"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Senin, 25 Juli 2011

NAZARUDDIN V&S DEMOKRAT, DAN LAIN-LAIN

Percaturan politik di negeri ini semakin carut-marut “kalau tidak mau dikatakan amburadul” dan tidak sehat. Semisal maraknya politik uang dalam bursa pencalonan ketua umum partai seakan sudah menjadi tradisi. Mereka yang berduit maka sudah dipastikan menjadi pemenang. Politik uang dalam bursa pencalonan ketua bukan hanya isapan jempol saja.

Isu politik uang santer tersebar pada saat pemilihan ketua umum partai berlambang kuning, salah satu partai besar di negeri ini. Dan terakhir adalah keterangan Nazarudin soal politik uang pada bursa pemilihan calon ketua umum partai Demokrat. Kasus "politik uang" atau ketidak etisan dalam bersaing memperebutkan posisi ketua Umum salah satu partai menjadi celah melakukan korupsi.

Sebenarnya persekongkolan dalam kejahatan “sekandal” korupsi sudah terjadi sejak dulu dan kini semakin subur. Perlahan dan pasti kian hari sekandal korupsi semakin mencuat kepermukaan. praktek korupsi bukan menjadi rahasia lagi dan bisa dilakukan oleh elit dengan kesadaran penuh. Saat pelaku koruptor tertangkap biasanya mereka berlaku seperti orang dungu yang tak berdosa.

Kebiasaan sogok menyogok antara elit dengan penguasa “pengusaha” atau elit dengan penegak hukum tak dapat dipisahkan dari perilaku buruk mereka. Adanya dil politik antara penegak hukum dengan oknom penguasa menjadikan peradilan di negeri ini terkesan tebang pilih, pengakuan Nazarudin adanya dil antara Adiraharja, Candra M. Hamza dengan Anas di rumah Nazar semakin memperkuat ketidak beresan negara ini. Pantas bila hukum menjadi tumpul kepada orang-orang yang ada di lingkaran kekuasaan, dan kalangan orang berduit. Kita lihat saja apakah KPK masih punya nyali untuk memeriksa Anas selaku ketua Umum Demokrat atas pengakuan Nazar tersebut.

Dalam masalah penyimpangan “korupsi”, kita sulit membedakan antara mereka elit yang berlatar belakang “platform” agamis atau bukan, semua takluk pada pokok utama “uang-kekuasaan”. Uang dan kekuasaan memang selalu menyilaukan mata. Uang dan kekuasaan pun bisa menumpulkan keadilan dan suprimasi hukum di negara ini. Bahkan gara-gara uang orang yang dulu keritis membela kepentingan rakyat, ketika berada di lingkaran kekuasaan mereka berubah. Orang yang dulu getol berdakwah masalah hak asasi, saat ada di lingkaran kekuasaan lupa dan terlena dengan limpahan materi.

Ungkapan “……kekuasaan cenderung menyimpang dan korup” bukan hanya selogan. Kini kita bisa menyaksikan sendiri perilaku para penguasa atau mereka yang kini ada di kekuasaan, perlahan dan pasti perilaku buruknya “korupsi” terbongkar. Terbongkarnya skandal korup berkat nyanyian dari orang-orang merasa dikorbankan seperti Nazarudin “Saya yang dikorbankan dalam kasus wisma atlet oleh Anas Urbaningrum, pada hal Ia tahu sendiri bahwa uang itu untuk biaya kemenangan saat pencalonan ketua umum Demokrat” ungkap Nazar saat telkonfren melalui Scaip yang disiarkan pertama kali oleh Metro TV.

Tentu kita masih ingat selogan partai penguasa (Demokrat) yang terkenal “katakan tidak pada korupsi”, selogan itu hanya indah didengar dan sumbang pada tataran praktis. Partai penguasa ini justru ditimpa kasus korupsi yang terstruktur. Peluit yang dienduskan oleh Nazarudin mantan bendahara Umum Demokrat, membuka mata kita bahwa “tak ada partai yang bersih, tak ada partai yang benar-benar berkometmen untuk memberantas korupsi". Apa lagi mereka bilang berjuang untuk rakyat.

Sebagai rakyat biasa kita tak bisa berkata apa-apa, parade korupsi yang dipentaskan semakin menghilangkan nilai kepercayaan kita pada mereka ”elit-partai”. Entah kepada siapa kita menaruh kepercayaan, sepertinya semua elit tidak lagi bisa memegang amanah rakyat. Lalu apakah negara ini selamanya akan terkuras oleh oknom yang rakus. Selama Negara ini dikendalikan oleh orang-orang rakus selamanya tak akan pernah maju.

Hukum yang seharusnya menjadi panglima dalam menegakkan keadilan, justru takluk pada kekuasaan. Prinsip asal bapak senang sulit dihapus, karena hal ini merupakan warisan jasa dari dari penjajah. Pertanyaannya apakah kita akan tetap mempertahankan tradisi yang jelas-jelas mencedrai hati nurani rakyat. Kalau kita cermati tradisi balas jasa di kalangan penegak hukum dengan atasan atau orang yang ada di lingkaran kekuasaan menjadi salah satu penyebab lambannya proses penegakan hukum di Negara ini. Kita masih ingat kasus al-marhum Soeharto dan keluarga besarnya, walau mereka jelas-jelas melakukan pelanggaran hukum, nyata-nya tak bisa tersentuh oleh hukum.

Maka kita jangan heran saat ada orang-orang di lingkaran kekuasaan yang tersangkut praktek korupsi kemudian kabur keluar negeri. Dengan alasan melarikan diri keluar negeri, para penegak hukum hanya berinesitif memanggil di tempat tanpa ada satu tindakan yang konkrit. Setelah itu kasusnya pun menguap dan hanya menjadi perbincangan sejarah.

Beberapa akhir ini kita menyaksikan pelarian orang-orang yang tersangkut masalah hukum “korupsi” ke negeri tetangga Singapura. Para pelaku tindak kejahatan korupsi seperti Nunun Nurbaiti (Istri Anang Darodjatun Legislator Partai Keadilan Sejahtera), ter-anyar adalah Nazarudin mantan bendahara Umum Demokrat yang juga lari ke Singapura. Sebenarnya bukan kali ini saja para perampok Negara kabur ke singapura. Sebelum sudah ada beberapa perampok Negara kabur ke Negara tetangga kita Singapura.

Biasanya para koruptor atau pengemplang uang Negara yang kabur ke keluar negeri “Singapura” sehari sebelum pencekalan. Langkah penegak hukum terkesan lamban dan sering terlambat kerap mengundang tanya yang serius “kok bisa Negara-penegak hukum” kecolongan”. Kasus “kecolongan” semacam ini tidak hanya terjadi satu atau dua kali. Anehnya mereka yang kabur ke Negara tetangga akan tenggelam dan terlupakan. Kasus yang masih hangat dalam perbincangan adalah Nazarudin mantan bendahara umum partai Demokrat. Kecurigaan kita jangan-jangan kaburnya pengemplang uang Negara memang telah ada kongkalikong sebelumnya.

Ada kongkalikong dengan penegak hukum bukan sekedar omong kosong, Nazarudin yang kini menjadi buron KPK dan Interpol, melalui video Scaip memberikan keterangan yang sangat mencengangkan ke public. Ternyata kepergian Nazarudin ke singapura sudah sepengetahuan Anas Urbaningrum selaku ketua Umum partai Demokrat.

Publik tentu terhenyak atas penampakan dan pemaparan fakta yang dikeluarkan oleh Nazarudin atas praktek politik uang pada saat pencalonan Anas Urbaningrum sebagai ketua umum partai demokrat. Dari pengakuan yang diliris pertama di MTRo TV kita dengan jelas mengetahui bagaimana alur kebusukan petinggi Demokrat yang sebenarnya.

Barang kali pada pernyataan Nazar sebelumnya melalui telp publik menyangsikan atas keterangan yang diberikan oleh Nazar, namun kemunculan di metro TV dengan Vidio Visual semakin mempertegas kepada kita bahwa partai yang dulu getol mengampanyakan anti korupsi justru menjadi dalang dalam melakukan korupsi. “Saya jamin Negara ini tidak akan maju-maju bila perilaku elitnya seperti “Anas” yang terjadi sekarang ini. Sebenarnya saya bergabung ke partai Demokrat karena perihatin terhadap negeri ini” uangkap Nazar dalam pernyataan video yang di rilis di metro TV. Apakah ungkapan itu benar atau tidak kita masih menunggu momen itu dalam pengungkapan oleh penegak hukum

Sebagaimana kita tahu sebelum-nya Anas Urbaningrum selaku ketua Umum partai Demokrat selalu menyangkal tudingan yang diarahkan oleh Nazarudin kepada diri-nya. Namun kali ini kegigihan Anas Urbaningru harus ekstra hati-hati dalam menghadapi serangan dari Nazar. Serangan Nazar terhadap dirinya benar-benar menguji seberapa kuat seorang Anas bertahan dengan "kebohongannya" konsistensinya yang selama ini Ia tebarkan. Dengan setumpuk dokumentasi dan bukti yang dibeberkan apakah Anas Akan masih mengelak. Nazar secara ngamblang membeberkan fakta seperti flesdis, CD, dan sebuah kertas bermatrai yang juga ditandatangani sendiri oleh Anas.

Kita menunggu ketengasan KPK, kebenaran tudingan Nazarudin atas keberadaan dua ketua KPK bisa dilihat sejauh mana lembaga super bodi ini bertindak. Jika KPK lamban dan tidak melakukan tindakan apa pun berarti tudingan Nazar itu benar adanya.

Membeberkan fakta yang diungkap oleh Nazarudin melalui video Scaip, mau tak mau akan mengguncang kridibiltas Anas yang dulu dipuja. Fakta itu sekaligus semakin mengoyahkan keberdaannya saat ini sebagai ketua umum Demokrat. Bisa saja RAKORNAS Demokrat berubah menjadi KLB. Anas benar-benar ada di ujung tanduk. Benarkah ini merupakan sebuah akhir dari petualangan politik seorang Anas.

Tulisan ini murni pendapat pribadi penulis.

Tidak ada komentar: