"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Selasa, 19 April 2011

Catatan Kritis Pada Buku “MEMBANGUN MADURA PASCA SURAMADU”

Judul Buku : MEMBANGUN MADURA PASCA SURAMADU

Penulis : DR Ir. Soedjarwo Soeromihardjo dan DR Risnarto, MS

Penerbit : Unmer Press

Cetakan : Cetakan Pertama, Februari 2011

Tebal buku : xviii + 83


Sebagai anak Madura (Sumenep) saya turut bangga dan menyampaikan terima kasih kepada DR Ir. Soedjarwo Soeromihardjo dan DR Risnarto, MS, yang telah meluangkan sebagian waktu-nya untuk menulis buku “MEMBANGUN MADURA PASCA SURAMADU”, sehingga masyarakat akan lebih tahu dan paham apa itu Madura, bagaimana ciri kultur-nya. Menulis bukan satu hal yang mudah, dibutuhkan kerja keras otak dan kemauan tinggi. DR Ir. Soedjarwo Soeromihardjo dan DR Risnarto, MS, bukan orang Madura tapi mereka bicara Madura, tapi mereka bersedia menyumbangkan ide dan gagasan cemerlang-nya, soal bagaimana strategi pembangunan Madura Pasca Suramadu.

Kepada Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Prof. DR A Sodiki, Gubenur Jawa Timur Dr. H. Soekarwo dan Dr. Kridawati Sadhana Rektor UNMER Malang saya menyampaikan terimakasih, mereka (orang-orang hebat di negeri ini) turut memberikan kata pengantar buku “MEMBANGUN MADURA PASCA SURAMADU”, setidaknya kata pengantar itu menjabarkan bagaimana membangun Madura, “harus melibatkan stakholder, asli orang-orang Madura” kedepan. Satu kehormatan besar bagi masyarakat Madura, secara historis mereka “para tokoh-ilmuan” menilai, memperhatikan dan menilik orang Madura dari Sabang sampai Mereka bahkan Dunia Internasional. Orang Madura bertipikal pantang menyerah-tegas. Pengakuan tokoh tentang warga dan kultur Madura memberikan gabaran jelas sisilain Madura. Penegasan Prof. Dr. Ir. Arifin, MS menegejawantahkan asumsi "Madura gersang, tandus, panas itu juga tidak benar. kalau kita banding Madura dan Malang sekarang sama saja, kalau kita berjalan dari bangkalan sampai sumenep kita bisa menyaksikan tumbuhan hijau di pinggir-pinggir jalan" Ungkap Rektor Tronojoyo Bangkalan kepada Audien.

Namun ada beberapa kekurang dari buku tersebut di atas. Pertama dalam penjabaran konsep pembangunan Madura Psca Suramadu yang bersifat jangka panjang tidak melibatkan orang penting Madura “Ulamak, Kepala Daerah atau orang Madura yang “pernah” sukses dalam kepemimpinan Nasional”. Kedua Gambar yang disertakan di dalam Buku tersebut tidak jelas, apakah Gambar itu dokumentasi pribadi atau mengambil di internet “karena di internet banyak gambar serupa dengan yang ada di dalam buku (Gambar Sapi ternak di cover luar, jelas bukan Sapi asli Madura, bandingkan dengan Gambar Sapi Karapan (ciri khas Madura) yang juga ada di Cover tersebut, sangat jauh beda ). Buku “MEMBANGUN MADURA PASCA SURAMADU” masih banyak huruf-ejaan dan tulisan yang salah.

Ke-tiga pandangan pembangunan Madura pasca Suramadu hanya dilihat dari kaca mata mantan Gubenur Pak Noer. Memang jembatan Suramadu lahir karena gagasan Pak Noer ketika menjabat sebagai Gubenur, namun membangun Madura tidak bisa hanya dilihat dan diinterpretasikan dari pandangan beliua semata. Orang-orang Madura yang bermukim di Madura-lah yang sehasurnya dilibatkan (wawancarai, obesevasi, dilakukan pengamat secara mendalam terhadap kultur dan karakter orang Madura) .

Ke-empat tidak ada terobosan baru “potensi pertanian-industri” yang bisa ditawarkan oleh penulis terhadap stakholder berkenaan pengembangan Madura kedepan. Penjelasan soal potensi di Madura, hanya berupa refleksi atas kondisi Giografis. Banyak Komoditas yang hasil lautb di Madura : Laut (Ikan, Kepiting, udang, logam laut, rumput laut dan Garam). Tiada ada strategi pemasaran atas potensi yang ada di Madura, contoh reil yang sampai saat ini menjadi dilema bagi masyarakat Madura ialah Garam yang di Sumenep-Pamekasan hanya ditumpuk (Rp. 5000, /satu karung Pupuk Pusri penuh). Kelapa yang perbiji-nya hanya dihargai Rp. 500-800. Bandingkan harga garam atau kelapa di luar Madura (Garam 1/4 Rp. 1000) (satu kelapa Rp. 2000-2500 )

Ke-lima, dalam penulisan “keadaan Umum Masing-masing Kabupaten”, di halaman 15 menceritakan bagaimana keadaan dan potensi Madura (Wisata, Pertanian, Laut, Gas Bumi dll) yang ada di empat Kabupaten : Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Di dalam buku wisata potensial Sumenep halaman 25 disebutkan “Kecamatan Dasuk juga dikenal memiliki Pantai Lombang paling Timur Kabupaten Sumenep” terus terang hal itu menyita perhatian saya sebagai pembaca (warga sumenep), dan menyayangkan. Karena Pantai Lombang tidak terletak di kecamatan Dasuk, melainkan Kecamatan Batang-batang. Di Sumenep ada dua wisata laut yang potensial : Pertama Pantai Slopeng (Dasuk) dan Pantai Lombang yang terkenal dengan pasir putih, bersih, diteduhi pohon cemara udang yang alami, terletak di kecamatan Batamg-batang. Pantai lombang konon menyaingi pantai Kute Bali, ada ungkapan yang akrap di masyarakat "Lombang Kute-nya orang Madura-Sumenep".

Kalau kita amati penulis-an dan penerbit buku “MEMBANGUN MADURA PASCA SURAMADU” banyak kekeliruan, megindikasikan bahwa penulis tidak pernah terjun ke lapangan “cen n ricek” sehingga sumber dan informasi yang diberikan kepada pembaca salah dan merugikan. Harmono-Ed 1, Cet .1 selaku editor kurang teliti kesalahan kepenulisan-ejaan tidak terantisipasi secara baik. Konon buku itu merupakan Edisi pertama (saya kurang paham, apakah yang dimaksud buku yang baru pertama dikeluarkan oleh Unmer Pers (di buku ditulis Unmer Press), atau hanya mengacu pada satu judul buku itu saja). Kemudian keluar-nya ISBN 978-979-3220-20-8 yang bayak salah-nya dan merugikan pembaca menggambarkan lemahnya audit dan ferivikasi pengakreditasian buku Nasional.

Sebagai orang Madura (Sumenep) saya merekomendasikan kepada penerbit dan penulis untuk mengevaluasi secara total isi buku “MEMBANGUN MADURA PASCA SURAMADU” , demi kemanfaat dan supaya tidak merugikan pembaca. Saya harap diskusi di Ruang PPI Lt. III Pusat Universitas Merdeka (UNMER) Malang "forum terhormat" pembahasan strategi pembangunan Madura Pasca dibangunnya Suramadu bermanfaat dan dapat ditindak lanjuti secara reil.

Kemudian kesalahan seperti disebut di atas tidak terjadi lagi di Unmer Pers, dan penerbit di Kampus-kampus lain. Kampus (Penerbit/Pers Kampus) sebagai lembaga akademik harus mampu membumikan krang fikir ilmiah yang mencerahkan masyarakat, bukan sebalik-nya "merugikan". Kesalahan itu pun sebaiknya menjadi koreksi kepada Editor, dan pengakreditaisian buku / jurnal Nasiona. Bayangkan jika buku-buku / jurnal yang terbit dan terakreditasi ternyata banyak salah dan menyesatkan. Saya sebagai pembaca yang terugikan (orang Sumenep) meminta dengan hormat kapada seluruh stakholher agar kedepannya lebih teliti. Tulisan ini sekaligu meninjau pembedah yang hadir pada saat itu : Prof. Dr. Sodikin, SH, MH, Drs (AK) Subjekti Islam, Prof. Dr. Ir. Arifin, MS, Prof. Dr. Anwer Sanusi (atau yang menggantikan) (tanggal 02 Apri 2011) yang tidak menyinggung kesalahan-kesalan fatal tersebut.

Tidak ada komentar: