siapa yang merindukan kidung malam..? entahlah.

Saya bukan pengamat sastra dan tak tahu sastra, tapi saya senang menikmati puisi. Jadi bila saya mengatakan tak mengerti terhadap judul dan pesan yang hendak disampaikan, itu semua lantaran keterbatasan saya. Namun Di balik tidak bisaan saya menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh penyunting  dari buku yang berjudul Salam Rindu Kidung Malam, saya mengapresiasi pada siswa-siswa Al-inam dan terbitnya buku tersebut, ada semacam giroh dalam untaian kata yang saya sendiri tak bisa untuk itu. Proses kreatif yang elegan natural dan mencerminkan lokalitas pingiran.

Walau saya senang menikmati puisi tapi saya termasuk malas membaca puisi, saya lebih suka menikmati dengan cara mendengarkan. Saya hanya sempat mengamati sampul dan membaca judulnya saja. Setelah saya membuka lembar-demi lambar saya menjumpai nama Gapura Barat di bawah catatan puisi tersebut. Sayapun melihat dengan teliti dan membacai-nya, ternya penulis ini seorang perempuan Fatmiatun Nufianah. Perempuan ini seperti memberikan oase baru atas kekecewaan saya terhadap kultur di Desa. Sebuah oase digurun gersang.

Puisi yang ditulis oleh Fatmiatun Nufianah diantaranya ialah : Saat Bersamamu, Kini Tinggal Kenangan dan Pasrah, saya bertanya-tanya siapakah Gadis ini, pikiran sayapun langsung menerawang pada beberapa sosok perempuan di kampong saya. Saya berfikir anak ini memiliki potensi dan kekayaan instuisi yang jarang dimiliki orang. Anak ini berani mengungkapkan kegelisahan dan kecemasan yang bergulat di dalam jiwanya. Dan bila anak ini mendapat bekal keilmuan yang cukup dan pendidikan memadai maka akan tercipta satu lingkungan dialogis, konstruktif dan imajinir.

Siapakah Fatmiatun Nufianah pertanyaan itu belum terpecahkan. Mengapa saya tiba-tiba peduli, mengapa saya sampai bersemangat menyusun retakan kalimat ini.  Entahlah, yang pasti saya tak punya hasrat untuk menguasi, apalagi memperistrikan sebagaimana tradisi yang ada tidak ke arah sana. Seperti yang saya kemukakan di atas, anak ini bisa menjadi contoh yang baik bagi lingkungannya.

Bicara lingkungan saya merasa sedih, sedih melihat anak-anak yang mestinya menikmati dunia pendidikan harus berjibaku dengan tugas kerumah tanggaan “nikah dini”. Sehingga tak jarang sambil sekolah ya yambi suami. Utamanya SMA (Swasta). Melihat realitas itu saya merasa terpukul ada semacam ketidak relaan. Haruskah generasi emas itu layu dan gugur sebelum waktunya. Haruskah generasi harapan bangsa dan warga ini hilang harapan dan cita-citanya demi memenuhi kultur dan hasrat orang tua.

Saya tidak tahu apakah Fatmiatun Nufianah sudah dinikahkan sebagai terjadi pada perempuan-perempuan yang lain di kampung saya. Kalaupun dia sudah menikah semoga keberlangsungan pendidikannya terjaga dan suaminya memberikan ruang sebagaimana harusnya.  Dan bila Fatmiatun Nufianah masih belum menikah saya menyarankan “teruslah engkau bergelut dengan duniamu, raihlah mimpimu, patahkan segala asa dan jadilah engkau kartini di masa depan”.

Dalam beberapa kesempatan mengobrol dengan para orang perempuan saya selalu menekankan pentingnya pendidikan tak terkecuali perempuan. Bahkan saya memberikan satu stimulus bahwa perempuan itu sejajar dengan laki-laki kalau perlu melebihi “pendidikan”, karena perempuan akan menjadi Ibu dari anak-anaknya. Jika ibunya hebat pastilah anaknya akan hebat pula. Pengkotak-kotakan wilaya pada wilayah domistik : Dapur, Kasur dan Sumur, sudah bukan eranya lagi. Perempuan sat ini harus produktif, oleh sebab itu pendidikan harus menjadi prioritas utama oleh serluruh komponen.

Namun bila para orang tua dan tokoh masyarakat mengabaikan pentingnya pendidikan bagi perempuan dan lebih mengedepankan struktur social dan budaya, maka bukan tak mungkin harapan dan mimpi-mimpi Fatmiatun-Fatmiatun yang polos dan jernih hanya akan menjadi kidung sunyi.



Baca Selengkapnya di sini..

Minggu, 27 Mei 2012

LADY GAGA(L) KONSER (Epesintrum agama, bisnis dan kealpaan Negara)

Akhirnya promotor Lady Gaga membatalkan konsernya ke Indonesia. Keputusan pembatalan konser itu diambil kerena faktor keamanan.

Batalanya konser Lady Gaga ini tak lepas dari desakan sebagian golongan agama “islam” yang menolak kehadiran Lady Gaga ke Indonesia. Golongan Islam yang menolak kehadiran Ledy Gagaga ke Indonesia beranggapan dalam setiap pentasnya Lady Gaga sering menampilkan aurat dan menampilkan tarian-tarian fulgar, bahkan mereka yang menolak berpandangan kahadiran Lady Gaga akan “mengancam” merusak moral muslim dan remaja bangsa Indonesia.

Benarkah kehadiran Lady Gaga ke Indonesia sebegitu membahayakan dan akan mengancam moral bangsa “islam”..?  apakah belakangan ini public dan golongan yang menolak kehadiran Lady Gaga tidur dan sekarang baru sadar dan teringat akan moral. Lalu bagaimana dengan penampilan music di negeri sendiri yang sering mempertontonkan tarian-tarian erotis, mengapa mereka absen mengapa mereka tak bersuara.

Mangapa publik baru mempunyai kesadaran dan kepedulian terhadap moral, saat akan ada konser Lady Gaga. Kecemasan oleh sebagian golongan “islam” ini berbeda dengan pernyataan Ketua NU Syaid Agil yang menegaskan “Walau ada konser satu juta Ledy Gaga tidak akan berpengaruh terhadap moral dan akidah warga Nahdiyin”.

Jika moral golongan itu yang merasa terancam atas kedatangan Lady Gaga ke Indonesia mengapa harus membawa ummat yang lain, karena saya sebagai ummat muslim tidak pernah merasa terganggu dan sebelumnya saya tak tahu bagaimana Lady Gaga dan gayanya itu. Namun pemberitahan dan pertentangan akhirnya mendorong diri untuk mencari tahu.

Saya menangkap ada hal yang paradok atas gagalnya konser Lady Gaga, diantaranya kegilisahan “ketakutan” sebagian golongan yang terlalu berlebihan dan hal itu menunjukkan sikap paranoid mereka.  Publikpun dibawa dalam arus senggeta moral baik-baruk. Publik yang awalnya tidak tahu apa dan siapa Lady Gaga akhirnya penasaran ingin tahu. Orang yang awalnya abai dan tak tahu menahu soal Ledy Gaga merekapun menerobas cara dengan akses informasi melalui internet.

“Jangan-jangan penolakan atas kedatangan Lady Gaga, sama dengan kasus fatwa larangan rokok”, Tuhanlah yang tahu niat dan kebenaran atas penolakan Lady Gaga.
Benarkan penolakan konser Lady Gaga ke Indonesia semata-mata dorongan moral dan semangat dakwah. Atau ini ada sebauh permainan dan persaingan bisnis di balik gagalnya konser itu sendiri. Jika ini adalah persaingan bisni mengapa yang muncul ke publik adalah pertentangan moral, mengapa pertentangan itu harus dibungus pula dengan legitimasi keyakinan “islam”. Atau jangan-jangan golongan yang selama ini menolak keras terhadap konser lLady Gaga sebuah pesanan, yang memanfaatkan celah moral dan agama.

Jika ada sebagian orang menganggab dan menilai konser Lady Gaga ke Indonesia sebagai ancaman terhadap moral agama dan bangsa, hal itu terlalu berlebihan, karena kegaduhan atas konser Lady hanya terjadi di dekat  pusat kekuasaan sementara di lainnya tidak demikian dan  mana mungkin konser lady yang hanya semalam dapat merusak moral “aqidah” agama dan bangsa, secara logika awampun isu moral itu tidak masuk akal.   

Menarik apa yang dikatakan oleh ketua NU “Walau ada konser satu juta Ledy Gaga tidak akan berpengaruh terhadap moral dan akidah warga Nahdiyin” saya pikir ungkapan ini bukan semata ingin cari sensasional atau ingin popular di publik, terlepas ada prokontra atas stedment ketu NU seharusnya ummat dan golongan yang lain dapat melihat dan menilai sesuatu tidak hanya pada tataran kontek dan teks itu sendiri, harus ada pembelajaran teladan keummatan. Ketua NU telah berhasil memberikan satu oase pemikiran yang koheren dan bijak.

Rakyat Indonesia yang mayoritas muslim bukan berarti bebas melakukan tindakan berbuat anarki dan perusakan, sebagaimana terjadi belakangan ini “dengan dalih agama dan moral”. Yang mayoritas tidak berarti harus menjadi Tuhan atas yang lain, yang mayoritas bukan berarti punyak hak untuk memproduksi moral atas yang lain, harusnya kita mengacu pada konsep dan atruan konstusi kita yaitu ke-binika-an.

Saya kurang sependapat dengan ungkapan Bung Roma Irama yang menilai konser Lady Gaga dari sudut pandang agama dan muslim yang mayorita, “kita ummat islam adalah mayoritas tentu mereka yang akan datang ke sini harus mengikuti kultur dan budya kita” (dalam dialog di metro TV). Memang dalam islam setiap aturan sudah sangat jelas terutama soal aurat. Namun apa relevan konser Lady Gaga dengan konsep aurat yang notabeni adalah prodak hokum islam, bukankah Lady Gaga bukan muslim apakah dia akan kita paksa berjilbab dan memakai burgah. Saya pikir para pendakwa moral itu harusnya bersikap fair sesuai koridor yang ada bukan dengan melakukan ancaman. Artinya apa, mereka yang tidak senang dan merasa terganggu dengan konser jangan hadir-melihat, penyeleksian semacam ini lebih ideal dan tak membikin publik bising.

Alangkah sejukkan bila semua muslim dapat memberikan jaminan aman atas jalannya konser tapi tetap dengan catatan. Bukan seperti yang sering kita dengar “ancaman dan kekerasan”.

Negara sebagai pelindung atas hak-hak warganyapun jarang dan lebih sering tak hadir, semisal dalam kasus gagalnya konser ini Negara seperti tak berdaya, Negara larut dalam hiruk pikuk ancaman yang sangat bias. Lihat saja, kekerasan karena faktor agama di Negara ini sering terjadi dan lagi-lagi negera tak hadir. Kemarin kekerasan dan perusakan terjadi saat bedah buku Irsyat Manji.

Ummat islam yang mayoritas harusnya tak menjadi momok atas warga yang minoritas, karena bila itu terjadi “dan sering terjadi” hal itu telah bertentangan dengan nilai-nalai  islam itu sendiri (islam rahmatanb lil alamin). Nilai agama harusnya menjadi episentrum yang mengayomi dan melindungi atas segala hal, tugas dakwa bukan menakut-nakuti tugas dakwa hanya member tahu, sedangkan hidayah tetaplah ada pada otoritas Tuhan itu sendiri. Bukan pada kelompk dan golongann “manusia”.

Baca Selengkapnya di sini..

Rabu, 16 Mei 2012

KARTINI DARI PASURUAN

Pada tanggal 21 April 2012 yang lalu, saya berkesempatan menghadiri pengukuhan pengurus ICMI Orda Pasuran. Turut hadir dalam acara pengukuhan ataran lain pejabat teras dalam hal ini Bupati Pasuruan yang diwakili oleh Asisten I. Pengukuhan kepengurusan ICMI Orda Pasuruan dilakukan langsung oleh Ismail Nachu ketua ICMI Orwil Jawa Timur.

Pada acara pengukuhan kepengurusan ICMI Orda Pasuruan ada orasi ilmiah, yang dalam hal ini di isi oleh Prof. Imam Suprayogo Rektor Uin Malang sekaligus penasehat ICMI. Pada saat itu Imam Suprayogo memberikan kuliah umum “mengintegrasikan pendidikan, saint dan Agama”, yang selama ini telah dijalankan oleh beliau selama memimpin UIN Malang seperti sekarang ini.

Mumen pelantikan kepengurusan ICMI Orda Pasuruan termasuk istimewa, keistimewaan itu antara lain pertama Ketua ICMI Pasuruan adalah seorang perempuan, kedua pelantikan kepengurusan bertepatan dengan peringatan hari Kartini.  Dimana setiap tanggal 21 April publik diingatkan pada peran dan sosok Kartini, Ya Kartini sosok wanita yang berdarah biru ini diyakini oleh halayak sebagai wanita yang amat peduli terhadap sesamanya bahkan berani menggugat hak-hak yang memang harusnya dimiliki, seperti pendidikan dll.

Kepedulian Kartini terhadap kaumnya menjadikan dia dikenang sepanjang perjalan sejarah bangsa Indonesia. Kartini dikenal sebagai seorang perempuan yang kritis dan konsisten memperjuangkan hak-hak perempuan utamanya hak perempuan untuk memperoleh pendidikan.

Kartini memperjuangan hak perempuan ialah hak perempuan untuk mendapat kesempatan yang proporsional, seperti hak-hak perempuan dalam kepemimpinan publik, mengapa kepemimpinan?, karena dulu pemimpin identik dengan laki-laki hal itulah yang digugat oleh Kartini. Mengapa kepemimpinan sangat identik dengan laki-laki, mengapa perempuan terus dilemahkan baik secara kultur, budaya dan dilegitimasi oleh Agama. Gugatan itu dapat kita temukan dalam korespondensi Karti dengan teman-teman-nya di Eropa.

Sikap dan kepedulian Kartini yang tertuang dalam surat-suratnya pada teman-temanya dapat kita temui melalui di situs-situs, atau buku kumpulan surat kartini. Namun di sini saya tidak hendak membahas Kartini dengan perannya pada masa lalu, saya lebih tertarik melihat sosok wanita Sidoarjo dr. Wiwik wirnaningsi, MARS, yang didapuk menjadi ketua ICMI. Mengapa wanita yang dipilih menjadi ketua ICMI? Apakah tidak sosok lain selain perempuan. Saat itu saya melihat banyak diantara jajaran kepengurusan sosok laki-laki bahkan romo kia’i. Apakah ini merupakan satu babak baru. Apakah ini buah transformasi kepemimpinan baru, Apakah ini sekaligus sebagai penanda, buah keberhasilan perjuangan kartini.

Saya pikir saatnya kita memberikan apresiasi terhadap lahirnya Kartini-kartini modern saat ini. Apresiasi ini memang hal yang patut mereka peroleh dan apresiasi ini bukan atas dasar sikap iba dan mengasihani. Karena bagaimanpun penghargaan ini memang hak yang seharusnya mereka dapatkan. Kalau selama ini hak-hak itu sengaja dikubur dan seakan dihilangkan dengan alasan kultur dan budaya maka saya pikir kini saat yang tepat untuk menampilkan perempuan sebagai ikon perubahan.

Tentu kita masih ingat perdebatan kepemimpinan perempuan dalam konteks keindonesiaan, perdebatan itu mencuat ketika Megawati akan menjadi presiden RI. Prokontra kepimpinan perempuan hangat dibahas diberbagai media saat Mega akan didapuk menjadi presiden RI, ada yang mengklaim bahwa perempuan tidak boleh memimpin Negara karena bertentangan dengan Agama. Dalil-dalalil keagamaanpun mengalir seiring pemberitaan di media. Namun ada pemikir lain dengan cara yang lain,  yang tetap memperbolehkan perempuan menjadi Presiden.

Maka terjadilah perdebatan dalil antara kubu yang membolehkan perempuan menjadi pemimpin dan kubu yang tidak membolehkan perempuan menjadi presiden. Terjadilah perang ayat, seakan Agama pempermasalahkan kepemimpinan perempuan “ragu”, pada menurut saya cara pandang dan penafsir Agama itulah yang mempersempit ruang gerak dan Agama itu sendiri. Sehingga orang di luar islam menilai kok seperti itu ya islam. Islam yang rahmatan lil-alamin dan bagian dari solusi terkubur oleh persenggetaan dan perbedaan penafsiran.

Sebaik apapun perubahan pasti akan menimbulkan pertentangan “konflik”, begitulah bunyi teori sosial modern. Dan perubahan paradikma kepemimpinan perempuan puncaknya terjadi pada saat-saat Megawati akan menjadi Presiden. Dan setelah Megawati menjadi Presiden, perbedaan pandangan dan perang ayatpun mereda, maka saat itu kepemimpinan perempuan semakin mendapatkan legitimasi hukum Negara dan Agama.

Kontruksi pemikiran wanita yang hanya berperan di dapur, kasur dan sumur dengan sendiri tergusur oleh zaman dan peradaban. Maka saya pikir saatnya perempuan menjadi bagian dari solusi. Maka untuk itu keterlibatan perempuan dalam kancah kepemimpinan struktural dan non struktural harus tetap kita dukung.  Tentunya dukungan itu harus tetap mengedepankan pada sisi kemampuan dan skil dari tokoh itu sendiri.

Ketika melihat sosok Wiwik naik ke pentas dan memberikan jabaran-jabaran peran keorganisasian dalam hal ini ICMI saya melihat sebuah semangat kepemimpinan yang penuh kesahajaan. Memang Wiwik bukan satu-satunya wanita di kepengurusan ICMI banyak perempuan-perempuan yang andil dan ambil bagian untuk berjuang melalui organisasi yang bediri di Malang, sekita tahun 1990-an.  Sebagaimana kemunculnya ICMI ditengah pemerintahan represif sempat membawa peta perubahan pemikiran bahkan garis politik saat itu.

Karena pelantikannya bertepatan denga moment Kartini maka diapun sedikit mengulas bagaimana peran kartini dan cita Kartini dilihat dari prespektif ismlam. Menurut wiwik “Karni adalah seorang penganut islam sejati bahkan dia bisa dikatakan sebagai seorang perempuan yang khusnul khotimah”, ungkapnya.

Maka saat ini saya melihat sosok kartini yang nyata, kartini yang bukan dalam skop etalase sejarah, yaitu kartini era sekrang kartini yang dinamis itulah Karni Pasuruan. Ya wiwik secara tidak langsung telah menjadi representasi kekartinian saat ini, dia membawa dan memberikan satu resonansi kepemimpinan khususnya kepemimpinan perempuan. Melalui ICMI Ordara pasuruan Wiwik ingin menggembalikan hittoh perjuangan Kartini pada nuansa lebih dinamis dan konstruktif-agamis.



Baca Selengkapnya di sini..

Selasa, 15 Mei 2012

KEPALA DESA DAN POLISI KOMPAK MELANGGAR ATURAN

Pada tanggal 20 April 2012 kami warga (Dusun Paramaan, Desa Gapura Barat III Kec. Gapura Kabupaten Sumenep) digegerkan dengan penemuan mayat (Su’ewi : 60 th) yang juga sebagai warga di Dusun kami. Diduga Su’ewi tewas karena dibunuh. Selang beberapa jam semenjak penemuan, aparat dari Polsek Gapura Kec. Gapura datang. Mayatpun dibawa ke Rumah Sakit Daerah untuk keperluan penyidikan.

(Foto ini merupakan dukumentasi pribadi, Polisi ini merupakan polisi Surabaya)

Melihat kesigapan Polisi kami sebagai warga sangat gembira dan berharap pelaku pembunuhan segara tertangkap. Karena kalau tidak dikhawatirkan kasus serupa akan terulang.

Seminggu dari penemuan mayat, isu tentang pembunuhan ramai diperbincangkan oleh warga. Spikulasipun muncul bahwa “Su’ewi tewas dibunuh oleh 4 orang, lantaran hubungan gelap dengan seorang janda”.

Isu perselingkuhan kemungkinan sampai di telinga RASIDI  Kepa Desa kami. Pada tanggal 4 Mei 2012, Kepala Desa menjemput janda (Misnaya) yang diduga sebagai selingkuhan Su’ewi, kemudian diserakan kepada Polsek Gapura untuk ditahan. Mendengar Misnaya ditahan, Saudara kandungnya (Ismail) kaget, jum’at malam Ismail datang ke Kapolsek dengan maksud menjenguk. Namun sesampai di Polsek Ismail langsung digiring ke sel “ditahan”.

Setelah Rasidi menjemput Misnaya dan menyerahkan ke polisian untuk ditahan, pada tanggal 5 Mei 2012 Kepala Desa Gapura Barat kembali menjemput warganya : Ridwan 50th, Busadin 70th kemudian diserahkan ke Polsek untuk ditahan. Sebelum penjemputan Ridwan 50th, Busadin 70th  oleh kepala Desa, setalah subuh Polisi yang diduga atas rekomendasi Kepala Desa menjemput Rasid dan menahannya.
Padahal dalam peraturan penyelidikan disebutkan :

Pasal 21 ayat 1perintah penahan dilakukan terhadap seorang tersangka/terdakwa. Yangg diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yg cukup,dalam hal ini adanya keadaan yang menimbulkan kekhawtiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri,merusak atau manghilangkan barang bukti dan atau mngulangi tindak pidana

Pasal 2 : penahan lanjutan dilakukan oleh pnyidik/umum terhadp tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetepan hakim yabg mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan mnyebutkan alasan penahan serta uraian singkat perkara kejahatan yang di persangkakan atau didakwakan serta tempat ia di tahan

Dalam peraturan tersebut yang berkewajiban menyidik/penyelidikan adalah Polisi. Sementara 5 orang (Misnaya, Ismail, Ridwan, Busadin dan Rasyid) digelandang ke Kepolosian hanya karena motivasi kepala Desa. Hak keluarga untuk mengetahui atas alasan penyelidikan dan penahanan yang dilakukan oleh Polisi dilanggar oleh kepolisian itu sendiri

Sebagai warga saya kecewa atas sikap dan reaksi kepala desa yang berlebihan atas penanganan kasus pembunuhan, dan terkesan arogan “karena kepala Desa maunya mengatus dan dengan seenaknya menyerahkan warganya kepolisi tanpa alas an dan bukti-bukti.

Apa kewenangan kepala Desa dalam pengusutan kasus pembunuhan Su’ewi toh dia bukan penyidik, dan mengapa kepala Desa Gapura Barat III terkesan ingin mengtur proses penyelidikan di kepolisian. Dan anehnya Kapolsek terkesan tak punya sikap dan mau menerima titipan (keinginan kepala Desa untuk menahan 4 orang yang diduga sebagai pelaku pembunuhan).

Mengapa polisi berani menahan seseorang tanpa adanya bukti kuat dan juga melanggar peraturan dengan tidak memberikan pemberitahuan penyelidikan, alasan penahan dll.

Hingga saat ini, orang-orang yang ditahan belum dikeluarkan. Dan untuk membebaskan/mengeluarkan orang-orang yang ditahan polisi meminta sejumlah uang. Demikian juga dengan kepalas Desa.


Baca Selengkapnya di sini..

Senin, 14 Mei 2012

Yaallah Ya Tuhan!

Yaaa Allah
Ya.... Tuhan kami
Maafkan kami yang terlalu banyak mengeluh

Yaaa Allah
Ya.... Tuhan kami
Maafkan kami yang kerap sok sibuk
Bahkan kesibukan karap kali melupakan-Mu
Disisi lain kami banyak menuntut bahkan menodong-Mu
Dengan berbagai permintaan, tapi kami tak pernah sadar
Atas kelelaian

Yaaa Allah
Ya.... Tuhan kami
Maafkan kami yang kerap angkuh
Kami sering menyalahkan keadaan, padahal Engkaulah penentu semua itu
Kami sering melimpahkan persoalan dan merasa diri paling benar
Sungguh kami egois

Yaaa Allah
Ya.... Tuhan kami
Maafkan kami yang kerap sok sibuk
Ampunilah kami, bimbing kami pada jalan yang Engkau ridoi.

Baca Selengkapnya di sini..

Minggu, 13 Mei 2012

IBU, TUHAN PASTI MERIDOI

Ibu, anak yang kau besarkan dengan peluh dan cucuran airmata, kini telah besar. Kini aku mulai akrap dengan keganasan hidup. Dan sekarang aku merasakan apa yang dulu pernah Ibu ceritakan soal hidup.

Bila dulu Ibu mengajariku nama-nama dan angka, kini aku sudah bisa menyebut satu persatu, akupun mulai bertanya nakal pada proses kehidupan ini.

Ibu, besarnya harapan dan doa-doamu mengukuhkan langkahku. Yakinkupun bak karang yang tak akan gentar oleh hentakan dan hempasan gelombang. Bahkan aku dan keyakinan doamu akan sanggup mengarumi pasang surut kehidupan ini, aku sangat yakin itu.



Ibu..., walau aku tak bisa merangkulmu dalam peluk nyataku, lantaran jarak. Namun bukan berarti aku tak cinta, atau lupa. Sungguh semua yang kulakukan ini semata-mata untuk membahagiakanmu. Aku ingin menebus dosa-dosa pada masa kanakku dulu.....

Saat Ibu bertanya "apakah kamu tidak kangen dengan keluarga..." aku memilih diam. Aku sengaja mengalihkan topik yang hampir-hampir memecah pilu hati. Aku sangat rindu ibu, aku rindu ayah, aku rindu saudara-saudara juga keponakan yang lucu.

Tapi ibu, aku tak mungkin memecah tangis atas inginku. Walau aku rindu Ibu dan mereka semua...., aku berusaha menahan. Bertahan demi cita dan harapan kita.

Dengan perjuangan Ibu dan Ayah, aku seperti ini. Aku sangat bangga pada kalian yang tak pernah menyerah atas pengucilan nasip yang kita jalani. Pengalaman dan perjuangan Ibu-Ayah adalah Pelajaran terbaik yang tak mungkin aku melupakan.

Ibu...., ini bukan akhir dari sebuah pergulatan, ini hanya rangkaian kecil. Maka untuk itu jarak ini tak harus menjadi satu alasan untuk tak saling menyatu. Doa dan dukungamu akan sanggup memecah pintu langit. Dan Tuhan pasti meridoi.

Baca Selengkapnya di sini..

Selasa, 01 Mei 2012

PENDIDIKAN DAN JIMAT MODERN

Orentasi pendidikan di negeri kita saat ini masih jauh dari harapan. Semua terkesan hanya bersifat formalitas semata. Pemerintah dalam hal ini yang membidangi pendidikan terkesan mentarget kelulusan tanpa berpikir pada kualitas pendidikan atas anak didik. Maka yang timbul Cuma perceparan kelulusan tanpa diimbangi kualitas yang mempuni dari lulusan-lusan (SMP-PT)

Pembelajaran hanya bersifat koknitif tanpa menyentuh sisi afektif. Di sisi lain genarasi dihadapkan pada banjir informasi. Saya ingin menceritakan satul hal yang salah kapra di era modern ini, utama dalam hal pendidikan. Mari kita buka cerita ini dengan dengan pertanyaan yang sederhana.

1. Apakah sebenarnya tujuan dari pendidikan ..?
2. Apakah pendidikan hanya berorentasi pada nilai-nilai (Iajasah)

Dua pertanyaan di atas adalah kegelisahaan saya. Bila pendidikan diorentasikan pada nilai, kemudian nilai yang mana yang mesti diikuti. Nilai gurukah....... penjelasan ini akan sangat penjang.

Namun yang hendak saya katakan.... mengapa pendidikan di negara kita belum bisa mengapresiasi potensi anak didik. anak didik hanya didoktrin untuk menjadi A/B, tak pernah guru menjoba mengali potensi apa yang ada pada anak didiknya.

Kemudian jika pendidikan hanya berorentasi pada nilai-2 dan ijasah, justru ini "kesyirkian" di abad modern saat ini. Bayangkan sepandai apa pun anda tdk akan diakui di negeri ini, jika blm memegang sertifikat "iajasah".

Orang modern sangat menghindari segala hal yang berbau mistisme percaya pada kekuatan benda dianggap syirik, namun tanpa disadari justru orang modern telah terperangkap pada struktural yang formalism, orang modern akan takluk, dan menajadi bernilai lebih jika ada sertifikat ijasa.

Sengaur apa pun pendapan anda jika memiliki (iajasah) dan bergelar Prof..... pasti pendapat Anda akan dihargai dan dijadikan rujukan.......... inilah keterbalikan syirik di era modern. Ulamak kini sebagai sumber rujukan keilmuan tergeser oleh nilai intitusinoal.

Saya tertarik denngan paparan Prof Imam Suprayogo saat pelantikan pengurus ICMI di Pasuraun, beliau menceritakan perjuangannya dalam membagun dan memadukan tradisi perguruan tinggi modern dengan tradisi pesantren, “bagaimana mungkin pesantren bisa digabungkan dalam pendidikan modern, sedangkan pesantren identik dengan kya’I dan kyai tidak memiliki gelar (SK) “kyai gelar dari masyarkat, kalau begitu nanti saya akan mengeluarkan SK untuk kyai agar diakui”.

Dari paparan di atas kita bisa merasakan betapa para dikma kemodernnan saat ini telah banyak mereduksi keadaban yang non konstitusional dipaksa untuk seragam dengan tata kelomodern yang kohesif, definifif dan birokratif.
Dulu guru mengeluh lantaran tidak adanya kepastian atau jaminan kesejahteraan secara hokum atas profisinya, namun kini dengan disahkannya uu profisonalisme guru, kesejahteraan guru mulai diperhatikan. Namun apakah kemudian kesejahteraan yang diterima oleh guru akan berpengaruh pada profisionalisme dalam mengajar, saya pikir ini soal lain.

Sejak ditetapkan uu tentang guru/dosen saya tak melihat perubahan yang siginfikan dalam pendidikan, yang saya lihat justru kesibukan dan dari guru/dosen untuk mendapatkan sertifikat sebagai guru/dosen yang profisional. Sedangkan dalam kaitannya pengajaran dan alat kelengkapan mengajar yang menunjang bagi anak-anak didik masih banyak terbengkalai. Anehnya guru tak begitu banyak bersuara soal ini, mungkin lantarab merka telah enak dengan berbagai tunjangannya dan lupa pada tanggung jawabnya.

Saya sangat apresisasi terhadap guru yang benar-benar konsen pada potensi anak didiknya. Dan saya pikir kepedulian semacam ini harus menjadi sikap setiap pendidik, saya yakin setip individu anak didik mereka ada dengan potensinya masing-masing. Sekolah “guru” bukan untuk mencetak anak menjadi A/B sekolah hanya memfasilitasi murid-muridnya, ……….."Jika dia {Guru} arif, maka dia tak akan pernah memaksamu masuk ke dalam rumah kearifannya, tetapi membimbingmu hingga ambang pikiranmu sendiri (Kahlil Gibran dalam The Prophet)

Jika dulu guru menempatkan dirinya sebagai orang yang paling menguasai dalam keilmuan maka cara tersebut tidak cocok di era digital saat ini. Guru bukan satu-satu sumber pengetahuan, karena pengetahuan bisa didapat melalui berbagai cara dan sumber (internet, TV dll). Maka saya pikir tugas guru harus menggawangi pengetahuan dan mentransfer nilai kearifan “bukan mendoktrin”.

Yang menjadi pertanyaan ialah berapa populasi guru yang memeiliki kepedulian dan konsen pada potensi anak, tentu hal ini harus dilakukan riset tersendiri. ……….."Anda tidak bisa mengajari orang sesuatu. Anda hanya bisa membantu mereka untuk menemukan sesuatu itu dalam diri mereka sendiri" (Galileo)
Ijasah, inilah jimat modern saat ini, namun kita tak menyadarinya. Jika dulu jimat beripa buntalan kain dan bertuliskan sandi-sandi Jawa dan Arab, maka di era modern ini imat itu lebih praktis dan dinamis hanya selembar kertas dengan ditandai tulisan latin dan angka-angka. Mohan maaf dalam hal ini saya bersikap beda.

Sebuah cerita : konon di zaman dulu, seorang yang ingin mendapatkan jimat atau hendak membuat jimat harus melakukan ritual yang rumit : menyepi ketempat-tempat tertentu (bersemidi), bertapa di gua-gua, berpuasa, dan ada dengan cara bangun malam, yang pada intinya mereka melakuakn ritual dan doa “meminta pada yang kuasa”. Di era modern saat ini, orang bertapa dianggap gila, orang yang berjimat dipandang syiri dll.

Akan tetapi orang modern juga lupa, dan larut dalam kontruksi sosila kemodernnan. Pada hal orang modern pun melakukan pemburuan jimat yang pada intinya untuk menegaskan keunggulan pengetahuan yang terinstusikan. Untuk mendapatkan jimat di era modern lebil dinamis cara berjemaah, diruang khusu dengan fasilitas yang canggih, dengan rotasi waktu yang tertentukan TK, SD, SMP, SMA dan PT (perguruan tinggai). Saya pikir ini adalah pergeseran nilai jimat yang aji-aji kejimat yang terinstitusikan “Ijasah”.

Waallahua’lam….

Baca Selengkapnya di sini..