"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Kamis, 07 April 2011

MENYOAL KISAH POTTRE KONENG

Di ujung paling timur Pulau Madura ada sebuah Kota Surga (Sumenep), kota ini masih ranum, sejarah bermula, juga bergegas. Kota Surga, Kota para Raja. Ada 35 Raja pernah pemimpin Kota ini. Kini Kota Surga tak lagi dipimpin oleh Raja atau adi kaulo, Kota Surga sekarang mengalami perubahan “berevolusi”, 14 Bupati pernah mengisi dan menggantikan kedudukan-Raja. Kota Surga sebagaimana Kota-kota lain.

Kota adalah paradoks jaman, Kota merupakan anak peradaban. Kota selalu bergegas mengimbangi zaman. Di Kota Surga berdiri kisah menggelitik, juga mistis. Yang mistis selalu tak terjangkau, namun ada-nya kita terima, Kisah Pottre Koneng sebagaimana kisah Wanita suci, taat ibadah, “Maryam”. Ya Kisah mistis ini mirip dengan kisah Maryam yang memiliki anak Isa. Di dalam Al-Kitab Maryam digambarkan sosok wanita suci, taat beragama, dicintai Tuhan, kemudian Tuhan berkenan menitipkan Isa dalam rahim-nya. Kisah Maryam memang paradoks dengan keadaan dan kecanggihan tegnologi, namun itu kebenaran. Kebenaran yang wajib diyakini. Bagaimana dengan kisah Pottre Koneng ..?

Raden Ayu Pottre Koneng, Wanita bangsawan ini, memiliki kisah unik, menggelitik, “mistis” hampir mirip dengan kisah Maryam. Pada satu waktu Raden Ayu Pottre Koneng pamit ber-tapa kepada kedua orang tuanya, keinginannya direstui oleh keluarga ayah-ibunda-nya. Kemudian Pottre Koning pergi ke goa Payudan “bertapa”. Selama dalam pertapaan Pottre Koneng tidak makan juga tidak minum. Satu saat dia tertidur dan bermimpi didatangi seorang pemuda bernama Adipoday. Pottre Koneng adalah wanita petapa, Suci, taat beragama , Ia mencintai Tuhan sebagaimana Maryam. Pottre Koneng hamil dan dikaruniai anak Jokotole dan peristiwa terulang pada anak kedua Jokowedi.

Sejarah bagai air petuah, tertuang dalam gelas yang kosong siap saji. Sejarah mengalir melampaui zaman. Kita tak pernah bertanya “menggugat” apakah sejarah itu, benar dan mengandung kebenaran. Generasi tak pernah menyoal hal itu, mereka bagai gelas pasif, kisah diisikan, dan tertuang dalam kehidupan selanjutnya. Kekuasaan memang mudah menciptakan sejarah, karena ia dapat membentuk opini, dan bisa mempengaruhi publik. Tapi kita lupa satu hal, bahwa yang mistis itu tidak selalu benar apa lagi mengandung kebenaran.

Jika kisah Pottre Koneng benar atas kehendak suci “bukan perselingkuhan”, mengapa kandungan itu disembunyikan dan setelah lahir dibuang. Satu pertanyaan manusiawi karena Pottre Koneng dan Adipoday juga manusia. Kita sebagai manusia patut mempertanyakan kebenaran kisah itu. Tentu kita dan anak cucu terus dicekoki kisah yang tak diakal itu. Memang pertanyaan dan jawaban tidak bisa mengembalikan peristiwa yang terjadi di masa lalu.

Penegasan serta permurnian kisah Pottre Koneng bersama Adipoday perlu diluruskan mengingat kedua-nya merupakan orang yang pernah berpengaruh dijaman-nya juga keturunannya. Jika kekuasaan dan pengaruh yang melekat pada kedua-nya dijadikan taming “memanipulasi sejarah-dan kebenaran sejarah”, tentu yang rugi adalah anak cucu kita. Apakah kita akan menerima kebohongan sejarah. Apakah anak-cucu kita akan dibiarkan menelan kisah yang jelas tidak dapat dibuktikan secara ilmiah.

Kisah Pottre Koneng hampir mirip dengan kisah Maryam. Jika kisah Pottre Koneng dibenarkan berarti hal itu melawan kebenaran Firman Tuhan. Jika kehamilan Pottre Koneng terjadi dalam mimpi toh Jokatole dan Jokowedi kedua-nya ada dalam alam nyata. Jokatole dan Jokowedi berjasa pada bangsa ini. Saya curiga potrre Koneng memang berseingkuh dan melakukan hubungan gelap dengan Adipoday.

Kecurigaan saya bukan tanpa alasan pertama, saat Pottre Koneng hamil dia kabur dari kerajaan, kedua, saat melahirkan anak-nya dibuang. Ketiga peristiwa itu terulang sampai kedua kali. Kenapa Pottre Koneng lari dari keraton, kenapa anaknya dibuang kenapa itu terjadi sampai dua kali. Kita tak mungkin mendapat jawaban pasti karena pelaku sejarah itu telah tiada. Namun kita juga tak hendak fakum dan menerima begitu saja. Selama ini kita memang senang pada yang baik-baik. Namun kita tak sadar bahwa kebaikan itu tak bisa berdiri sendiri.

Ya cerita Pottre koneng-adipoday dikemas dalam kebaikan dan kesucian. Namun ada yang janggal dalam hal yang baik itu, ada yang ganjil dalam kemasan kisah Pottre Koneng. Keganjian dari kisah Pottre Koneng ketika ia kabur (diusir dari kerajaan), membuang darah dagingnya sendiri. Jika pada waktu itu ada komnas HAM anak tentu Pottre Koneng akan dituntut dan kena hukuman karena telah membuang dan menelantarkan anaknya.

Kecenderungan kita pada yang baik melupakan kodrat ketidak baikan itu sendiri. Kisah Pottre Koneng adalah cermin ke-tidak-baik-an yang dikemas dalam kemistikan yang baik. Baik itu bukan satu yang statis, baik adalah satu yang dinamis tapi juga realistis. Mungkinkah mimpi atau bermimpi bisa menyatukan dua gen yang berbeda. Mungkinkah sepisis (seperma) dapat dikirim atau terbang dan dengan sendirinya. Bagaimana hukum logis dan dunia modern menjawab hal itu.

Barangkali kita tak suka mendengar Raja Sumenep ke 13 adalah buah perselingkuhan yang tidak direstui “haram”, apa sikap kita jika kita tahu bahwa Adipoday (Raja Sumenep ke 12) adalah seorang yang pandai berselingkuh. Tentu kemanusian kita akan bangkit, jika peristiwa itu terjadi hari ini pastilah rakyat akan berontak. Namun kita juga tak pernah tahu kebiasaan para Raja, kita juga tak pernah mengerti perilaku daleman yang rigit, konon juga suka berfoya-foya. Bukankah berfoya-foya merupakan kebiasaan buruk dari para raja juga penjajah.

Wallahua’lambissowaff

Tidak ada komentar: