"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Sabtu, 21 Mei 2011

HP, Kekerasan dan Perceraiyan (Pemaparan fakta)

Banyak waktu yang terlewati tanpa jejak. Perjalanan pun seperti mengambang di angan. Tak ada torehan yang sempat dibubuhkan. Sebenarnya saat itu bukan tak ada keinginan atau kesempatan diri untuk melakukan hal yang berarti, tapi waktu dan keadaan yang tidak memungkinkan. Akhirnya semua alur yang terlampauwi ambigu. Setiap obyek yang terrekam otak mengendap sebentar namun tak sempat terekplorasi. Keinginan diri untuk membubuhkan dalam satuan kalimat terhalang dinding keadaan.

Beberapa minggu lalu saya kembali ke tempat darah daging “pulang ke kampung halaman” (Desa). selama di tempat saya tak banyak beraktivitas. Di lihat sesaat seperti tak ada perubahan apa pun. Apa lagi kalau diperhatikan dari pembangunan infrastruktur “jalan”, Desa-ku juga Desa lain terlihat amburadul sebagaimana dulu. Namun saat kita masuk dan bergaul dengan mobilitas sosial Desa, kepala saya seperti diputar masa lalu dan kenyataan saat ini sungguh-sungguh jauh berbeda. “ya mungkin ini adalah hadiah dari modernisasi yang diagung-agubgkan itu”.

Desa semasa kanak-kanaku berbeda dengan Desa di era digital sekarang. Era digital telah merubah wajah generasi dan penghuni negeri “Kota-Desa”. Jarang kita menemukan orang tua yang telaten membuatkan mainan Kontek-kontekan. Ya semasa kanakku dulu ada sebuah mainan Kontekan yang terbuat dari bahan bekas Susu Kaleng dan Benang, kemudian kita memanfaatkan-nya sebagai komonikasi dengan jarak 30-50 m, layaknya HP sekarang. Permainan semacam itu jarang kita temukan, dan tergantikan dengan kehidiran HP.

Kini orang-orang Kampung tua-muda pada pegang HP semua. Mereka tak melihat akan urgensi pokok dari HP, yang penting ikut mode saat ini. Orang yang awal-nya sinis dan benci pada orang yang pegang HP sekarang tidak, orang-orang kampung berlomba memakai HP dengan tegnologi tinggi (Kamera, Vidio, Radio, MP3, Internet dll), padahal diantara mereka masih kaku dan belum bisa meng-oprasikan-nya.

Fenomena semacam itu membuat saya tertarik, Saya pun mencoba melakukan pengamatan sederhana kehidupan orang-orang di kampung saat ini. Apakah masih seperti dulu ketika saya masih SMP-SMA. Atau bagamaimana. Dari pengamatan yang saya lakukan, saya melihat ada banyak perubahan, mulai dari kebiasaan dalam ritualitas, konsepsi atau cara menjalankan budaya sampai pada pergaulan itu sendiri. Perkembangan tegnologi, dan kemudahan dalam mendapat informasi dari Internet juga alat komonikasi “HP” banyak merubah cara pikir dan tradisi di Desa saat ini.

Jika dulu ada orang tertawa sendiri dianggab gila sekarang lain lagi. Anak-anak-orang tua terbiasa tertawa sendiri dengan HP menempel di teliga, kebiasaan ini terjadi tak lama (2004-2007). Ya semasa saya SMA belum melihat realitas semacam sekarang anak-orang tua tertawa sendiri dengan pengang HP (telp), kecuali di Kota. Sekarang dari kalangan anak-sampai yang tua asyik tertawa sendiri dianggap hal yang biasa dan lumrah. Perubahan itu sangat cepat.

Jika dulu seorang remaja ingin menjalin hubungan “ber-pacaran” menulis surat lalu dikirim pada seseorang, semenjak HP menjamur kebiasaan itu ditinggal. Kebiasaan menulis surat di secarik kertas dianggab mengulur waktu dan berbelit-belit. Tegnologi membantu proses yang lebih simpel, praktis yaitu lewat SMS. Atau langusng colling.

Fenomena semacam di atas, seperti perselingkuhan yang dikarenakan HP jadi perbincangan hangat. Ada yang menyalahkan HP, sehingga orang yang pengang HP dianggab sebagai pelaku penyimpangan. Ada sebagian lain yang memandang netral. HP bukan satu penyebab, tergantung si pemakai. Jika HP digunakan untuk hal nigatif tentu dampaknya kan nigatif tapi bila HP di jadikan sebagai alat positif tentu hasilnya akan positif.

Bila diperhatikan dua sudut pandang di atas mengenai kegunaan HP dan penyimpangan lantaran HP sendiri. Saya menemukan satu nilai unik, ternyata di kampung (Desa) yang tak pernah tersentuh informasi memiliki satu pandangan yang bijak terhadap satu perkembangan. Sementara bila kita menyimak penyeragaman oleh pihak tertentu atas penyimpangan yang diakibatkan HP, kita akan dipertemukan pada titik hukum kausalitas. Bahwa dampak nigatif dan positif itu memang menyatu dalam satu benda termasuk HP. Sekarang tergantung bagaimana pemegang benda “HP” yang mempergunakan. Yang pasti semua tindakan akan ada risiko dan pertanggungjawaban, baik itu di dunia lebih-lebih di akhirat kelak.

Penyalahgunaan HP yang berujung pada kekerasan dan perceraian hal itu lantaran ketidak mengertian mereka dalam memanfaatkan tegnologi. Kemudahan dalam berkomonikasi yang tak ditunjang keteguhan mental dan agama menjadikan penyimpangan semakin marak dan meningkat. Sebenarnya sebelum ada-nya HP bukan tak ada penyimpangan, perselingkuhan penyimpangan-penyimpangan itu ada namun intensitasnya tak sehebat saat ada-nya HP.

Kurangnya pemahaman dan pemberian pendidikan dini pada orang kampung menjadi faktor terjadinya penyimpangan. Contoh kasus dari menjamurnya HP, banyak perselngkuhan dan dari perselingkuhan terjadilah tindak kekerasan yang berakhir pada perceraiyan. Di tingkatan generasi di bawah “pelajar” masuknya internet dan HP juga menjadi pemicu terjadinya perselingkuhan sosial dan asusila “sex di luar nikah”.

Jika sebelum ada HP orang ingin melakukan maksiat atau besenang-senang dengan WTS harus datang pada tempat atau lokalisasi tertentu kini tidak lagi. Orang tak perlu datang ke lokalisasi, tinggal kontak dan janjian bertemu di Hotel atau tempat tertentu lainnya.

Tidak ada komentar: