"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Rabu, 18 Januari 2012

PULANG KAMPUNG MENGURUS SIM-C

Tanggal 07 Januari 2012 saya pulang Kampung, kepulangan saya saat itu adalah untuk mengurus SIM C, saat saya memiliki kendaraan sendiri saya tak punya SIM, untuk hal-hal keperluan saya cukup memakai SIM saudara sepupu, karena wajah dan tinggi badan kami hampir sama. Ketika saya masih memiliki kendaraan sendiri males mengurus SIM, alasannya sistem yang jelimet. Jadi ketika Sekolah di MAN saya sudah terbiasa mengendara Motor tanpa menggunakan SIM.

Sebenar-nya SIM menjadi kebutuhan yangl dasar karena lalulintas sosial yang menuntut kecepatan mengharuskan saya mengambil alternatif yang cepat dengan risiko yang sangat kecil yaitu berkendara motor. Walau saya tak memilki kendaraan sendiri saya sering menggunakan kendaraan milik saudara atau teman. Untuk perjalanan tertentu terpaksa saya mengelabuhi polisi, dengan menggunakan SIM milik saudara. Karena sesuai perundang-undangan setiap pengendara wajib memiliki SIM (lihat UU Lalulintas).

Kalau kita mau jujur banyak warga yang memiliki SIM, ketidak ada SIM pada mereka dilandasi beberapa faktor, pertama lantaran mereka tak bisa mengurus SIM sendiri (buta huruf), sedang faktor yang lain adalah ketidak sadaran dan rumitnya birokrasi.

Sebagaimana diketahui oleh masyarakat umum, berurusan dengan polisi adalah hal yang sangat menjemukan karena harus mengeluarkan uang, beitu pun saat mengurus SIM. Bahkan orang secara terang-terang memanfaatkan calo “oknom pengawai/polisi” untuk mengurus SIM. Sedang harga yang dipatok sangat beragam Rp. 100.000,00-200.000.00, perkepala. Berapa SIM yang dikerjakan dengan cara menyogok tingakal mengalikan dengan sirkulasi dikeluarkannya SIM. Jika dalam satu hari bisa mengerjakan 10-20 x Rp. 200.000,00 = Rp. 4000.000,00 (empat juta perhari) x 30 = 120.000.000,00 (satu bulan mencapai seratus dua puluh juta)

Saya merupakan pemohon SIM baru, tapi ketika saya pertama kali mengurus SIM, seorang petugas Administrai langsung menyapa saya dengan sapaan yang sangat bersahabat dan penuh pertolongan “gamana mas, minta bantuan apa ikut tes” ungpat petugas saat. “memang tesnya bagaimana, sampean belum tahu ya, biar sampean tahu ikuti saja, bila pikiran berubah temui saya. Saya yang belum tata cara mengurus SIM merasa dekdekkan. Apa lagi sebelumnya teman saya mengngabarkan bahwa bila tidak lulus pada tes pertama akan menanti tes minggu yanng akan datang dan terus berulang hingga lulus (tiga kali tes) bila tetap tidak lulus harus mendaftar daru nol lagi.

Saya nekat saja, artinya saya tetap mengiti jalur tes. Sebelum mesuki tes para pemohon SIM baik yang baru atau yang akan memperpanjang di satukan dalam satu ruangan, kepala satlas Sumenep…. Memberikan pengarahan terkait rambau-rambu lalulintas dan bagaimana mengendara yang baik. Setelah itu para pemohon diperlihat sebuah tayangan (vidio dukumenter NTC Polda Jawatimur) vidio itu berdurasi sekitar 20-30 m.

Setelah selesaikan semua pemohon tertuju pada pada lembaran kertas yang telah dibagikan, sedang pemohon SIM baru harus mengikuti seleksi tes dengan membaca soal, bentuk soal berupa pilhan ganda. Soal sebanyak 30, dengan waktu penyelesaian 30 m, jadi peserta diberi 1 m untuk menentukan jawaban yang dianggab pali benar. Peserta tinggal menekan tombol berdasarkan petunjuk yang telah diarah oleh tim petus. (jangan menekan tombol merarh karena tombol tersebut sebagai tanda reset, bila terjadi berarti jawaban akan hilang semua)

Pemohon SIM baru pada saat sekitar sepulah orang, namun yang lulus tes teori 2, yang lain dinyatakan tidak lulus. Maklum peserta yang lain kebanyakan tidak bisa baca atau bisa baca namun belum pengalaman mengerjakan soal dengan sistem komputer. Saya yang dinyatakan lulus langsung jingkrak-jingkark ditempat. “ternyata gini to tes permohonan SIM” sambung saya sambil mengadu tangan tos pada seorang yang dinyatakan lulus.

Saya pikir tak ada tes lagi, ternyata setelah tanya pada petugas masih ada tes praktek. Lagi-lagi saya merasa dek-dekan, tapi saya oktimiskan hati. Masak bisa naik sepeda tak bisa tes. Saya dengan beberapa orang disuruh memasuki sebuah lapangan di sebelah barat LAKA LANTAS di Sumenep. Satu staf pengawai dan satu orang dengan berpakai dinas polisi mendekat ke lapangan. Kemudian mereka terlihat meninting sebuah balok kayu dengan pangjang kira satu siku lengan.

Sebuah sepeda motor Jupiter wrna putih tengah terparkir di samping lapangan. Nopel polisi kendararaab iti berloga satuan reskrim. Di bok tertulis kendaraan khusu tes/ujian. Cuaca saat itu sangat panas, kesal menunggu dan lapar pun menghantui perut. Tapi rasa itu terkalahkan oleh rasa penasaran. Saya pun ikut membantu memasangkan balok-balok yang dikhususkan untuk tes praktek.

“Sebelum kalian tes, perhatiikan saya. Petugas itu mengendarai Jupiter yang memang khusus untuk uji coba, pada awal pertama dia berputar pada lingkalaran yang membentuk anggka depan sebanyak tiga kali. Setelah itu dia belok kanan menuju ring ke dua yaitu melewati jalan lurus dengan melawa Balok, denganjarak tertentu. Jarak antar balok sekita satu meter seper empat. Peserta tak boleh terjatuh “kaki tak boleh menyentuh tanah, bila menyentuh tanha sampai tiga kali akan dinyatakan tidak lulus tes dan harus mengulang lagi apada minggun depan dan seterus seperti yang diuraikan diatas). Setelah selesai melewai jalan  lulurs dengan megitari balok, pemandu melewati sebuah jajaj dengan lebar siku lenagan dengan berkelok-blok persatu meter. Setelah itu kita akan melewati jalan lurus dengan ukuran tangan. Setalah itu kita akan petugas itu melewaiti satu rintangan dengan jalan agak tingga dan bergelombang (pserta banyak yang jatus pada sisi tes ini) setelah selesai melewati jalan bergelombang kita akan harus sampai vinis dengan ketinggian “tanjakan tajam” sekita 2 m.

Sebelum memasuki tes praktik masing-masing peserta dibolehkan mencoba satu kali. Saat pertama kali mencoba saya gagal pada jalan lurus dengan melawati balok, denganjarak tertentu. Jarak antar Balok sekita satu meter seper empat. Saat akan belok dan masuk pada ruang setelah serasa sulit, dan kakai sering terjatu. Namun alhamdulillah setelah tes saya bisa melewati. “kuncinya adalah tenang dan tak boleh tergesa-gesa”. Itu lah pengalaman saya saat permohonan SIM-C.

Tidak ada komentar: