"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Selasa, 05 April 2011

SENDAL JEPIT DI PUSARAN KAUM ELIT Refleksi Pada Bedah Buku : Membangun Madura Pasca Suramadu

02 April 2011

Pejabat, apa yang terbayang di benak anda saat mendengar kata itu. Pejabat didudukkan sebagai orang terhormat, karena mereka memiliki kedudukan strategis dan gaji yang lumayan besar, atau ke-ilmu-an-nya. Barang kali itu yang menyebabkan mereka dihormati atau kita hormat pada mereka. Jabatan menigasikan strata sosial tinggi di kalangan masyarakat. Dan para pejabat menikmati ha itu, wajar bila para pejabat itu selalu diistimewakan dalam setiap keadaan. Tak terkecuali dalam perhelatan akademis pejabat memiliki tempat atau disediakan tempat teristimewa dibanding mahasiswa atau tamu lain.

Maka wajar bila kita gila pada jabatan, ya setidaknya jabatan dapat mengimbangi hidup dan menjamin hidup, apalagi menjadi PNS. Kata orang “kalau jadi PNS enak, ngak kerja juga dapat bayaran”, barang kali itu yang menjadikan generasi berbondong-bondong mendaftar CPNS. Berbagai cara ditempuh demi menjadi PNS, menyogok, mengandalkan kerabat yang sedang dekat dengan kekuasaan, pakai dukun atau ngak tidur semalam suntuk demi lolos jadi PNS.

Tapi saya tidak akan bicara soal bagaimana pejabat itu dihormati atau peroses jadi PNS. Saya akan bercerita bagaimana seorang pejabat bersikap atau menyikapi gaya pakaian. Hem, siapa yang tak tahu pejabat. Penampilan pejabat : pakaian, cara bicara, bergaul akan tercermin dan beda dengan kelas non penjabat. Pejabat selalu identik dengan berpenampilan rapi. Sepatu kinclong, baju mentereng, dan berbagai asesoris lainnya yang tak kalah menarik terutama para ibu pejabat. Hehehehkinclong tenan..!!!!

Pada tanggal 02 April 2011, saya berkesempatan menghadiri undangan bedah Buku MEMBANGUN MADURA PASCA SURAMADU ditulis oleh DR Ir. Soedjarwo Soeromihardjo dan DR Risnarto, MS. Tentunya mereka juga pejabat. Heheheh...., beberapa pejabat teras turut hadir dalam acara bedah buku, pejabat pemda Malang, bupati Bangkalan Rektor Unijoyo dan beberapa pejabat Malang dan pejabat pentimg Jatim.

Buku MEMBANGUN MADURA PASCA SURAMADU diterbitkan oleh Unmer Press. Dan merupakan terbitan perdana. Setelah saya membaca biodata penulis ternyata keduanya bukan orang Madura, DR Ir. Soedjarwo Soeromihardjo lahir di Warujayeng Nganjuk, 28 Oktober 1936 sedangkan DR Risnarto, MS lahir di Banjarmasn, 9 Januari 1950.

Enak jadi pejabat, seenak dua penulis mengeksplorasi keadaan Madura dalam konsep pembangunan Pasca Suramadu. Sebagaimana dikatakan para pembedah “salut atas perhatian Ir. Soedjarwo Soeromihardjo dan DR Risnarto, MS, terhadap pembangunan Madura”, namun saya lebih setuju dengan sikap Prof. Dr. Ir. Arifin, MS Rektor Tronojoyo “saya tidak akan memuji penulis nanti takut sombong” ungkap-nya.

Sederhana tapi penuh makna. Karena pujian selalu bias dengan kepentingan. Heheheh
Ya setiap pujian yang mengalir dari mulut tidak mencerminkan ketulusan. Selalu ada kepentingan besar dalam puja-puji manusia. Jangankan kepada sesama-nya kepada Tuhan pun pujian itu tak benar-benar tulus, selalu ada harapan dibalik pujian. Ada keinginan yang mengintip. Ada keinginan berbalik antara manusia dan yang menciptakan “Tuhan”. Pujian itu sikap potilis.

Saya tidak memuji, bukan tidak mengapresiasi, tapi saya lebih memilih objektif pada hasil karya mereka (DR Ir. Soedjarwo Soeromihardjo dan DR Risnarto, MS), yang banyak salah, Di dalam buku wisata potensial Sumenep halaman 25 disebutkan “Kecamatan Dasuk juga dikenal memiliki Pantai Lombang paling Timur Kabupaten Sumenep” mana ada pantai Lombang di Dasuk. Dicari keobang semut pun tak bakal ada. Lombang terletak di kecamatan Batang-batang. Wah jujur saya kurang srek dengan Buku MEMBANGUN MADURA PASCA SURAMADU, yang mencantumkan Gamabar tanpa sumber keterangan, maklum kan sekarang jaman canggih di internet gambar serupa banyak. Apa iya asal comot, heheheh

Jujur saya kurang begitu suka pada buku MEMBANGUN MADURA PASCA SURAMADU. Tapi terlanjur dikasi ya diambil. Ketidak sukaan karena buku itu banyak salah, saya harap ditinjau ulang agar benar-benar bermanfaat. Tidak menyesat gitu... oyi.. hehehh

Tapi yang paling menarik dalam acara itu bukan penampilan para pejabat yang necis, atau para ilustrasi penulis soal buku, apalagi komentar para pembedah. Para pejabat duduk di deratan depan kursi tempat duduk, ya mereka bergegas kedepan setelah ada permohonan protokoler “kepada seluruh undangan dan mahasiswa untuk duduk di kursi depan yang masih kosong”... seketika undangan berdiri pindah dan sebagian lagi tetap.

Saya yang duduk di bangku no 2 dari belakang segera bergegas ke tempat duduk paling depan. Ketika sampai di kursi paling depan ada teman madura “hei jangan duduk di depan situ... itu tempat para pejabat”.... saya menoleh ke kanan dan ke kiri. Tepat disamping kiri saya rektor UNMER dan sebelah kiri pejabat teras daerah Malang. Coba bayangkan bagaimana perasaan anda duduk dengan orang-orang yang terhormat itu ? dek-dekan nerfes atau .....

Taukah pada saat itu saya memakai sendal jepit Sollow dan di samping kanan kira saya “pejabat” memakai sepatu yang kinclong-kinclong. Dalam hati saya bilang “kalau selama ini sendel jepit hanya bertugas menghantarkan si tuan saat sembahyang kini dia berbaur dengan sepatu kinclong para pejabat elit”. Hehehheh saat itu orang di samping kiri saya tanya “sampean dari mana?” dari Sumenep, jawab saya. “bukan dari perguruan tinggi mana” ooooo dari UIN... kemudian dia melihat kekaki saya. Waooooh terhormat sekali sendal jepit ini sekarang “kata saya dalam hati”. Jarang-jarang dilihat oleh elit. Ciciciciciik.
Wallahua’lam

Tidak ada komentar: