"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Senin, 30 Mei 2011

TER-UNTUK-IBU-TERSAYANG

Perjalanan ini mengingatkan aku pada sosok Ibu,

Ibu yang selalu penyapihi-ku dengan cinta dan kasih

Ibu yang rela berkoban demi membahagiakan hariku

Di sejengkal nasip yang mematung

Ijinkan aku mencurah rindu


Ibu.... Terimakasih

Sungguh anak-mu tak bisa membalas kebaikan

Yang pernah ibu curahkan untukku

Apa lagi menyelendangkan sutra

Kesabaran,

Katabahan,

Senyum tulus itu...

IBU, Kasih sayang-mu tak ternilai


Ibu, Jika Tuhan memberi-mu palu

Maka pukulkanlah sebelum tuhan memukul-ku

Karena aku yakin pukulan ibu

Yakin Pada cinta dan harapan di hari kelak


Ibu ....

Kau adalah jembatan segala waktu

Kesediaanmu dalam setiaap keadaan

Tak dapat kulukis dengan kata-kata

Sudah berapa jarak yang Ibu pangkas

Membuat aku akrab dengan bau keringat-mu

Keringat tempuh, demi bulir padi dan beras


Ibu.....

Kua adalah rembulan

Kau adalah mata hari

Yang tak pernah lekang oleh mendung dan awan

Kau selalu tabah berselimut agin dan waktu

Ke-tabah-an-mu tembus waktu

Saat ronta kenakalan-mulai mengusik tidur-mu

Aku kau dekap dalam kehangatan cinta

Perlahan ... ibu membelai ubunku

Tangan-mu yang akrap dengan cangkul dan arit

Membelai-belai rambut-ku

Ibu mengelus dada

Menyaksikan rambuku

Rambut dengan segala bentuk dan bercorak


Ibu

Kau bagai air

Yang mampu merimbunkan dahaga jiwa

Merimbunkan mimpi dalam kemarau panjangku

Kelembutan hati-mu

Memancar dalam segala bentuk dan keadaan

Mengalir dalam tangan-mu

Sentuhan tanganmu yang khas menenggelamkan-ku


Ibu......

Kepalaku berbutar-putar seperti mengitari sawah dan ladang

Menyusur jejak

Aku ingat di sudut sawah itu

Ibu membakar kemenyan

Padi yang menguning mengantarkan mimpi dan nasip

Mimpi akan adanya perubahan pada nasip

Sebentar lagi panen aka tiba,

Kita akan menyantap nasi putih, dengan sambel tarasi

Di ruang kecil itu kita peluh memandikan tubuh

Menebus letih

Mimpi kanak-ku membalut rindu

Aku terlena dalam pangkuan Ibu

Pangkuan-mu seperti menyimpan aroma masa lalu

Aku seperti melampauwi kiloan jarak

.......

Aku tersadar

Tak terasa Air mata mengenang di pelupuk

Memantul wajah ibu yang lusuh

Wajah ibu seperti menampar-nampar sikap-ku

Sikap yang tak lagi ramah

Perlahan .....

Tangan-Ibu kembali maraih ubunku

Menidurkan gejolak, menghampar titian panjang

Lamat-lamat Ibu menenun doa untuk-ku

Tidak ada komentar: