Tuhan, hamba yakin bahwa semua yang
tumbuh dan bergejolak dalam tiap-tiap jiwa adalah anugrah-Mu. Setiap rasa,
benci, cinta, amarah, dendam semua itu merupakan sirkkulasi kehidupan yang
bersumber dari-Mu. Akan tetapi, apa yang hamba alami kali ini benar-benar satu
kemustahilan yang tak sanggup dinalar oleh keadaan. Tapi Saya yakin ini semua
adalah bentuk rahmat-Mu pada hamba. Oleh sebab itu di sepenggal rasa yang masih
terkatup dalam bebas, Saya memohon agar
diberi petunjuk-Mu. Berikan jalan yang terang, berikan pijar pada gelap ketidak
terjangkauan ini.
“Tuhan bila rasa ini akan membawa
barokah di kemudian hari maka biarkan ia bersemi melalui jalan yang Engkau
ridoi, namun bila rasa ini akan menjadi pengganjal dan jauh dari sisi-Mu
hapuskan lah rasa, akanku kepada-nya. Namun bila rasa ini adalah sebuah celah
yang harus Sayaikhtiari, maka berikan kesanggupan bagi hamba untuk mengauli
hingga Saya tak berjarak lagi dengan-nya juga dengan-Mu”.
Tuhan..., Apakah ini lantarannya,
atau ini satu ke-pikuk-an-ku atas hadirnya. Saya benar-benar hilang mahu, hamba
seperti takluk dalam mihrob yang memyuai kasih. Setiap desir seperti pahatan
doa, jejal waktu menjeli langkah senantiasa dihadiri oleh kembang yang semerbak
nan ranum wajahnya, namun Saya tak punya daya untuk menciumi.
Waktu hanya kelebat senja yang
sesakali menghampiri hamparan bumi, namun tak memumi. Bak ilalang yang manari
bersama angin, ia selalu tampak dalam nyata, namun tak tahu mengapa ia
mengelepak lambai. Saya tak mengetahui apa kenyataan yang sebenarnya. Mungkin
ungkapan ini tak akan dimengerti oleh siapa pun keculai Saya dengan-Mu. Maka
untuk yang tak terbatas, biar lah rasa Saya nikmati. Biar saya senggamahi dalam
pucuk bayang, karena hanya itu kesangupan yang biasa digapai.
Tuhan,.... bila hadirnya bersama
waktu adalah hadiah yang sengaja Engkau titipkan untukku. Sungguh Saya berterima
kasih. Maka Saya pun tak akan menyiakan, akan saya jadikan ia sebagai
mahkota-ku, bendera dalam perbendaharaan hidup.
Walau rasa ini nyata adanya Saya harus
menyangsikan semua, termasuk bersit yang sempat terserat. Mengapa Saya mesti
menyangsikan semuanya, Saya tak ingin ada titik yang mengecewakan. Bahwa Saya mesti
mengukur diri, itu sangat jelas. Artinya apa...?, Saya tak boleh larut apa lagi
sampai hilang kendali hanya karena perasaan. Saya mesti menjadi tuan atas diri
sendiri. Namun bagaimana pun Saya tak mungkin menolak ketentuan yang telah
Tuhan gariskan.
Bila memang Tuhan mengsekenariokan
hidup seperti ini dan itu .... Saya tak mungkin bisa mengelak. Sebagai manusia
yang dianugrahi akal dan pikiran “rasa” Saya hanya bisa menimbang segala hal
yang nanti akan Saya lakukan, atau mempertegas setiap yang akan Saya lakukan. Meminjam
bahasa meliter saya mesti mendisiplinkan diri. Bagi saya men-disiplin-kan diri
itu sangat penting, termasuk mendisplinkan perasaa “CINTA”.
Rasa, karsa dan cinta merupakan
dimensi hidup. Setiap hidup pasti memiliki dimensi itu (Rasa, karsa dan cinta).
Namun semua mesti ada keterukuran, ketentuan, peta, petunjuk, atau bahasa
sistem-is-nya saya harus memiliki kontrol atau manajemen diri. Karena setiap
sesuatu yang dibiarkan tanpa ada pengendalian dan tujuan hanya akan
membinasakan diri-nya sendiri. Kita bisa melihat dan menilai realitas yang
sering terjadi, pada kebanyaknya orang. Kita melihat kejadian mirsi, bunuh
diri, atau gila. Semua itu disebabkan ketidak adaan kontrol pada dirinya.
Jangan menjadikan rasa “CINTA”
sebagai tujuan, jadikan dia sebagai alat yang bisa menjembati tujuan. Maka
penting bagi setiap kita, termasuk saya merumuskan tujuan dari perasaan yang
tengah kita alami. Ibaratnya Saya suka pada salah satu bunga, tuntu saya harus
tahu letak dan kondisi bunga yang saya sukai.
Pertama saya harus tahu di manan
letak dan spisifikasi bunga yang saya sukai itu. Apakah bunya itu ada di
jalan,di tempat pameran dll. Dari cara mengetahu ini lah nanti kita bisa
menentukan langkah, selanjutnya kita harus tahu berapa harga dari bunga itu.
Setelah kita tahu tempat dan bagaimana posisi bunga dan berapa harganya kita
bisa mengambil langkah “mengeksekusi” yang cepat dan tetap.
Sebelum kita mengeksekusi bunga yang
kita sukai, kita harus mengukur kemampuan yang ada pada kita. Bunga itu bagus,
mewah dan cantik pokonya pas lah dengan selera kita. Tapi selera itu harus
disesuaikan dengan kemampuan, apakah kita punya kemampuan untuk membelinya
memilikinya. Bila ia maka hal itu tak jadi masalah.
Ada satu hal yang perlu diingat
bahwa setiap sesuatu yang mewah “cantik” akan berkonsekwensi pada pemeliharaan
perawatan dll. Jadi selain melihat kemampuan daya beli kita harus
mempertimbangkan hal skunder yaitu perawatannya.
Petatah lama mengatakan “kenali lah
diri-mu terlebih dahulu sebelum kamu mengenal orang lain”. Saya kira pepatah
ini memiliki filosofi hidup yang dalam, hal senada saya temukan di dalam
pepatah Madura “kennengi kennengnganna, lakoni kala-koan-na”. Penempatan
diri itu sangat penting dalam hal apa pun dan di mana pun termasuk dalam hal
perasaan-CINTA.
Tulisan ini merupakan sebuah
perefleksian, atas kondisi, atas segala anugrah “CINTA”. Saya pun
mendelagasikan tulisan ini sebagai cermin abadi, setidaknya untuk saya pribadi.
Tuhan terima
kasih
Terima kasih
atas segala rasa yang ada
Semoga Saya
dapat memanin atas semua ini
Terima kasih
atas cinta, cinta yang menjadi rasa
Terima kasih
pada engkau sebelum kasih
Terima kasih
pada kesempatan waktu yang menemani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar