"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Rabu, 13 April 2011

MEMBANGUN SUMENEP PASCA SURAMADU


Jemabatan Suramadu sebagai akses antara Madura dan Surabaya akan melahirkan ketimpangan-ketimpangan baru. Kenyataan ini tidak dilepas bila dilihat Madura dalam kapasitasnya masih ada pada taraf pekerja (buruh) dari memperkerjakan (tuan). Jangan salahkan masyarakat bila nanti-nya jadi budak pemodal.


Setelah peresmian Jembatan Suramadu, kawasan Madura menjadi sorotan publik. Sorotan itu dapat dilihat dari beberapa analisis yang dilakukan oleh pegiat pembangunan atau pengembangan kawasan Madura. Beberapa media pun turut melakukan diskusi-diskusi bagaimana Madura setelah ada-nya Suramadu. Apakah Jembatan Suramadu akan berdampak positif atau negatif bagi Madura ke-depan. Sebagai orang Madura saya tidak menginginkan dampak nigatif, tentu masyarakat Madura akan berharab ada perubahan positif pasca diresmikannya Suramadu.

Namun kita juga tidak dapat menutup kemungkinan ada-nya dampak negatif dari pembangunan Suramadu. Dampak nigatif dari pembangunan Jembatan Suramadu antara lain terjadinya transportasi dan transfer budaya yang cepat, sementara tingkat SDM formal orang Madura masih berada pada menengah kebawah. Percepatan pembangunan yang tidak disertai kebijakan pemberdayaan orang Madura hanya akan menciptakan ketimpangan sosial baru.

Dampak yang harus diantisiapasi sejak dini adalah terciptanya masyarakat mangkreng (nongkrong) bareng di sisi jemabatan. Fenomena mangkreng merupakan salah satu kebiasaan yang sering dilakukan orang-orang Madura “pemuda” untuk melihat lalu-lalang antara Madura-Suarabaya. Kebiasaan mangkreng di tempat-tempat umum dapat diantisipasi oleh pemerintah setempat dengan memberikan lapangan usaha (pekerjaan). Pertanyaannya apakah pemerintah punya kepedulian akan hal itu?.

Mengambil rekomendasi diskusi panel yang dilakukan oleh Kompas “bahwa pengembangan atau pembangunan kawasan madura harus dilakukan cara yang tidak biasa harus ada lompatan-lompatan khusus untuk mencapai keberhasilan pembangunan Madura yang baik”. Sampai saat ini kita belum melihat langkah kongkrit pemerintah dalam pengembangan Madura.

Pemuda pun dalam hal ini harus segera bangkit, dan bisa membuktikan bahwa mereka tidak hanya bisa jadi penonton kemajuan. Pemuda harus jadi pengawal yang baik pembangunan Madura dalam jangka panjang. semangat harus dipicu dan dibangkitkan. Namun Semangat saja tidak akan mampu memberikan apa pun ketika terbentur dengan birokrasi yang kaku dan berbelit-beit. Oleh sebab itu aparatur pemerintah harus memasang telinga lebar-lebar dan menyerap aspirasi dari bawah.

Bicara Suramadu tentu kita bicara empat kawasan Daerah yang menopang di hulu-hilir Madura. Empata kawasan itu adalah Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Ke-empat keawasan Dareah ini mau tak mau harus mengenjot pembangunan secara cepat dan ber-keadilan. Cepat dalam artian segala kebijakan yang diambil harus terperhitungkan secara matang dan kapabel. Dan hal yang penting adalah kebijakan itu harus menyokong kepentingan masyarakat atau penduduk Madura.

Sumenep sebagai Daerah paling timur di kawasan Madura memiliki peran yang sangat urgen dalam pembangunan Madura jangka panjang. Sumenep yang dedikadisikan sebagai kawasan wisata, memiliki prospek yang sangat baik. Wisata yang ada di Sumenep terdiri dari dua aspek penting pertama kultur budaya (ke-keratratonan : Baca sejarah Sumenep). Kedua ke-alaman wisata alam yang ada di Sumenep sangat beragam dan menawan diantara adalah Gua Jeruk, Tolobang pantai Slopeng dan pantai Lombang. Seluruh potensi yang tak kalah menarik adalah sumenep memiliki kepulauan yang terdiri dari 125 pulau diantara-nya masih belum tergarab secara baik.

Kini pemerintah Sumenep dihadapkan pada beberapa persoalan mendasar pasca diresmikannya jembatan Suramadu. Persoalan itu antara lain pena-naman modal (Investasi) pengembangan invrastruktur dan penanggulangan kemiskinan yang sampai saat ini masih terlihat lamban. Para pemangku kebijakan yang bersifat santai asal ngantor saja menjadi persoalan tersendiri bagi. Bagaimana Sumenep akan malu jika oknom di dalam pemerintahan hanya leyeh-leye, tidak memiliki pemikiran bagaimana prospek Sumenep ke depan.

Kebiasaan santai di kalangan pejabat harus diantisipasi, tuntutan jaman mengharuskan kita lebih agresif dan progresif. Jika kita senang berleha-leha dan tak mau peras kepala untuk memajukan Sumenep jangan harap proyeksi Sumenep untuk menjadi kota wisata akan membawa manfaat baik bagi rakyat. Kita tentu tidak ingin daerah kita seperti bali yang terkena dengan segala aspek-nya (positif-nigatif). Sumenep “pemerintah” harus memproyeksikan pembangunan sumenep “wisata” yang madani dengan tetap menjunjung nilai-nilai kultur yang ada di msyarakat.

Pengawasan dan intervensi dari masyarakat merupakan hal yang wajib demi terciptanya tatan yang lebih baik dan terkontrol. Sebagai masyarakat kita tidak ingin melihat penyimpangan dalam pengembangan di Sumenep. Oleh sebab itu masyarakat harus berperan aktif mengontrol pemerintah. Pemerintah harus memberikan teladan baik bagi masyarakat. Akuntabilitas dan transparansi menjadi kunci pembangunan di Sumenep.

Hal yang tak kalah penting dalam roda pemerintahan adalah penegakan hukum yang ber-ke-adil-an. Kalau kita amati penyimpangan dalam penegakan hukum sering terjadi. Masyarakat yang buta hukum sering jadi bulan-bulan oleh oknon polisi dan jaksa. Penyimpangan hukum yang dilakukan oleh oknom penegak hukum menjadi berita yang tidak sedap sekaligus mencedrai rakyat. Bayang ketika rakyat berurusan dengan hukum bukan keadilan yang mereka dapat tapi malah kebangrutan karena diperas oleh oknom hukum. Hak-hak warga untuk memperoleh keadilan hanya menjadi candu.

Tanpa mengurangi sara optimis, Saya yakin masyarakat Sumenep mampu melakukan kontrol yang baik-bijak hal itu untuk kebaikan Sumenep. Seluruh elemen masyarakat dan aparatur pemerintah harus terus melakukan kerja sama dan melakukan komonikasi secara intens supaya tidak terjadi dis komonikasi antara pemerintah dan masyarakat itu sendiri.

Banyak-nya penyimapangan yang sering dilakukan oleh oknom pemerintah mulai dari tingkat Lurah, Kecamatan, dan sampai Kabupaten (Pemerintah Kota), harus disudahi, saat-nya kita berpikir masa depan Sumenep bukan perut sendiri. Pungutan liar yang selama ini kerap dilakukan oleh sebagian oknom amat kita sayangkan namun rakyat pun tidak memiliki pilihan selain mengikuti kebobrokan yang ter-sistematis. Penyimpangan yang sangat mendasar seperti saat meminta rekomendasi atau surat kelengkapan ditingkat Kelurahan-kecamatan. Kebijakan baru dari Kecamatan untuk pengambilan KTP, Kecamatan mematok harga Rp. 25.000-75000, Padahal harga asli di Capil (catatan sipil) Sumenep pengambilan KTP hanya dikenakan biaya Rp. 6000. Harus pemerintah benar-benar menjadi pelayan yang baik bukan sebalik-nya memeras rakyat yang sudah terjerat kemiskinan.

Bila pemerintah Sumenep tidak mampu mendorong pembangunan yang berkeadilan dan memberikan pelayan yang baik bagi rakyat maka jangan harap perubahan dan kemakmuran akan tercipta secara baik dan merata. Kesenangan memperkaya diri dan mementingkan golongan “partai” bukan jaman-nya lagi. Sumenep harus bangkit untuk menyambut era yang lebih baik dan pemberdayakan rakyat untuk kemakmuran rakyat.

Bertolak pada Jembatan Suramadu Sumenep harus mempunyai master plen pembanguna Sumenep yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Dengan adanya master plen, pembangunan di Sumenep akan lebih terarah dan terencana. Membangun Sumenep harsu dilandasakan pada kejujuran dan menjunjung nilai lokalitas. Dan pembangunan harus terorentasikan semata-mata untuk rakyat.

Tidak ada komentar: