"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Rabu, 20 Juli 2011

“KHILAFIAH” PENETAPAN AWAL PUASA

Sebentar lagi ummat Islam akan menunaikan ibadah puasa di bulan Romadhan yang akan datang ini. Bulan Ramadhan adalah bulan Allah, bulan penuh berkah. Ramadhan adalah bulan yang paling baik diantara bulan-bulan yang lain. Tentu kita akan bangga, gembira, bila Allah berkenan mempertemukan kita dengan bulan Ramadhan nanti. Semoga saja Allah memberikan rahmat-Nya pada kita selaku ummat-Nya, sehingga kita ”ummat” bisa menunaikan ibadah puasa pada Ramadhan ini dan lebih baik dari Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Mengenai kewajiban berpuasa telah disinggung oleh Allah SWT, dalam ayat al-Quran.

Sesuai firman Allah dalam Al-kitab:

”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (Al-baqaroh ayat 183)

Puasa adalah kewajiban yang harus dilaksanakan oleh ummat islam (laki-laki-perempuan). Adapun dalam menentukan awal puasa sesuai tuntunan nabi yang diriwayatkan melalui hadits-nya : ”Apa bila kamu melihat tanggal satu Ramadhan maka berpuasalah”. Sedangkan pada saat akan menentukan hari raya dalam hadits disebutkan : ”Ketika pada penentuan satu syawal terhalang mendung maka bilangan puasa-nya digenapkan” (Muttafaq'alaih)



Allah dan Rasulnya telah memberikan jalan dan petunjuk dengan sebaik-baik-nya bagi kita selaku ummat. Kita sebagai ummat tinggal melaksanakan apa yang telah beliau amanatkan kepada kita.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Nasai dan Ahmad dijelaskan sebagai berikut :

”Telah datang kepada kalian bulan ramadhan, bulan yang penuh dengan keberkahan, allah mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa di dalamnya. Dibuka pada bulan ini pintu-pintu surga dan ditutup rapat pintu nereka. Bahkan syaithan pada bulan ini juga dibelenggu, di dalam bulan ini terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu malam, barang siapa yang tidak mendapatkan keberuntungan pada bulan ini maka ia adalah orang yang merugi”. (HSR:. Nasai dan Ahmad)

Semoga Ramadhan kali ini, benar-benar menjadi pembuka pintu taubat (taubatan nasuha) oleh kita ummat muslim. Karena sebagaimana dijanjikan oleh Allah, di bulan ini Allah membuka pintu ampunan seluas-luasnya bagi hamba yang benar-benar ingin bertobat. Kesempatan ini tidak boleh kita sia-siakan, di bulan Ramadhan ini Allah memberikan garansi yang sangat besar bagi kita dan ummat islam yaitu berupa ampunan. Maka apabila pada bulan-bulan sebelumnya sebagian ummat islam belum sempat melaksanakan ibadah puasa karena satu hal ”lalai”. Pada kesempatan Ramadhan ini hendaknya benar-benar dimaksimalkan, Ramadhan hanya datang sekali ”satu bulan” dalam satu tahun. Bila kita menyianyiakan sungguh kita sendiri yang merugi. Sesungguhanya Allah maha pemurah lagi maha penyayang.

Sebagai seorang muslim tentu kita bangga dan senang bila Allah berkenan mempertemukan waktu yang singkat ini dengan bulan penuh sepisial yaitu Ramadhan. Namun dibalik kebanggaan itu ada hal yang kurang afdal, dimana setiap menjelang penentuan awal puasa, kita selalu dihadapkan pada beberapa perbedaan pandang dalam penentuan awal puasa itu sendiri. Secara garis besar perbedaan itu terlihat biasa, namun mengundang tanya yang serius ”mengapa penentuan awal puasa dari tahun ketahuan selalu berbeda”. Terjadinya perbedaan dalam menentukan awal puasa ini terjadi karena perbedaan cara dalam melihat atau perhitungan ”hilal”. Masing-masing kelompok, atau ormas keagamaan sebagian besar diantara mereka berjalan sendiri-sendiri.


Ketika kita melihat fenomena penetapan awal puasa yang berbeda di indonesia biasanya digawangi oleh masing-masing kelompok, golongan atau ormas keagamaan yang begitu ragam. Saya tak habis pikir, kok bisa terjadi perbedaan? Apakah ini merupakan anugrah demokrasi yang selama bertahaun-tahun kita perjuangkan. Barang kali tak ada kaitannya dengan sistem demokrasi kita. Karena sebagaimana saya ketahui perbedaan dalam penetapan awal puasa sudah terjadi semenjak bahkan sebelum negara ini menyatakan diri sebagai negara demokratis. Artinya tak ada hubungan dengan masalah ideologi negara.

Diakui atau tidak bangsa indonesia dengan sistem yang sekarang yaitu sistem demokrasi selalu mengalami dinamika. Termasuk pada setiap menjelang penetapan awal pelaksanaan puasa. Padahal dulu ketika masa Nabi tak ada perbedaan pandangan dalam penentuan awal puasa. Kenapa setelah nabi wafat perbedaan dalam penetapan awal puasa kerap terjadi. Apakah ini karena munculnya beberapa aliran dan golongan ormas keagamaan, menjadi penyebab perbedaan itu?. Hanya Allah yang tahu.

Pemerintah Indonesia seperti tidak memiliki legitimasi yang konkrit untuk menyelesaikan perbedaan penetapan awal puasa. Sebagian besar golongan ”aliran” mengambil jalan masing-masing dalam penentuan awal dan akhir puasa. Sebagai ummat yang tak mengerti paham dan aliran tersebut, saya hanya tertunduk lesu dan kaku seraya bersyukur ”Yaallah ummat-Mu begitu antusias dalam menyambut bulan suci-Mu, lihat sebagain dari mereka mengambil stat lebih awal”.

Apakah mereka yang menentukan awal puasa lebih awal salah, tidak. Yang salah mereka yang tidak berpusa. Anda sepakat. Oke kita kembali pada tuntunan yang sedari dulu menjadi legitimasi keberagamaan kita yaitu seruan Hadits Nabi Muhammad mengenai penetapan atau perbedaan dalam menetapkan awal puasa.

”Dari Abi Hurairah. Ia berkata : Telah bersabda Rasulullah saw, : ”janganlah kamu mendahului Ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali seorang yang biasa berpuasa maka boleh ia berpuasa padanya” (Muttafaq'alaih).

Yang dimaksud boleh bagi yang biasa berpuasa adalah mereka yang terbiasa berpuasa wirid atau puasa senin-kamis. Melihat realitas yang yang terjadi di indonesia mengenai penetapan awal puasa yang begitu berragam juga membingungkan kita sebagai ummat. Mayoritas golongan berdalih langkah dan metode mereka benar. Sebagian yang mengatakan bahwa kami berpuasa karena intruksi Imam kami ”golongan”.

Dulu peran imam sangat dominan dalam menentukan awal bulan puasa. Konun saat akan menetapkan awal bulan puasa seluruh imam berkumpul. Kemudian para Imam ini merumuskan ”bermusyawarah” kapan awal bulan puasa dilaksanakan. Artinya tidak ada perbedaan diantara masing-masing golongan saat itu, karena keputsan diambil dengan jalan musyawarah. Sekarang di Indonesia..??

Ada satu pertanyaan mendasar di kepala saya kenapa para aliran dan golongan itu tidak sejalan dengan pemerintah sebagaimana dilakukan oleh oleh sebagian ormas. Jika mereka berpandangan salah pada saat penentuan awal puasa oleh pemerintah, apa yang salah dari penentuan awal puasa oleh pemerintah. Kalau dipandang salah kenapa mereka tidak melakukan musyawarah.

Sebagai muslim berharap ada penyatuan visi dalam menetapkan awal puasa sehingga tidak membingungkan ummat. Kalau sebagian aliran mengatakan karena indonesia bukan pemerintahan khilafah... hem...saya kira ngakk juga.... apakah penyatuan presepsi harus melalui deklarasi khilafah?. Indonesia dengan kemajemukannya mampu membuktikan dalam barisan kesatuan di bawah kebenikaan. Kenapa dalam soal agama tidak bisa. Bukankah masalah aliran itu hanya khilafiah...

Baiklah kita tidak perlu memperuncing masalah khilafiah yang terjadi. Anggap lah hal itu sebagai dinamika ummat sekaligus antusiasme mereka dalam menyambut dan melaksanakan ibadah. Ketika jalan rasional telah ditempuh oleh perintah melalui pemantauan hilal saat menjelang dan akan mengahiri puasa toh juga belum mampu membuat sebagian kelompok menerima ya kita tak bisa memaksa. Saya yakin apa yang mereka lakukan sesuai pemahaman dan kebenaran atas diri mereka. Semoga Allah mengampuni kita semua.

Mari di bulan Ramadhan ini kita memperbanyak amal ibadah kepada Allah SWT. Semoga Allah mengampuni semua kesalahan yang pernah kita lakukan di masa lalu dan yang akan datang. Amalan-amalan baik diterima oleh Allah. Dijauhkan dari penyakit : iri, dengki, hasut dll. Semoga urusan, rezeki, dan karir diperlancar oleh Allah.

Surabaya 2011

Tidak ada komentar: