"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Sabtu, 26 Maret 2011

MITOS DAN ZIAROH KUBUR (Kilas perjalanan santri Al-hijroh)

Pesantren Al-hijroh merupakan salah satu pesantren Mahasiswa. Beralamat di jalan Tambaksari no 16,c Merjosari Malang. Pesantren ini dibangun oleh Prof Imam Suprayogo, sekarang Rektor Uin Maulana Malik Ibrahim Malang. Namun pada perjalanan pesantren Al-hijroh tidak dikelola langsung oleh bapak Imam. Kesibukan dan tanggungjawab yang lebih penting mengharuskan bapak Imam Suprayogo menyerahkan pengelolaan pesantren ini pada Mahasiswa. Pesantren Al-hijroh diwakafkan. Dan sekarang pesantren dikelola oleh para santri sendiri. Pesantren Al-hijroh berjalan sebagaimana adanya, “tidak mati juga tidak ramai kegiatan”. Kata pepatah Madura “di'odi' tonggek”

Malang, 10 Oktober 2010 . Santri Al-hijroh berziaroh ke Kubur Wali Songo. Ziaroh kubur merupakan agenda dadakan Pondok. Saat itu para santri sepakat untuk berziaroh kubur pada para Wali. Wali (Wali Songo) merupakan pembawa pembaharuan islam khususnya di jawa. Tidak semua ke sembilan makam Wali kami ziarohi. Kami hanya melakukan ziaroh ke beberapa makam diantaranya : Sunan Apel, Sunan Giri, Sunan Maulana Malik Ibrahim dan Sunan Bonang.

Sekitar pukul 07.15 m seluruh rombongan sudah ada di dalam Bus. Rombongan tidak hanya terdiri dari santri. Dari santri sekitar 25-30 orang, sebagian lagi tetangga tetangga Pondok. Ada empat kepala keluarga ibu dan anak yang ikut rombongan, dari sebagian kepala keluarga merupakan Usztad yang sering membimbing ta'lim (panggilan akrabnya ustad Za'roni). Ada Sebagian santri tidak bisa ikut. Mereka yang tidak ikut lantaran masih ada di rumah atau belum balik ke pondok. Maklum santri yang rata-rata mahasiswa ini baru menghabiskan liburan di kampung halamannya.

Saya kira ini merupakan perjalanan yang menarik, insyaallah berpahala. Menarik lantaran dari tujuan-nya “ZIAROH KUBUR WALI SONGO”. Sebelumnya saya tidak pernah tahu seperti apa Makam Wali Songo. Saya tahu Wali Songo dari cerita tetangga atau guru di sekolah. Wali Songo memang sangat terkenal dan berpengaruh di tanah jawa. Wajar bila Alumni Al-hijroh tak menyia-nyiakan kesempatan untuk ikut bergabung dengan rombongan.

Berdoa-dan mendoakan. Tujuan dari rombongan ini hanya sebatas berdoa. berdoa di makam para wali, atau mendoakan para wali. Aneh tapi itulah tradisi yang mengakar di kalangan jawa. Konon banyak doa yang terkabulkan “mendapat berkah dari para wali itu” doa-nya. Benar atau tidak cerita itu nyata-nya banyak orang yang berbondong-bondong untuk sekedar berdoa di makam para wali ini.

Saya perhatikan para peziaroh di makam wali. Ada yang membaca yasin, ada nangis ada yang mengambil sesuatu seperti batu, atau meminum air. Kebetulan pada saat itu ada ibu-ibu yang sedang bersemangat cuci muka dan minum air di area makan Sunan Maulana Malik Ibrahim. Saya coba iseng tanya, untuk apa minum air dan cuci muka di tempat ini ? “biar awet muda dan agar mendapat berkah serta kesehatan” jawab ibu pada saya. Saya pun tidak banyak tanya. Dan ternyata di belakang banyak orang yang antri panjang sekitar 10-15 m, hanya untuk minum dan cuci muka. mereka lakukan itu hanya untuk awet muda dan tidak sakit-sakitan. Entah logika apa yang mereka pakai “air, awet muda, dan sehat”.

Mungkin kita masih ingat dengan dukun kecil Ponari. Ponari si bocah Jombang laris-manis diburu para pasein yang haus akan sembuh. Masyarakat ingin kesembuhan. Seperti para peziaroh yang ingin awet muda dan selalu sehat. Kehendak dan kuasa menundukkan logika, dan Tuhan pun kita tuntut tunduk atas kehendak kita. Orang hanya ingin praktis dan murah. Itulah yang ada dipikiran orang yang berziaroh dan mereka yang rela pingsan demi mendapat air dari Ponari dari Jombang.

Saya ingat tausiah guru KH. Subaidi Zubair pengasuh pesantren sekaligus pengurus yayasan salafiah di Sumenep, mengatakan “Berziaroh ke makam-makam ulama' atau para waliullah tidak ada yang melarang doa-mendoakan antara yang hidup dengan yang meninggal itu mungkin dilakukan. Tapi alangkah naif dan rendahnya ahlak kita, bila kita berziaroh ke-makam-makam ulama' atau para waliullah lalu melupakan makam para orang tua kita. Dan lebih naif lagi kita tidak pernah ingat dan mendoakan mereka”. Ceramah itu di sampaikan di area Asta Tenggina hadir pada saat itu KH. Khafid (Al-marhum) Tirmidzi Mas'ud, S.Ag Kepala sekolah SMA Al-in'am.

Bagaimana dengan teman-teman santri, apakah mereka sudah terbiasa dan membiasakan diri berziaroh ke makam para orang tua mereka (ayah, ibu, atau kakek dan nenek). Atau itu menjadi hal yang asing. Saya tidak dapat menyimpulkan. Namun perlu kita pertanyakan, kalau ke makam para Wali kita bisa menyempatkan diri untuk bersiaroh dan berdoa-di sana, lalu pada orang tua kita sendiri lupa, itu namanya terlalu.

Dalam khasnah klasik disebutkan bahwa doa orang hidup itu sampai dan didengar oleh orang yanga ada di alam kubur. Dan orang yanga ada di alam kubur konon bisa mendoakan orang hidup, tapi tidak bisa berdoa untuk dirinya. Tergantung apakah doa yang kita panjatkan itu nanti Tuhan kabulkan atau tidak. Karena otoritas ada pada Tuhan seru sekalian Alam.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang mencari wangsit agar nomor togel mereka tembus. Konon banyak orang yang membuktikan itu. Saya pernah ketemu dengan orang yang suka main togel “nomor”, sebut saja pak Ito’, Dia pernah melakukan ritual “menyepi di kuburan untuk mendapat wangsit” agar nomor-nya tembus. Dan memang pada waktu tertentu pak Ito’ berhasil. Tapi tidak selalu. “bisanya datang dalam mimpi mas, tapi ya ... jarang-jarang” ungkapnya pada saya. Masih menurut orang yang pernah saya temui itu. Dia pernah melakukan ritual agar nomor tembus, tidur di atas makam orang baru meninggal kira-kira masih satu mingguan, konkon kalau ritual itu dilakukan pada orang yang matinya tidak wajar (terbabrak, mati melahirkan) akan lebih cepat lagi.

Namun saya berkeyakinan teman-teman santri yang ziaroh bukan sebatas untuk berdoa untuk sekedar memohon agar men-dapat jodoh, rejeki yang melimpah, atau supaya nilai kuliah bagus dll. Lebih dari itu santri yang nota beni mahasiswa ini, bisa melakukan tela'ah sejarah dan refleksi budaya. Para wali sukses melakukan syiar islam karena mereka bisa menyemai budaya masyarakat dengan nilai-nilai islam universal. Menyiarkan islam dengan metode budaya akan mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat.

Tidak ada komentar: