"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Senin, 04 Juli 2011

MENGAIS MAKNA

Siang menjelang sore (pukul 03 wib) aku meninggalkan Malang menuju satu kota lain, yaitu kota Surabaya. Diri seperti berpacu dengan waktu demi satu “harapan” tujuan. Tujuan itu adalah sebentuk harapan pada keadaan dan perbaikan diri. Ya bukankah kita memang harus selalu melakukan perbaikan diri secara terus menerus tanpa mengenal batas dan waktu. Barangkali dengan upaya dan kometmen kuat, hidup akan menjadi lebih baik.

Terkadang harapan yang terkesan muluk-muluk membuat kita lupa pada keadaan. Tapi tak apa laaaahh….. anda yang saat ini memiliki harapan dan opsesi tinggi terhadap kehidupan, harapan dan opsesi mesti dipelihara sebagaimana kita memelihara diri ini. Barangkali dikemudian kelak harapan dan opsesi itu mengantarkan pada satu puncak kesuksesan. Maka mulai saat ini tanamkan kepercayaan dalam diri anda , yakin anda bisa meraih apa yang ada cita-citakan. Kalau perlu buatlah sebuah susunan jadwal kapan harapan dan opsesi itu mesti dicapai. Hidup itu harus ada target, kata teman saya di pondok.

Hidup adalah peluang. Maka kita harus menciptakan peluang dalam hidup ini. Dengan apa, salah satunya ialah jangan pernah anda berhenti untuk beropsesi pada kehidupan anda sendiri. Saya kira kita tak perlu perbutar-putar dengan apa dan bagaimana. Karena kehidupan ini tidak disusun dengan pertanyaan. Tindakan anda saat ini, akan menentukan masa depan kelak. Baiklah barang kali saya terlalu larut dalam angan-angan.

Hari ini memang sangat mengesankan saya lebih dari sebuah harapan dan mimpi. Sesaat diri menangkap kesan ”keberhasilan dan keberuntungan tak pernah datang pada orang yang tak berkemauan”. Kata orang kita harus tetap semangat dalam menapaki hidup dan harus terus berjuang tanpa mengenal lelah sedikit pun. Dan tak ada perjuangan yang sia-sia. Sebagaimana doa tak ada doa yang tak bertaut dengan harap. Sesungguhnya antara doa dan usaha akan seirama dengan kehendak diri dan Tuhan itu sendiri.

Siklus kehidupan bagai ombak, seorang nahkoda sejati tak akan surut karenanya. Begitu pun dengan waktu yang kita lalui. Setiap detik dan keadaan akan ada tantangan. Kita tak boleh kalah apa lagi sampai menyerah dengan tantangan tersebut.Waktu yang membentang adalah tantangan yang harus dihadapi. Bersyukur saya dengan segala keterbatasan bisa menggagahi keadaan yang tak mudah itu, walau berat namun terlampaui juga. Sementara babak akhir dari apa yang saya tuju merupakan sebuah usaha diri keluar dari dilema hidup. Apa dilema itu ..? aku tak perlu merinci apalagi sampai mengurai diri dengan ber-air mata.

Apa yang bisa kita sikapi dari kenyataan hidup. Menyesal, menyalahkan diri secara terus-menerus ..... kemudian apa yang akan kita dapatkan dari itu semua. Hidup adalah sebuah anugrah dengan segala dinamika-nya, jadi apa pun yang terjadi dan akan terjadi nanti kita tidak perlu khawatir apa lagi sampai cemas karena-nya. Berguru lah pada air yang mengalir, orang bijak bilang seperti itu. Kalau kita dalami makna ungkapan ”Berguru lah pada air yang mengalir,” akan kita temukan sebuah nilai filosofis yang dalam.

Menurut Thales air merupakan pokok kehidupan. Orang hidup butuh air. Hewan, pohon dan semua mahluk di dunia ini membutuhkan air. Jadi air memiliki peran sekaligus sebagai penggerak hidup. Konon pada awal mula bumi merupakan paduan air yang satu yang kemudian Tuhan pecah dengan kehendak seperti sekarang ini.

Air merupakan karunia alam yang tuhan anugrahkan pada kita selaku ummat-Nya. Barangkali bagi kita yang tak pernah berfikir fungsi air selain untuk mandi atau mencuci. Keyataannya air memiliki satu nilai yang banyak bagi kehidupan. Bagi orang yang ahli energi air bisa dimanfaatkan untuk menjadi penerang seperti PLTA. Banyak pakar dan peneliti mengungkapkan tentang alam seperti Harun Yahya dan beberapa ilmuan yang lain. Tapi dalam hal ini saya tidak ingin atau terlalu masuk ke dalam pembahasan teoritis. Karena saya bukan seorang pakar teori.

Ada beberapa hal yang menarik untuk diceritakan dalam perjalanan singkat antara Malang - Surabaya 02/07/2011. Baiklah sekarang saya coba masuk pada sekala waktu yang barangali memiliki satu dimensi menarik sekaligus memiliki nilai pelajaran yang dapat diambil. Satu kata kita mesti optimisme dalam menjalani hidup. Hidup sebagaimana saya katakan di atas akan mengalir. Maka jangan pernah kita mencoba membendung arus kehidupan, tapi jangan pula kita ikut arus.

Kota dengan segala keunikan dan ke-sumpek-an-nya memberi diri satu pelajaran yang berarti. Menurut teman, hidup di tengah kota ”orang kota semua egois dengan segala kepentingannya” maka kita harus bertindak secara cepat, cermat dan penuh perhitungan yang matang. Kalau kita biasa santai, dan basa-basi dengan adat-kultur kota tak begitu peduli terhadap tata cara yang monoton dan kaku.

Berjalan lah sebagaimana angin menyusuri lapang dan rimbun kehidupan. Sapa segala yang dapat anda disapa. Kasihi dengan setulus hati mereka yang dilanda sunyi. Karena hal itu adalah salah satu cara bertahan dalam pergulatan hidup yang kejam seperti sekarang ini. Jangan menganggap remeh keadaan apa lagi kehidupan ini. Hidup butuh tekat dan kepercayaan diri yang tinggi. Percaya diri bukan berarti menganggab diri paling benar, percaya diri mampu menempatkan batas kemampuan dan kelebihan diri.

Surabaya tanggal 03/07/2011

Tidak ada komentar: