"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Senin, 11 Juli 2011

UM : LEGENDA KULINER NUSANTARA (Refleksi pada even kuliner di UM Malang)

Kuliner. Apa yang terbersit di memori kita saat mendengar kata kuliner, pasti bayangan kita tertuju pada beberapa sajian makanan yang telah terhidang di atas Meja makan. Etsss ...tahan dulu jangan sampai pandangan dan memori otak kita, mengundang liur. Tulisan bukan untuk menyajikan makanan, atau membuat resep makanan. Tulisan ini saya buat sebagai kesan sekaligus laporan pribadi saat menjadi panitia kuliner Nusantara di kampus UM Malang.

Sabtu tanggal 09/07/2011, salah satu produk kecap kenamaan menghelat sebuah pagelaran Nusantara dengan tema “Legenda Kuliner Nusantara”. Bagi anda yang hobi dan senang memanjakan lidah, tentu tidak melewatkan moment spisial, bermanja ria dengan aneka masakan dan hidangan, acara ini disponsori oleh kecap sebuah produk kenamaan Unilever tbk.

Jam 07.00 panitia harus ada di tempat, begitulah intruksi dari panitia penyelanggara. Ini merupakan pengalaman pertama saya jadi panitia even besar. Jam 07.00 masih masih belum banyak orang terlihat, sebagian panitia yang keleler juga belum hadir. Sementara panitia bagian tata tempat dan dekorasi sudah sibuk dengan aktifitas.

Sebuah panggung dengan ukuran 5 x 8 telah berdiri dari jumat sore kemarin. Pagi menjelang pagelaran hanya menata tata lampu. Son syistem dengan ukuran besar berada di samping kanan dan kiri. Tempat dengan model liter U, memudahkan pengunjung bersantai menyantap hidangan sambil menikmati hiburan yang disajiankan.

Bagi yang sudah berkunjung dan menikmati hidangan spisial kesukaan-nya pada ke acara tersebut sudah tentu merasakan sensasi berbagai hidangan tersebut. Bagi yang hobi makan tapi kebetulan belum sempat hadir, maka saya akan bercerita bagaimana keadaan riuh dan antusiasme pengunjung saat itu. Pada pukul 11.00, acara Lengenda Kuliner Nusantara dinyatakan resmi dibuka.

Sementara para pengunjung sudah berdatangan. Diantara sekian pengunjung banyak bertanya bagaimana cara mendapatkan kupon atau membeli makanan pada acara kuliner saat itu. Barangkali mereka belum sempat baca atau melihat koran, karena beberapa hari sebelumnya acara ini mengunakan media publikasi koran, khususnya Koran Daerah Malang. Atau mereka yang datang enggan melihat papan pengumuman (papan ini memberikan informasi dan tata cara bagaimana pengunjung bisa memperoleh kupon) setelah masuk pintu gerbang.

Selain itu ada stan Informasi yang memang bertugas melayani setiap pertanyaan pengunjung. Di pusat informasi ini juga dilengkapi peta atau skema “stan” para pedang. Jadi bagi pengunjung yang cerdas tak akan kebingungan. Namun ternyata masih banyak juga yang bingung. Maklum negara kita memang negara pemalas, pemalu, lebih suka kebingungan dari pada teliti terhadap berbagai informasi yang tersedia.

Pengunjung adalah raja, stedmen semacam itu sudah umum diketahui oleh banyak orang, namun sedikit yang bisa mengimplementasikan-nya. Selogan semacam itu seperti tak berlaku bagi pedang kelas bawah. Karena sesuai pengalaman masih banyak pedang kecil yang berlaga sok, umumnya kurang menghargai pembeli. Pembeli pun tidak betah dengan cara-cara seperti itu. Maka perlahan dan terus nasip pedang semacam itu akan kehilangan pelanggan.

Berbeda ketika kita berkunjung ke Mall atau Swalayan, umum-nya pelayan di sana sangat menjaga etika, sopan santun terhadap pengunjung atau calon pembeli. Pembeli atau calon pembeli pun merasa senang dan betah dengan keadaan tersebut. Tidak hanya itu Mall atau Swalayan juga terkenal dengan kerapian dan besihnya. Ruangan full Aci, pelayanan yang diberikan sangat memuaskan para pengunjung. Pertumbuhan Mall atau Swalayan saat ini terus subur.

Baiklah, itu adalah fenomena yang terjadi di lingkungan sekitar kita sehari-hari. Namun jujur kita memang lebih berbetah-betah di Mall dari pada pasar yang kumuh dan pelayanan pun sering mengecewakan. Stedmen ini bukan bermaksud mendiskriditkan keberadaan pedangang kecil atau tradisional. Akan tetapi mereka juga harus melihat kenyataan dan persaingan bisnis yang semakin ketat. Jika pedang kecil “tradisonal” tetap tidak melakukan sebuah inisiatif dan perubahan strategi maka mereka kan tergilas dan ditinggal oleh pengunjung atau pembeli.

Kita tinggal dulu kebiasaan buruk dari pedagang tradisonal, kita berdoa dan mendorong mereka untuk segera berbenah, supaya bisa bersaing secara kompetetif. Kembali pada acara Legenda Kuliner Nusantara. Walau acara atau transaksi baru bisa dilaksanakan padu pukul 11.00, para pengunjung sudah banyak hadir ke tempat acara. Pengunjung mulai bermunculan semenjak pukul 08.35, mereka rela mengantri, duduk di kursi tempat meja makan di depan stan para penjual. Kursi tempat meja makan hampir penuh sebelum acara di buka. Sementara yang lain terlihat berjalan-jalan sambil mengamati para pedagang menata tempat dan bahan jualan yang akan dihidangkan.

Dari sekian penjual yang menyediakan makanan ada dua pedagang yang manarik perhatian saya. Pertama penjual yang berada di tempat dekat pintu gerbang di depan informasi, Warung Pak Kahar. Warung Pak Kahar ini menyediakan soto. Yang menarik perhatian bukan sotonya tapi sebuah foto pemilik warung dengan artis nasional kelahiran Malang yaitu Yunisara. Ada tiga Foto yang di pampang pertama foto Yuni saat menikmati makanan sambil didampingi oleh pemilik warung. Kedua foto di samping bawah foto yang permata nampak pemilik warung sedang berpose dengan pemilik warung. Sementara di beground bagian belakang nampak Yuni sedang mencoba memasak sambil didampingi pemilik.

Sementara penjual kedua yang juga manarik perhatian adalah media tempat ulek “cobek” dengan ukuran besar. Untuk membawa cobek ini dibutuhkan beberapa tenaga paling tidak empat sampai enam orang. Bentuk dari cobek ini layaknya cobek lainnya cuma ukuran cobek yang menurut saya tak lazim, barangkali kal ada even nasional cobek ini masuk dalam kata gori raksasa dan bisa menyabet penghargaan Muri. Cobek ini memiliki luas 1m lebih.

Dari apa yang saya amati ternyata dua penjual tersebut, jualannya habis sebelum acara selesai. Misal warung pak Kahar ini, sekitar jam 4.30 sudah ludes oleh pengunjung. Sementara penjual dengan media cobek besar ini juga sangat ramai dikerumuni pengunjung dan habis sebelum cara selesai.

Ciri pengusaha yang cerdik adalah mereka yang mampu menyita perhatian pengunjung. Kalau saya nilai media yang dipakai oleh dua penjual di atas berperan manarik perhatian pengunjung kemudian mereka berebut membeli apa yang dijual oleh pedagang tersebut. Terlepas dari keberuntungan yang membawahi nasip masing-masing penjual media semacam itu sangat efektif dalam maraih simpati atau perhatian pembeli.

Tidak ada komentar: