"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Rabu, 16 Maret 2011

JALAN-JALAN DI KOTA MALANG II

Suasana Ma'had Sunan Ampel masih sepi. Hanya ada beberapa anak yang lalu-lalang. Sebagian diantara mereka berlalri-lari keci “olah raga”. Sebagian terlihat memegang buku kecil. Semacam buku catatan. Kabut Nampak telah. Gunung yang biasanya terlihat dari halaman Ma'had tidak terlihat ditutup kabut.

Udara pun terasa beku. Dan dingin sekali. Aku pun terus berjalan melintasi orang-orang yang sedang lalu-lalang di sekitar Ma'had. Setelah berjalan bebera jurus kemudian aku bertemu dengan si Muhlasin, dia berjalan dari arah utara sedang bercanda dengan teman-teman. “Hei dodol dari mana, tak kirain udah ada di sana?”, aku sapa si Muhlasin.

“Aku dari teman, ayo cepetan”, ujar Muhlasin sambil guyu dan menarik tanganku.
Kami pun berjalan dengan agak cepat. Saat berpapasan dengan dua gadis “hai selamat pagi”, aku dan Muhlasin menyapa-nya. Sebenarnya aku menyapa gadis itu untuk menghidupkan suasana. Jujur aku malas melakukan perjalanan ini, tetapi sebagai tanggung jawab di keradaksian aku menjalaninya. Bukan berarti aku merasa tertekan atau keberatan dengan kegiatan yang baru di rintis ini. Justru menurut aku, ini merupakan suatu langkah baru untuk semakin mempererat ke-akraban diantara anggota. Dan ini merupakan suatu upaya bagi diri kusen diri untuk lebih mengenal Malang dan bagaimana cara melihat rialitas.

Tiba-tiba Muhlasin memecah suasana, “Di, itu bapakmu”, temanku yang aku yang aneh tiba-tiba ngomel, dan lebih lucunya meneurutku, dia menunjuk seorang laki-laki paru baya sedang membersihkan halaman rumahnya, menurut dia itu ayah aku, dasar teman yang aneh. “sin kamu ada-ada saja”, tegasku
“Tapi gak apa-apa sih dia jadi ayahku, dia itu Doktor Uin kaprok!!!”, tambahku. Memang laki-laki yang menyapu di halaman rumah itu merupakan salah satu doktor di Uin. Dia adalah Dr Junaidi dari Madura. Mungkin karena dia dari Madura kemudian temanku itu menisbatkan sebagai bapakku. Aku ingat ketika dia memberikan sambutan pada mahasiswa baru di SC. Saat itu dia memberikan kuliah umum “wawasan ke fakultasan”.

Kitapun terus berjalan, hilir mudik pejalan kaki saling berlawanan arah, sesekali kendaraan Motor melintas di samping kiri kita. Beberapa langkah kaki lagi aku akan lewat di depan rumahnya. Kira-kira dua meter dari jarak bapak yang sedang menyapu, pandangan aku tersita oleh sinar matahari pagi. Sungguh pagi yang indah sinar matahari yang menguak celah-celah awan. “Sinar Surya yang indah penuh rona”, Tiba-tiba kata-kata itu terlontar dengan sepontanitas. Bapak yang menyapu di halaman, menurutku sih bukan halaman tapi pagar. Dari balik pagar Dr. Junaidi tersenyum menatap kami. Mungkin dia mendengar ucapanku tadi, dengan ekpresi aku. Aku hanya membalas senyum itu, sambil merundukkan badan sebagai penghormatan.
“Sin aku ke sini”, aku berbelok ke selatan pas di samping rumah bapak Junaidi. “Kemana di sana ditutup”, temanku seraya mereunduk melihat ke selatan melihat jalan pintas di samping Masjid Tarbiah.

“Ya udah aku ada perlu”, aku tidak mengindahkan imbuhan teman. Muhlasin tetap mengikutiku. Sebenarnya aku tidak hendak lewat jalan lintas. Aku hanya ingin solat dulu di Masjid. Ya…. Aku hanya ingin solat dtuha. Sinar mata hari itu seakan menyuruhku untuk solat dulu. Sebenarnya semenjak aku meninggalkan Ma'had perasaan aku was-was, mungkin nanti aku bisa menghilang atau pisah dari kelompok untuk mencari Masjid terdekat untuk solat Duha.

Sungguh Allah seakan membukakan jalan dengan memperlihatkan sinar matahari, sinar itu menjadi petunjuk, bahwa waktu dtuha sudah masuk. Karena sinar matahari itu sudah lewat satu tombak. Jadi aku sempatkan dulu ke Masjid Tarbiayah untuk solat. Saat jalan-jalan aku tidak harus repot-repot mencari masjid untuk solat duha.

Setelah aku sampai di serambi masjid kemudian aku melepas sepatu, dan kaos kakiku. “Anjing…..”, teman aku mengumpat. Akupun tidak menghiraukan umpatan temanku itu. Karena itu sudah jadi kebiasan jelek… kata orang begitu. Tapi bagi itu sudah biasa jadi tidak ada efek apa pun.

“Aku solat dulu”, tegas aku pada temanku, kemudian dia balik dan meninggalkan aku.
“Bilang sama yang lain tunggu aku sebentar”, teriak aku pada Muhlasin yang terus berjalan meninggalkan Masjid.

Saat aku di Masjid aku melihat satu orang di dalam sedang memegang sebuah kitab Al-quran yang berukuran kecil, melutnya terlihat bergerak-gerak membaca teks-teks suci. Dan dari lantai atas terdengar sebuah diskusi, apa yang didiskusikan aku sendiri tidak tahu, mungkin acara rutinan. Aku tidak menghiraukan aktifitas yang ada di Masjid, Kemudian aku segera solat.

Usai solat seperti biasa memanjatkan Doa supaya Allah memudahkan dalam segala urusan. Setelah itu aku segera meninggalkan Masjid. Aku berjalan dengan setengah tergesa-gesa, karena aku tidak ingin teman-teman yang lain bosan menunggu aku. Situasi jalanan tidak begitu ramai seperti saat Mahasiswa balik dari PKPBA (Program Kegiatan Pengembangan Bahasa Arab) atau pulangnya. Hanya terlihat beberapa orang yang sedang jalan-jalan santai.

Beberapa langkah dari pintu gerbang, sebuah taksi melambai-lambaikan tangan sambil mulutnya bergerak-gerak memanggilku, aku menolak ajakan itu. Kemudian taksi itu pun melaju, lalulintas kendaraan di depan pintu gerbang Gajayana menuju Ma'had terlihat ramai. Aku terus berjalan nampak terlihat dari kejauhan teman-teman sudah kumpul menunggu. Sekitar tiga menit akupun sudah bergabung dengan mereka.

Kemudian salah satu di antara sembilan teman-teman itu kemudian memberhentikan Taksi AL. “Mas Roli dak ikut ta”, Tanya aku pada teman-teman.

“Dia tidak bisa ikut karena sibuk”, sambung bak Lilik yang sedang mengendong tas kamera. Bak Lilik memang sangat dekat dengan mas Roli. Dengar-dengar “isu” sih dia akan segera menikah dengan Roli, ya mungkin Cuma nunggu sekripsinya selesai.
“Yang lain mana di”, Tanya bak Lilik padaku.

“Dak tau jug saya udah SMS si Adil”, Ya… semalam aku sempat ngasi tahu sama Adil bahwa UKM INOVASI ada acara jalan-jalan sambil hanting foto. Memang seharusnya kalau hadir semua, teman seangkatanku saja 20 orang, tapi yang aktif hadir ke UKM Cuma yang itu-itu saja. Yang hadir ikut dalam acara jalan-jalan teman-teman seangkatanku, MU (Maria Ulfa), Fitri, Yesi, Muhlasin, dan aku sendiri, yang lainnya adalah anggota senior, Junika, Lilik, As'ad, dan A'yun. Yang ikut dalam acara jalan-jalan itu sebanyak sembilan (9) orang.

Tidak ada komentar: