"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Rabu, 16 Oktober 2013

Ayo ke Pasar Minggu di Sumenep

Adanya liburan atau cuti bersama jelang hari raya Idul Adha, tidak saya sia-siakan. Maka pada sabtu sore pukul 16.00, setelah acara pengajian dengan TAKI saya pun bertolak ke sumenep. Sekitar pukul 20.45 saya sampai di sumenep. Seperti biasa setiap dari Surabaya atau Malang saya menyempatkan diri untuk singgah atau sekedar melihat-lihat Alun-alun Kota Sumenep, atau masyarakat Sumenep menyebutnya Taman Bunga. Malam itu Taman yang terletak 15 m di depan Masjid Agung Sumenep terlihat ramai. Puluhan penjual jajan dan pakaian berderet di pinggir taman. Sebagian pengunjung terlihat menikmati air mancur yang berada tepat di tengah-tengah taman. Pernak-pernik lampu di sekitar taman membentuk nuansa kemeriahan. Seperti di taman-taman Kota lainnya, romansa cinta dan keakraban bisa dilihat dari prilaku muda-mudinya, sama halnya dengan di Sumenep.



Saya pun melajukan kendaraan dengan pelan untuk melihat pemandangan di sekitar Taman Bunga. Tepat di depan Gedung GNI Sumenep ada sebuah pintu Gerbang yang terbuat dari besi di atas tertulis PASAR MINGGU SUMENEP. Jalan dua jalur di depan Gedung GNI, berderet puluhan Tenda semi permanen untuk para penjual. Tenda-tenda berderet di dua sisi jalan utara dan selatan, dari depan Gedung GNI hingga depan Musium Labeng Mesem Sumenep. Rupanya di sumenep pun kini ada istilah pasar Minggu.

Sebelumnya di Sumenep tidak ada istilah pasar Minggu sebagaimana saya lihat. Meski ada kegiatan jual beli di sekitar Taman Bunga, biasanya hal itu pada saat atau moment seperti saat bulan puasa, dari pukul15.30-21.30. pada hari-hari biasa pun ada kegiatan transaksi namun hal itu hanya terbatas pada aneka jajan atau mainan anak-anak dibuka pada waktu pagi sekitar pukul 05.30-07.00 semua PKL harus meninggalkan area Taman. Sebagai warga Sumenep saya merasa bangga dengan adanya Pasar Minggu, setidaknya pemerintah kota Sumenep telah berusaha menangkap moment sekaligus menciptakan satu mekanisme pasar sebagaimana kota-kota besar lainnya. Saya Pertama kali mengenal istilah pasar Minggu ketika kuliah di Malang. 

Karena penasaran dengan adanya Pasar Minggu, pagi-pagisaya pun berangkat menuju Kota, walau jarak tempuh dari tempat tinggal saya jauh, karena rasa ingin tahu dan melihat langsung saya pun tidak menghiraukan cuaca dingin. Pukul 06.00 saya meluncur seorang diri, langsung menuju lokasi dimana Pasar Minggu di gelar. Pukul 06.35 saya sampai di lokasi. Ruas jalan dari tugu pentas kesenian ditutup, begitupun ruas jalan di depan museum dan Labeng Misem disterilkan dari pengendara.

Di depan musium tepatnya di depan Pintu Labeng Mesem para Ibu-ibu tengah mengikuti senam pagi. Seorang instruktur dengan tubuh langsing terlihat memandu gerakan demi gerakan dengan sangat lincah. Peserta yang berjumlah sekitar 50 orang nampak larut dengan derap alunan musik dan gerakan yang diperagakan oleh instruktrur. Di samping kanan belakang penari ada sebuah pagar besi pada pagar tersebut ada papan yang bertulis (PENGENDARA DILARANG MASUK), pagar itu dijaga oleh tiga orang Satpol PP dengan berseragam lengkap. Saya pun beralih melewatijalan alternatif menuju Taman Bunga. Masih dengan perasaan penasaran sepedasaya parkir tepat di depan masuk Gedung GNI, dengan sepeda-sepeda yang lain.

Di lihat dari deret kendaraan pengunjung Pasar Minggu yang parkir, belum ada pengelola yang resmi. Seorang yang mengatur keluar atau membantu para pengendara yang hendak parkir atau keluar masih illegal. Indikasi ilegal tidak ada kartu parkir, menurut penulis adanya parkir yang legal sangat penting untuk menjamin keamanan tiap pengunjung. Sebagaimana kota-kota besar juga di sumenep tidak bisa luput dari pencurian kendaraan. Pada saat idul fitri tepatnya malam perayaan takbirkeliling satu sepeda pengunjung raib dicolong maling.

Meski pun pengaturkendaraan illegal ada sebagian pengunjung memberikan tetap uang parkir, dan kebanyakan tidak menghiraukan. Jika parkir ini dikelola secara baik, setidaknya akan ada pamasukan resmi untuk Daerah dan pengunjung pun tak perlu khawatir tehadap keamanan kendaraannya yang diparkir di area PASAR MINGGU SUMENEP, karena sudah ada penanggungjawab keamanan.

Anika Jualan dan Kuliner Pasar Minggu Sumenep

Setelah memparkir kendaraan saya melihat antuasiasme para ibu-ibu dan muda-mudi yang berkunjung di Pasar Minggu di Sumenep. Saya tidak langsung masuk ke area pasar yang panjang sekitar 60 m dengan lebar 12 m yang memanfaatkan dua ruas jalan menuju Taman Bunga atau Musium dan Labeng Mesem, ikon dan warisan budaya dari kerajaan Sumenep. Saya sempat bertanya kepada salah satu petugas Satpol PP Bpk. Rida'i terkait Pasar Minggu di Sumenep. Menurut Rida'i Pasar Minggu sudah berjalan kurang lebih dari tiga bulan, buka mulai pukul 06.00-09.00. masih menurut Rida'i pasar minggu ini merupakan inisiatif pemerintah untuk menghidupkan gairah pasar sekaligus sebagai bentuk apresiasi kepada warga yang ingin memasarkan produk dan keahliannya. Dan juga sebagai layanan bagi pengunjung. Pengunjung pun bisa menikmati aneka kuliner yang disediakan oleh penjual di area pasar minggu disumenep.

Ditemani dua perempuan cantik saya berkeliling melihat-lihat anika jualan yang ada di Pasar Minggu Sumenep. Berdasarkan pantauan, beberapa setan yang berjualan lebih banyak yang menawarkan makanan, mulai nasi Jagung hingga makanan modern saat ini. Sebagian stan berjualan permainan anak-anak, stiker, baju batik dan beberapa kerajinan tangan lainnya. Saya mampir di salah satu stan yang menjual makanan. Ditemani dua perempuan saya menikmati sajian makanan di pasar minggu. Di samping tempat saya makan, para pengunjung juga tengah menikmati sajian bersama keluarga besar mereka. 

Saya lihat penempatan para penjual masih bercampur baur, tidak tertata dengan rapi. Tidak sebagaimana pasar Minggu di Malang di mana penjual sudah tertata rapi. Misal seperti jualan anika makan berjejer sesama penjual makanan, mulai makanan ringan hingga makanan pokok seperti anika sajian nasi lainnya berjejer sesama penjual makanan. Sedang di pasar Minggu di Sumenep penempatan penjual masih belum teratur secara baik, misal ada penjual Nasi berdempet dengan penjual baju dan mainan anak-anak. Tidak tertatanya penjual akan membuat pengunjung terganggu atau kurang nyaman. Di sisi lain ada beberapa stan yang masih kosong.

Selain itu emerintah sebagai penyedia tempat harus memperhatikan keberadaan para penjual dengan memperbanyak informasi dan publikasi atau diadakan efen-efen yang mampu menarik perhatian masyarakat sehingga ada ketertarikan masyarakat untuk menikmati sajian yang ada. Melalui instansi-instansi yang ada pemerintah harus mampu mendorong supaya menginfakkan sebagian riskinya di pasar Minggu. Harus ada strategi khusus supaya adanya pasar Minggu betul-betul memberikan kontribusi pada masyarakat dan Daerah khususnya.

Keberpihakan pada ekonomi kerakyatan harus  diwujudkan, tidak sekedar wacana dan janji-janji belaka. Maka adanya pasar Minggu harus dijadikan sarana dalam mementaskan kerajinan dan kuliner khas Sumenep. Sekaligus sebagai wujud keberpihakan terhadap ekonomi kecil. Jika saat ini di pusat Kota ada kegiatan dengan konsep pasar Minggu, saya berharap hal ini mampu dikembangkan ke pelosok-pelosok dengan konsep dan model baru tentunya. Karena sebagaimana teori ekonomi mengatakan, bahwa pasar harusdiciptakan guna merangsang gairah keekonomian. Tentu selain menciptakan pasartugas yang tak kalah penting pemerintah ialah menciptakan peluang kerja bagi warga Sumenep.

Tidak ada komentar: