"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Selasa, 03 Januari 2012

TEMPAT ITU


Pepohonan di sekitar Dusun Paramaan masih terlihat rimbun dan asri. Pohon-pohon itu tak pernah enggan oleh pasang surutnya waktu mereka senantiasa gagah menantang segala kemungkinan yang sewaktu-waktu akan terjadi . Sejanak pikiran merenung tentang pohon-pohon itu, rupanya dia tidak hanya memberikan ruang yang sejuk nan hijau bagi manusia di bumi,  melainkan memperimbangi kehidupan bumi dan penghuninya.


Angin yang berdesir memberikan nuansa yang semakin religi, dengan beralas rumput aku bentangkan tubuh. Mataku seperti larut dalam tarian pohon. Betapa alam ini indah, pepohonan itu bak frame yang sengaja disematkan oleh Tuhan. Daun-daun yang saling bersilang seakan menampakkan kemesraan. Sesekali terdengan kicau burung, suaranya sangat merdu, gesekan daun-kedaun bak paduan musik. Ada kehidupan tersendiri bagi mahluk-mahluk ciptaan Tuhan, ini yang masih belum sempat aku bacai.

Di Dusun perkampungan Paramaan terdapat banyak jenis pohon seperti Kelapa, Siwalan, Jati, Kurnis dan beberapa pohon lainnya. Pohon-pohon itu tumbuh dengan kehidupannya masing-masing, tak ada caus, tak ada ribut atau saling sengeta sebagaimana kerap terjadi pada manusia. Masing-masing memberikan manfaat, pada alam dan penghuninya.

Berbagai jenis pohon tumbuh berkembang di sekitar Dusun Paramaan merupakan pohon yang tahan terhadap segala kondisi, panas, hujan juga angin. Namun pohon-pohon itu tak mampu bertahan atas perubahan sikap manusia yang kapan saja bisa menebanginya.

Suasana yang sejuk ini membawaku larut masa waktu yang belum tertentukan. Apakah keadaan yang asri ini akan mampu bertahan untuk seratus tahuan yang akan datang. Pertanyaan itu tak bisa aku jawab. Aku tak benar-benar yakin anak-anak dan cucuku kelak bisa merasakan nuansa alam yang asri seperti ini. Mungkin mareka sekedar mendengar dari orang yang bercerita “bahwa negeri yang mereka huni saat ini merupakan negerti yang hijau”, atau bila tidak mereka akan membacai kisah sejarah lewat vidio dukumentasi atau filem dilayar kaca.

Aku benar-benar miris dengan keadaan alam saat ini. Betapa sangat disayangkan bila keindahan dan kesejukan di alam ini suatu nanti hanya tinggal kepingan cerita dan sejarah yang kaku. Ketika aku rindu suasana alam nan sejuk, aku bisa pulang ke kampung, kemudian berajalan kaki “keliling” di pagi hari sambil menulusiri jalan setapak. Jalan setapak yang penuh rumput masih basah oleh sisa embun malam. Kemudian aku pergi ke kali sambil-melompat-lompat dari satu batu-kebatu yang lain, ya itu kebiasaan aku dulu saat masih anak-anak.

BERSAMBUNG……


Tidak ada komentar: