"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Minggu, 22 Mei 2011

PERNIKAHAN (Surat Terbuka Buat temanku)

Buat teman baik-ku yang kini melangsungkan nikah nan jauh di sana.

Maaf aku tidak bisa memenuhi undangan pernikahanmu. Bukan-nya tak ada keinginan untuk hadir dalam hari yang membahagiakan. Tentu hadir dan menghadiri undangan, apalagi undangan pernikahan., lebih-lebih itu merupakan perniakahan kawan senasip dan seperjuangan, tentu hadir dalam resepsi berbahagia, merupakan satu kehormatan. Aku kira teman-teman akan berangkat bareng. Aku pun menunggu kabar. Tapi hingga detik yang tertentukan tak ada satu pesan atau informasi yang aku dapat.

Sementara teman yang satu tempat denganku pulang kampung. Ada keinginan berangkat sendiri. Tapi aku takut. Ketakutanku bukan takut pada hal-hal yang membahayakan diri. Katakutatan itu semacam kebingungan “tak ada teman yang bisa diajak ngobrol”. Bila aku paksakan pasti aku akan kaku, diri ini akan seperti patung unik. Jelas nanti kekakuanku akan jadi ton-tonan. Dan itu yang sangat aku takutkan. Tapi percayalah doaku selalu bersama kalian. Semoga rumah tangga “pernikahan” yang kalian bangun menjadi pelabuhan trakhir dalam sejarah hidup-mu. Semuga Allah mengaruniakan anak lucu-lucu, yang akan jadi generasi setelah kita. Namun sebagai teman aku menyesal tak dapat turut serta dalam hari “pernikahan” kebahagiaan-mu.

Pilihan-mu menikah sudah tepat. Setidaknya bekal hidup dan pengetuhuan telah kau dapat. Sekarang tinggal bagaimana kamu mengolah dan mengapilikasikan dalam kehidupan reil. Pernikahan kamu berbeda dengan pernikahan-pernikahan wanita kampung. Apa lagi di kampung aku di belahan timur Madura.

Jika kamu menikah dengan bekal pengetahuan yang cukup dan pilihan sendiri, itu merupakan keharusan yang dipegang wanita modern dan terdidik saat ini. Wanita “anak” harus--bisa menentukan arah masa depannya sendiri, lebih-lebih dia seoranhg yang telah terdidik. Tidak seperti di kampungku. Wanita tak harus dan tak berkewajiban menuntut ilmu pengetahuan “pendidikan formal”, mengapa ada prinsip seperti itu, aku juga tak tahu pasti.

Dalam rumah tangga wanita diposisikan dibawa bukan bahsa ranjang dan laki-laki selalu di atas. Wanita adalah orang dipimpin dan laki-laki sebagai orang yang memimpin. Barang kali itu yang menjadi alasan para leluhur dan orang tua di kampung-ku. Padahal dalam agama wanita dan laki-laki tak ada perbedaan terutama dalam hal memdapatkan pendidikan. Ngomongin maslah di kampuku tak akan ada habis-nya.

Maslah di kampungku anggab sebagai informasi yang tak perlu kamu tanya juga tak perlu kau jawab apalagi disanggah. Di kampungku menempuh pendidikan formal itu masih menjadi hal yang langka “termasuk aku”, apa lagi wanita. Sejarah dan kultur menjadikan generasi seumuran-aku “wanita” terlalu patuh dan tunduk pada tradisi. Tak pernah mereka mempersoalkan masa depan yang terpenting selaras dengan tradisi. Terkecuali aku dengan segala kenekatan yang tak terbeli.

Masih soal di kampungku. Orang tua yang punyak anak perempuan dan usianya sudah belasan tahun akan cemas bila tidak ada orang yang meminang. Takut anak-nya tidak laku, atau jadi perawan tua. Orang tua tak pernah khawatir kalau anak-nya tidak berpendidikan. Maka wajar jika lulus SD atau tak sekolah sama sekali sudah banyak yang dinikahkan. Menjadi perawan tua seakan menjadi aib, anak bodah dan tak tahu dunia modern tak soal. Barang kali orang tua sudah troma pada hal-hal yang berbau modern termasuk menyekolahkan “sekolah formal” anak-nya. Selain memang beban biaya sekolah yang saat ini semakin mahal, khususnya di RSBI dan Perguruan tinggi.

Itu merupakan satu kisah kelam perempuan di kampungku yang tak dapat menentukan hari depannya sendiri. Kenapa aku kisahkan ini pada kalian, biar kalian tahu bahwa jauh di sebarang atau pinggiran kota masih banyak orang yang tak menanggab penting pendidikan. Dan tidak berpendidikan seperti kalian. Maka bersyukurlah atas apa yang kini ada pada-mu. Oya ...kasus nikah dini-cerai di kampungku bukan sepenuhnya kesalahan mereka. Ada sistem di atasnya yang menjadikan mereka apatis terhadap kenyataan hidup.

Buat apa sekolah tinggi-tinggi toh di perusahan dan kantor “guru” rata-rata masih lulusan SD, jika sekolah kuliah diorentasikan pada dunia kerja apakah tak sia-sia saja. Bukankah kemarin pemerintah melakukan pembekalan pendidikan kesetaraan pada guru-guru yang pendidikan masih belum standart. Artinya apa, pendidikan formal yang berjenjang seperti tak ada guna-nya. Realitas mengambarkan seperti itu. Tapi kita mesti optimis, dan terus menggali potensi diri. Kemudian mengaktualisasikannya.

Apa yang kugambarkan di atas seluruhnya fakta. Dan fakta itu kini ada di sekeliling kita. Tentu kita tidak mesti larut dan berkecil hati dengan apa yang terjadi. Percayalah bahwa yang terjadi di hari ini dan esok adalah semua karena takdir Tuhan. Tapi kita tak boleh menyerahkan sepenuhnya hidup pada takdir. Takdir dan dan kehendak selalu seiring dan sehaluan bukan berarti kita kuasa atas diri sebagaimana kuasa Tuhan terhadap bumi-langit dan seluruh isi-nya.

Semoga pernikahanmu merupakan cinta sejati dan trakhir untuk seumur hidup. Tapi satu hal yang kusampaikan. Janganlah kamu menyerahkan segala ketentuan hidup-mu lantaran kamu wanita. Wanita modern dan terdidik harus berbeda dari wanita-wanita lain. Janganlah diam terhadap penindasan. Karena di dalam rumah tangga itu sering terjadi penindasan pada wanita. Tapi jangan angkuh pula lantaran dengan pendidikan yang ada padamu.

Sebenarnya aku tak perlu ngomel seperti ini. Namun sebagai teman aku hanya berbagi “sharing”. Semoga rumah tangga yang kau bangun kekal, hanya ajal yang sanggub memisahkan. Kebaikan dan keburukan dalam hidup tak dapat ditiadakan. Sebagai manusia yang dikaruniai akal kita hanya bisa menghindar dan hati-hati dari segala hal yang tak baik itu. Pesanku yang trakhir cepat-cepatlah punya momongan. Kata orang “kebahagiaan dalam berumah tangga bukan terletak pada pangkat dan jabatan, tapi kehadiran seorang anak dalam rumah tangga itu sendiri”.

Semoga Allah mengarunia-mu anak yang tampan, cantik, berahlak mulia dan berguna bagi bangsa ini. Amin.

Akhir kata..... selamat menempuh hidup baru..... doaku menyertaimu.

Tidak ada komentar: