"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Jumat, 20 Januari 2012

RASA-CINTA

Tuhan, hamba yakin bahwa semua yang tumbuh dan bergejolak dalam tiap-tiap jiwa adalah anugrah-Mu. Setiap rasa, benci, cinta, amarah, dendam semua itu merupakan sirkkulasi kehidupan yang bersumber dari-Mu. Akan tetapi, apa yang hamba alami kali ini benar-benar satu kemustahilan yang tak sanggup dinalar oleh keadaan. Tapi Saya yakin ini semua adalah bentuk rahmat-Mu pada hamba. Oleh sebab itu di sepenggal rasa yang masih terkatup  dalam bebas, Saya memohon agar diberi petunjuk-Mu. Berikan jalan yang terang, berikan pijar pada gelap ketidak terjangkauan ini.


“Tuhan bila rasa ini akan membawa barokah di kemudian hari maka biarkan ia bersemi melalui jalan yang Engkau ridoi, namun bila rasa ini akan menjadi pengganjal dan jauh dari sisi-Mu hapuskan lah rasa, akanku kepada-nya. Namun bila rasa ini adalah sebuah celah yang harus Sayaikhtiari, maka berikan kesanggupan bagi hamba untuk mengauli hingga Saya tak berjarak lagi dengan-nya juga dengan-Mu”.

Tuhan..., Apakah ini lantarannya, atau ini satu ke-pikuk-an-ku atas hadirnya. Saya benar-benar hilang mahu, hamba seperti takluk dalam mihrob yang memyuai kasih. Setiap desir seperti pahatan doa, jejal waktu menjeli langkah senantiasa dihadiri oleh kembang yang semerbak nan ranum wajahnya, namun Saya tak punya daya untuk menciumi.

Waktu hanya kelebat senja yang sesakali menghampiri hamparan bumi, namun tak memumi. Bak ilalang yang manari bersama angin, ia selalu tampak dalam nyata, namun tak tahu mengapa ia mengelepak lambai. Saya tak mengetahui apa kenyataan yang sebenarnya. Mungkin ungkapan ini tak akan dimengerti oleh siapa pun keculai Saya dengan-Mu. Maka untuk yang tak terbatas, biar lah rasa Saya nikmati. Biar saya senggamahi dalam pucuk bayang, karena hanya itu kesangupan yang biasa digapai.

Tuhan,.... bila hadirnya bersama waktu adalah hadiah yang sengaja Engkau titipkan untukku. Sungguh Saya berterima kasih. Maka Saya pun tak akan menyiakan, akan saya jadikan ia sebagai mahkota-ku, bendera dalam perbendaharaan hidup.

Walau rasa ini nyata adanya Saya harus menyangsikan semua, termasuk bersit yang sempat terserat. Mengapa Saya mesti menyangsikan semuanya, Saya tak ingin ada titik yang mengecewakan. Bahwa Saya mesti mengukur diri, itu sangat jelas. Artinya apa...?, Saya tak boleh larut apa lagi sampai hilang kendali hanya karena perasaan. Saya mesti menjadi tuan atas diri sendiri. Namun bagaimana pun Saya tak mungkin menolak ketentuan yang telah Tuhan gariskan.

Bila memang Tuhan mengsekenariokan hidup seperti ini dan itu .... Saya tak mungkin bisa mengelak. Sebagai manusia yang dianugrahi akal dan pikiran “rasa” Saya hanya bisa menimbang segala hal yang nanti akan Saya lakukan, atau mempertegas setiap yang akan Saya lakukan. Meminjam bahasa meliter saya mesti mendisiplinkan diri. Bagi saya men-disiplin-kan diri itu sangat penting, termasuk mendisplinkan perasaa “CINTA”.

Rasa, karsa dan cinta merupakan dimensi hidup. Setiap hidup pasti memiliki dimensi itu (Rasa, karsa dan cinta). Namun semua mesti ada keterukuran, ketentuan, peta, petunjuk, atau bahasa sistem-is-nya saya harus memiliki kontrol atau manajemen diri. Karena setiap sesuatu yang dibiarkan tanpa ada pengendalian dan tujuan hanya akan membinasakan diri-nya sendiri. Kita bisa melihat dan menilai realitas yang sering terjadi, pada kebanyaknya orang. Kita melihat kejadian mirsi, bunuh diri, atau gila. Semua itu disebabkan ketidak adaan kontrol pada dirinya.

Jangan menjadikan rasa “CINTA” sebagai tujuan, jadikan dia sebagai alat yang bisa menjembati tujuan. Maka penting bagi setiap kita, termasuk saya merumuskan tujuan dari perasaan yang tengah kita alami. Ibaratnya Saya suka pada salah satu bunga, tuntu saya harus tahu letak dan kondisi bunga yang saya sukai.

Pertama saya harus tahu di manan letak dan spisifikasi bunga yang saya sukai itu. Apakah bunya itu ada di jalan,di tempat pameran dll. Dari cara mengetahu ini lah nanti kita bisa menentukan langkah, selanjutnya kita harus tahu berapa harga dari bunga itu. Setelah kita tahu tempat dan bagaimana posisi bunga dan berapa harganya kita bisa mengambil langkah “mengeksekusi” yang cepat dan tetap. 

Sebelum kita mengeksekusi bunga yang kita sukai, kita harus mengukur kemampuan yang ada pada kita. Bunga itu bagus, mewah dan cantik pokonya pas lah dengan selera kita. Tapi selera itu harus disesuaikan dengan kemampuan, apakah kita punya kemampuan untuk membelinya memilikinya. Bila ia maka hal itu tak jadi masalah.

Ada satu hal yang perlu diingat bahwa setiap sesuatu yang mewah “cantik” akan berkonsekwensi pada pemeliharaan perawatan dll. Jadi selain melihat kemampuan daya beli kita harus mempertimbangkan hal skunder yaitu perawatannya.

Petatah lama mengatakan “kenali lah diri-mu terlebih dahulu sebelum kamu mengenal orang lain”. Saya kira pepatah ini memiliki filosofi hidup yang dalam, hal senada saya temukan di dalam pepatah Madura “kennengi kennengnganna, lakoni kala-koan-na”. Penempatan diri itu sangat penting dalam hal apa pun dan di mana pun termasuk dalam hal perasaan-CINTA.

Tulisan ini merupakan sebuah perefleksian, atas kondisi, atas segala anugrah “CINTA”. Saya pun mendelagasikan tulisan ini sebagai cermin abadi, setidaknya untuk saya pribadi.


Tuhan terima kasih
Terima kasih atas segala rasa yang ada
Semoga Saya dapat memanin atas semua ini

Terima kasih atas cinta, cinta yang menjadi rasa
Terima kasih pada engkau sebelum kasih
Terima kasih pada kesempatan waktu yang menemani



Tidak ada komentar: