"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Jumat, 08 April 2011

SURAT UNTUK ANAK-KU KELAK

Setelah kalian membaca dan mengetahui surat ini, mungkin aku sudah tidak di dunia lagi. Anak-ku, kamu akan melihat Ijasah Ayah sebagaimana ada-nya. Di dalam Ijasah nama Ayah dan tanggal lahir. Sutaman, Idumham 09 Juni 1984. Sedang orang tua ayah di sana tercatat atas nama Ta’am.

Anak-cucuku yang yang berbahagai, kalian akan melihat hal itu sebagai satu kebenaran yang saklrek karena itu tercatat di dalam ijasah ditulis oleh oragng yang berpendidikan yang kecil kemungkinan akan salah. Tapi saat ini dan perlu kalian ketahui kelak bahwa nama ayah atau kakek, atau buyut-mu itu tidak seperti yang tertera sebagaimana ada di lembar kertas itu.

Nama ayah memang Sutaman, Idumham tapi tanggal lahir itu bukan seperti di ijasah. Kemudian nama orang tua di ijasah tercatat atas nama Ma’at, padahal dalam eluraga tidak ada nama Ma’at. Kalau kalian tanya apakah dulu ayah dari ayahmu Ma’at. Kalian tidak akan menemukan petunjuk, atau orang tidak akan mengenal nama itu. Nama ayah-dari ayahmu ini adalah Mas’ud (orang kampung memanggilnya Tu’sam / Tu’am).

Kesalahan atas pencatatan nama ayah terjadi terjadi ketika aku masih duduk di bangku SD. pada saat itu Guru menanyakan siapa nama ayah, aku tidak menjawab hanya teman-teman dan kakak kelas yang saling bersahutan menjawab pertanyaan guru. Aku sendiri tidak mengerti mengapa guru menayakan nama ayah. Guru tidak pernah menayakan KTP atau sekedar memanggil orang tua untuk mengklarifikasi nama ayah-mu ini.

Kesalahan administrasi yang dilakukan oleh kalangan terdidik tidak terjadi hanya sekali atau pada saat ayah masih duduk di SD. Kelak kalian akan menemukan hal serupa dengan kasus berbeda. Bagaimana kesalahan itu bisa terjadi ? nak dinia ini apa pun bisa terjadi, secanggih dan semaju apa pun teknologi kesalahan itu tetap akan terjadi.

Dulu tidak ada dokter ahli bedah dan tidak ada korban meninggal gagara-gara dibedah. Tapi sekarang setiap hari dilain waktu dan tempat kesalahan dari kecanggihan alat modern itu sering berakhir pada maut. Untung jika korban yang dibedah langsung mati, berarti dokter membantu mempercepat untuk mengahiri penderitaan secara keduniawian. Tapi banyak juga yang tergeletrak lumpuh karena kesalahan serupa. Dokter tidak pernah mengaku salah atas tindakannya, mereka selalu punya alasan atas tindakan medis yang dilakukan.

Kasus kesalahan pencatatan nama dan tanggal lahir di iajasah, kurang lebih seperti itu. Jika kita mau menuntut mereka yang berkedudukan lebih tinggi, akan banyak alasan dan mereka menganggab tindakan-nya sesuai prosedur. Tak tahu bahwa prosedur yang mereka jalankan, mereupakan prosedur salah, merugikan orang. Ayah adalah korban dari kecorobohan prosedur.

Nak ... orang miskin itu selalu tidak punya ruang di negri ini. Itu terjadi sejak masa penjajahan sampai era sekarang. Sejak masa otoriter sampai demokrasi saat ini. Tak pernah ada perubahan hidup yang berarti yang bisa dinikmati dan dirasakan oleh orang miskin. Orang miskin selalu termarginalkan dari kekuasan dan hak-hak hidup layak. Penyiksaan terhadap orang miskin masih terjadi. Jika dulu di era penjajahan dituntut kerja rodi. Di zaman modern hal semacam itu masih terjadi. Lihat para buruh, mereka bekerja sampai larut malam, lupa waktu hanya digaji berapa, Rp. 500-750.00, itu upah di era modern sekarang.

Kamu tahu uang sebesar itu apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup, biaya pendidikan juga kesehatan ??.. uang sebesar itu hanya bisa dibelikan dua setel baju, lalu kapan orang miskin bisa hidup bahagia sebagaimana orang lain ?. pertanyaan yang tak pernah terjawab zamannya. Nak orang miskin selalu menderita ini adalah fatka sejak dulu sampai saat ini.

Pemerintah menggalakkan dan mendorong agar tercipta lapangan kerja. Tapi saat pedang kaki lima menjajahkan berjualan di pinnggir jalan, mereka diusir mereka dikebuki. Orang miskin dilarang usaha. Apa yang keliru, mereka berusaha untuk sekedar mendapatan makan atau sekedar mendapat hidup layak..??. Mungkin PKL itu tidak punyak banyak uang untuk menyogok Satpol PP itu. Mereka pun harsu terusir dan diusir bak penjahat, itu terjadi di negri yang konon menganut asas Demokrasi. Ya konon para satpol PP suka disogog. Begitulah nak hidup dijaman dulu-juga sekarang.

Nak ..., ayah terpaksa menceritakan ini supaya kamu mengerti. Kelak bila kamu dewasa sudah tahu hitam putih hidup. Sudah mengerti apa itu arti kemanusian, sudah paham menderita itu tidak baik. Maka berbuatlah adil pada dirimu. Perlakukan orang lain sebagaimana memperlakukan diri kamu. Belajarlah dari perjuangan orang-orang bawah. Jangan kam mengaca pada elit yang suka mengadu domba.

Hidup memang harus seimbang. Orang miskin tidak mungkin dihapuskan dari muka bumi ini, karena itu sudah kodrat dan menjadi warna kehidupan sesuai kehendak yang Tuhan ciptakan. Tapi bukan berarti kita bisa sewenang-wenang terhadap orang miskin. Bukan berarti kita seenaknya merampas hak dan kebebasan mereka.

Tidak ada komentar: