"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Selasa, 12 Juli 2011

MEMAKNAI KESUKSESAN

“Kadang sesuatu berasal dari kebetulan..” (Chotieb Ahmed)

Kalimat di atas menandai sekaligus mengawali percakapan di jejaring sosial Facebook (FB) dengan teman di Surabaya. Tapi ada hal yang mungkin kawan lupa, kehidupan ini bukan hanya satu kebetulan. Hidup di kehidupan ini tersusun atas kepentingan diri, egoisme. Tak ada manusia yang benar-benar tulus melakukan sesuatu kebaikan “bukan berarti tak ada orang yang baik”. Apakah kita mengira orang-orang berlomba menafkahkan sebagian harta di jalan Tuhan benar-benar berangkat dari satu keikhlasan. Belum tentu kawan. Manusia bukan malaikat yang hanya tunduk melakukan ritual.

Lihat orang-orang dengan segala kelebihan harta yang dimiliki seperti berhak menebus dosa dan surga Tuhan. Mereka memberi karena mereka ingin balasan surga. padahal mereka mengetahui bahwa disebagian harta mereka hasilkan ada sebagian hak-hak orang lain dan fakirmiskin. Pada posisi seperti ini orang miskin selalu menjadi objek segala nasip. Di konteks politik orang miskin dieksploitasi sebagai pndulang suara saat jelang pemilihan. Pada tataran keagamaan orang miskin menjadi objek yang tak kalah naas.

Kekayaan pangkat selalu menyilaukan pandangan setiap manusia. Wajar jika manusia mengejar hal itu, kaya merupakan keharusan bagi setiap ummat. Setidak-nya hal itu yang sempat aku dengar dari para dai. Namun kekayaan yang bagaimana ini perlu untuk kita pemetaan secara kongkrit. Korupsi, menipu, yang kemudian disumbangkan ke Masjid juga dibenarkan? Masjid nan mengah tak memberi jaminan, bahwa tempat ibadah itu benar-benar suci sebagaimana lantai-nya. Bagaimana dengan sumber dana pembagunan-nya yang berasal dari kebijakan hasil korupsi.

Orang mengira bahwa masjid adalah sebaik-baik tempat, padahal masjid itu dibagun dengan uang korupsi. Yang butuh selalu tak berdaya saat dihadapkan pada orang yang dibutuhkan. Kuasa uang dan modal selalu mengngebiri nilai nurani kemanusiaan. Dan yang kaya pun memanfaatkan celah untuk menarik simpati dan popularitas. Kasus ini memang tak sepenuhnya terjadi, namun bukan berarti tidak pernah terjadi.

Saya ingat kasus di kampung pada pemilu 2009 kemarin, seorang calon mendekati rakyat dan menjanjikan akan memperbaiki jalan serta menyumbangkan dana pembangunan Masjid, yang saat itu masih dalam tahap pembanguan. Mendengar janji populis semacam itu saya hanya mengelus dada dan tak sepenuhnya percaya. Sebagaimana kita tahu bahwa janji politik itu tak ada yang benar-benar terealisasi. Dan alhamdulillah dia benar-benar terpilih, apakah dia menepati janjinya. Alhamdulilla pula dia sampai sekarang belum sempat atau barangkali lupa terhadap janjinya itu.

Ada dua pelajaran yang saya tangkap dari kasus pemilihan di kampung kemarin, pertama politisi itu benar-benar pengecut, pembual janji, mendekatan pada rakyat ketika membutuhkan dan mencapakkan saat ada di atas kekuasaan. Tapi saya sangat apresiasi pada rakyat artinya rakyat selalu jujur, ketika mereka berkometmen untuk memilih A mereka benar-benar memilih A. Kasus itu menggambarkan pada kita bahwa hidup ini diliputi kepentingan. Yang khaus akan kekuasaan selalu berkenpentingan untuk dapat merealisasikan keinginannya “walau harus berhianat pada rakyat. Dan rakyat pun butuh mereka, rakyat dengan kepolosannya mengikuti apa yang diingini si calon penguasa, namun pada akhirnya mereka tercampakkan di akar masalah-nya. Dan kejadian itu bukan kebetulan, tapi sebuah kesengajaan dan sarat rekayasa dan kepentingan.

“Sungguh seandainya aku bisa meminta, boleh aku banyak diskusi denganmu
kenyataan hidup itulah yg mendewasakan aku dan kau..”

Kawan pernyataanmu tak ada yang salah semua benar. Kalau itu disalahkan barangkali salah dalam konsep nasipku saat ini. Jika kamu meminta waktu untuk sekedar diskusi, sesungguhnya waktu itu telah ada Cuma saat dan keadaan yang membedakan. Tapi jangan khawatir, diskusi ini telah kita dimulai, bahkan sebelum kita bertemu lagi diskusi kehidupan senantiasa memenuhi ruang kepala setiap saat.

Pengalaman hidup senantiasa memberikan kita pelajaran berharga, hanya saja kita sering abai terhadap tanda itu. Namun untuk saat ini, di saat akumulasi persoalan datang silih berganti diri tak bisa membuat satu kesimpulan apa pun. Artinya untuk saat kedewasaan itu belum lah sepenuhnya dapat saya rengkuh. Barangkali saya masih butuh proses dan proses lagi.

Kedewasaan dan pendewasaan sangat lah beda satu sama lain, kalau kita umpamakan seperti orang yang habis makan : “ada yang bilang keyang ada yang bilang kekenyangan”. Ditinjau dari segi usia barangkali kita bisa katakan sangat dewasa. Bahwkan dewasa dalam konteks fiqih islam kelasik disebut “seorang dikatakan dewasa “ballig” ketika pernah bermimpi mengelurkan atau keluar Seperma”. Dalam undang-undang kenegaraan ukuran dewasa ditetapkan dengan usia 16-17 th. Dilihat dari dua aspek tersebut kita masuk dalam kata gori orang dewasa. Pertanyaan apakah kita telah mengalami pendewasaan, yang tahu hanya masing-masing individu.

“Sungguh aku yakin kau pasti sukses..”

Pertama aku bersyukur pada Allah yang sampai saat ini membimbingku. Kemudian, terimakasih atas sprot dan doanya semoga kita sama diberi kemudahan oleh yang di atas. Sukses adalah hak, hak setiap mereka yang berpengharapan terhadap kehidupan. Kita adalah orang sekses. Kenapa saya bilang demikian pertama kita berhasil melawan keadaan yang tak mudah ini. Kedua banyak orang di sekeliling kita secara finansial lebih dari kita mereka tak punya tekad dan keberanian untuk berjuang menerapkan sunnahnya “menuntut ilmu”.

Kita sukses lantaran jalan kita adalah jalan tolabul ilmi. Perjalanan ini saya nilai sebagai jihad, jihad untuk menundukkan zaman. Bukan kita yang tertunduk terhadap zaman yang makin tak wajar dan pragmatis ini. Jika dulu jihad memikul pedang dan tombak, saat ini jihad kita lebih soff namun membutuhkan semangat dan kometmen yang tak kalah dengan strategi perang. Kita saat ini berperang dengan nasfu dan gejolak zaman.

Sukses itu milik kita kawan..
Jangan pernah menyerah..
Seru DIA untuk membantu percepatan kesuksesan itu..
Cz DIAlah pemilik kesuksesan sejati..” (Chotieb Ahmed)

Setinggi apa pun kepandaian seseorang sesungguhnya tak lebih dari sekedar satu tetes air di laut. Tak ada yang bisa kita banggakan, yang melekat pada diri kita hanya titipan. Allah maha kaya, Dia adalah raja atas kehidupan di Dunia. Allah lah yang mengatur segala isi lagit dan bumi. Dengan kekusaan-Nya pula ia menetapkan segala ketentuan-ketentuan atas lagit-bumi serta mahluk ciptaan-Nya. Maka hanya kepada Tuhan seru sekalian alam kita kembali. Kepada sang Maha pengatur kita berpasrah. Kesuksesan dan ketidak suksesan semua tuhan yang menentukan semoga kita termasuk dalam orang-orang yang bertaqwa.

Tidak ada komentar: