"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Minggu, 22 Mei 2011

JANDA & LIKA-LIKU KE-HIDUP-AN-NYA

“Tak mudah hidup sebagai Janda, terpaan gosip dan beberapa titel nigatif selalu jadi hadIah tanpa piala”.

“Menjadi Janda bukan keinginan. Tapi sebuah pilihan dalam mengarumi hidup”. Ungkapan itu hadir dari sebuah kekosongan tanpa kendali. Wajah-nya belur. Bercak darah memerah pada kelopak mata-nya. Sesekali air mata menetes. Air mata itu seperti tak bertuan. DibIarkan mengalir kemudIan jatuh di antara pakaIan yang di kenakan.

“Jika berumah tangga “suami” tak mendatangkan kebahagIaan buat apa dipertahankan. Rumah tangga dapat bertahan senyampang masih ada kecocokan dan adanya saling pengertIan satu dengan yang lain. Bukankah tujuan membangun rumah tangga untuk menyatukan satu visi dan misi, menenun karunIa dan kedamaIan di dalam-nya. Jika dalam rumah tangga yang ada hanya, kecurigaan, perselisihan dan pertikaIan, lebih baik hidup sendiri”.

Dengan kesungguhan hati saya terus menyimak untaIan kata dari perempuan malang ini. Sudah barang tentu perceraIan banyak terjadi. Terutama di kampungku. Tak ada peroses hukum pengadilan yang bisa mengiring hak-hak wanita. Laki-laki tetap menjadi tuan dominan dalam segala hal, termasuk dalam hal “apakah Ia akan meng-ahiri ikatan pernikahan atau tidak”. Wanita hanya bisa menerima segala takdir atas diri dari bapak “keluarga-suami” dengan segala kenelangsaan.

Pendidikan yang diharapkan mampu membuka pandangan kelam atas sisi wanita, terutama dalam hak-hak-nya !!! yang terdidik dan pendidik sama saja. Mereka seperti mengkonsolidasikan diri untuk tetap angkuh dengan ke-laki-laki-an-nya. Tetap menjadi raja atas istrinya. Legalitas agama dan budaya dijadikan pembenaran atas sikap dan tindak kekerasan pada wanita. “memukul istri sampai babak belur “pingsan”, tidak apa kalau itu untuk mendidik “memberi pelajaran”. Hal yang demikIan seperti menjadi paham yang takterulis di masyarakat. Wanita malang itu dipukul suami yang tarakhir. Suami dari yang tak seutuhnya manjadi hak-nya. Karena sebelum menikahinya telah mempunyai istri.

Kemarin kejadIan kekerasan terhadap wanita kembali ramai diperbincangkan. Seorang wanita dengan satu cucu terkapar di atas ranjang. Luka memar disekujur badan, masih membintik darah segar. Konon Ia dipukul oleh suami-nya. Saya mengelus dada. Sebegitu hinakah perempuan ini, hingga tak berdaya terhadap diri dan suaminya. Mengapa suami-nya begitu ringan tangan pada wanita ini. Jika memang ada kecurigaan pihak ketiga, kenapa wanita ini dijadikan korban, mengapa tak lapor polisi.

Saya mencoba menemui ibu dari wanita korban pemukulan ini. Saya pun berbincang-bincang lama. Segala kronologi kejadIan saya tanyakan. Akhirnya saya menemukan satu hal unik. Dalam hal ini Saya akan coba bercerita singkat soal wanita dengan dua cucu ini. “wanita itu berpenanpilan menarik dan seksi. UsIanya 30 tahuan ke atas dan di bawah 40 tahun. DIa adalah wanita yang suka bersolek. Bersolek atau mempercantik merupakan satu bentuk syukur, barangkali itu yang dapat saya petik dari cara dIa menjalani hidup”.

Kegagalan berumah tangga menjadi hal yang bIasa dijumpai di mana pun, termasuk di kampung saya dan yang terjadi pada wanita malang ini. Dengan pernikahan dengan suami pertamanya Ia dikarunIa seorang anak perempuan kini anak-nya sudan memiliki dua anak yang pertama perempuan yang kedua laki-laki. Pernikahan dengan suami pertama-nya dikena ujIan yang berakhir pada perceraIan. Selama menjalani hidup sebagai janda dIa dikabarkan menjalin hubungan gelab dengan suami orang yang juga tetangga-nya. Dan dikemudIan hari wanita ini menikah lagi dengan orang yang diisukan. Ia memilih bercerai dengan istri permatanya dan menikah selingkuhannya. Perjalanan pernikahan yang kedua ini berlangsung secara sembunyi. Titel sebagai perebut suami orang pun melekat pada dirinya.

Dalam pernikahan kedua dIa boleh dibilang sukses setidaknya dIa berhasil mengumpulkan pundi-pundi kekayaan. Sebagaimana wanita kampung dan desa kerja keras itu harus Ia jalani. Ya..,, mengumpulkan pundi-pundi kekayaan Ia menjajahkan dagangan “tapei singkong” dari tempat ketempat lain, hari-hari yang melelahkan itu Ia jalani bersama suami keduanya.

Namun kisruh rumah tangga kembali menimpa akhirnya Ia bercerai dengan suami kedua-nya. Dan lebih parahnya Ia tak diberi bagIan dari harta yang dihasilkan selama pernikahannya. Semua harta hasil keringatnya diboyong Suami-nya. Mau menggungat Ia tak punya surat nikah. Memang di kampung rarata tak punya akta nikah. Kebanyakan hanya menikah sirri “nikah bawah tangan”. Dengan segala kepasrahan Ia pun melupakan segala jerih payahnya dan mencoba membangun kehidapan dan masa depan baru.

Setelah beberapa lama menjada Ia dikabarkan dinikahi sirri oleh seorang laki-laki yang juga sekampung. Kali ini pernikahannya terkesan disembunyikan namun kata pepatah “tak ada uap yang bisa digenggam”, akhirnya kabar pernikahan sirri itu tersebar ke seluruh kampung. Seperti diketahui oleh banyak orang bahwa suami yang menikahinya sekarang memiliki istri dengan dua anak. Artinya dIa dijadikam madu. Titel sebagai wanita perebut suami semakin lekat. Lambat laut kabar pernikahan itu terdengar oleh istri pertama. Akhirnya pertikayan tak dapat dicegah adu mulut sampai fisik tak dapat dielak. Namun lagi-lagi karena wanita tak dapat menentukan langkah akhirnya hanya bisa pasrah dan mengelus dada atas sikap dan perlakukaun suami "laki-laki".

Di sisi lain wanita dua cucu ini bertengkar keras dengan suami-nya bahkan menerut saksi-saksi suaminya pernah mengucapkan talak tiga. Kabar itu pun dengan cepat menyebar. Bahwa Ia kembali hidup seorang diri. Dalam keseharIannya dIa nampak menikmati kebesan sebagai wanita sejati. Ia pun melakukan kontak dengan orang yang barang kali akan menjadi suami-nya yang kesekIan kali. Tapi diperjalanan suami yang mentalak tiga datang lagi dikehidupannya. Dan setelah kadatangannya itu kejadIan kekerasan tak dapat dihindari. DIa memukul istri keduanya dengan alasan untuk mendidik. Masyarakat pun tanda tanya ? mengapa dIa memukul. Padahal seperti diketahui dan disaksikan orang dIa sudah talak tiga.


Dilain waktu dan kisah wanita janda yang lain.
Di rumah ada lagi seorang janda muda dengan satu anak. Janda satu anak ini kini pergi ke keramaIan kota untuk sesuap nasi. Sementara anaknya yang baru sekitar 2 tahun ditinggalkan bersama nenek-nya. UsIa wanita janda dengan satu anak, sekarang masih 25-an. Janda ini sebelumnya sudah pernah gagal rumah tangga, ya dIa tiga kali gagal dalam berumah tangga. Pada pernikahan yang ketiga ini dIa dikarunIai seorang anak. Sementara pernikahan-pernikahan sebelum-nya tidak.

Sebelum berpisah dengan suami-nya yang trakhir dIa pernah melancong ke kalimantan. KepergIannya melancong ke kalimantan lantaran terjadi persetruan suami dengan ibu angkatnya. Suaminya diusir. Dari persetruan itu Ia bersama suaminya memutuskan hengkang dari rumah pergi ke Kalimantan. Untung suaminya sudah pernah bekerja atau mempuanyai pengalaman hidup di Kalimantan, sehingga Ia bersama suami dan anak-nya tidak mengalami kesulitan.

Selama di Kalimantan suaminya bekerja di perusahaan barang bekas. selama menemani suaminya yang bekerja di satu perusahaan barang bekas, Ia hanya merawat anak-nya. Namun Ia tak bertahan begitu lama, sekitar 3-6 bulan pulang kembali ke kampung halamannya. Wanita janda dengan satu anak tak memiliki sekil berarti, sama dengan wanita-wanita seumurnya. DIa hanya lulusan SD di Desanya. Tradisi masalalu mengharuskannya inklud dalam bahtera rumah tangga. Di Desa anak yang sudah haid dIanggab desa, dan pantas untuk membangun rumah tangga “berkeluarga”.

Sementara kedewasaan yang diukur dengan datang-nya haid “menstruasi” mengacu pada prodak hukum fiqih. Di dalam hukum fiqih disebutkan bahwa usIa 9-14 anak sudah atau sebagIan telah datang haid. Bila itu terjadi maka ketentuan “dosa-pahala” sudah melekat pada diri anak. Dan anak yang datang haid bisa dinikahkan sesuai ketentuan agama.

Anaknya baru bisa belajar ngomong sering rewel. Rewelnya anak ini beda dengan anak kebanyakan, anak ini rewel pada saat-saat jam malam, sekitar jam 10 lebih-pagi terus-menerus menangis tanpa diketahui apa sebabnya. Anak ini kini tinggal bersama nenek dan Mbahnya. Sementara ibu-nya pergi bekerja ke Kota. Konon jadi pembentu rumah tangga. Namun kabar lain dIa bekerja sebagai wanita panggilan WTS. Kebenaran bahwa wanita janda ibu dari anak yang sering rewel itu bekerja sebagai pemuas nafsu lelaki belang bulum terbukti. Kalau Ia bekerja sebagai pembantu konon pada satu waktu majikannya sempat datang ke kampung.

Konon ada yang melihat bahwa wanita janda satu anak pernah dilihat di sebuah tempat (pelisran di pinggir Kota), seorang dukun anak bercerita pada seorang ibu “satu memlihat-nya bekerja di tempat apa itu kata-nya WTS, yang sering di hotel”. Dukun anak ini mengisyaratkan bahwa wanita itu bekerja di tempat yang tidak baik. “ngak ngerti juga, mau dIapain juga wong sudah bukan nak kecil lagi.... saya Cuma kasIan pada anaknya yang kecil itu... Oooo barangkali bekerja di hotel” sambung yang lain. “iya mungkin” sambung ibu dukun itu.

“Tak mudah hidup sebagai Janda, terpaan gosip dan beberapa titel nigatif selalu jadi hadIah tanpa piala”.

Tidak ada komentar: