"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Selasa, 22 Oktober 2013

Pengalamanku dengan Polisi III

Pengalaman Ketiga

Menjelang penerimaan ijazah saya kena musibah, dan kembali berurusan dengan polisi. Saya kecelakaan, ditabrak oleh wanita pengendara sepeda motor yang melaju kencang dari arah selatan, saat itu saya hendak mengantarkan kendaraan teman yang di sebrang jalan. Saya tepat berada di sebelah barat sisi jalan tepat di depan pintu gerbang sekolah, sebelum menyembarang saya sudah menoleh ke kanan dan kiri jalan, saat menoleh ke arah selatan masih lengang, kemudian saya melihat ke sisi utara jalan, juga legang. Karena kondisi legang saya pun melajukan kendaran punya teman saya ke sebrang jalan dengan pelan, belum separuh jalan tiba-tiba sebuah sepeda motor yang dikendari wanita menabrak. Wanita pengendara sepeda motor itu tidak kuasa mengendelikan kendaraannya karena lajunya sangat cepat. Akhirnya saya pun tertabrak pas di tengah mesin kendaraan.

Saya yang tertabrak oleng keri, dan wanita pengendara yang menabrak terpental dan jatu ke samping kanan jalan, sebelum jatuh pingsang, hidung wanita yang menabrak saya mengeluarkan darah. Beberapa orang termasuk satpan sekolah membopong tubuh wanita sebelum akhirnya dia pingsan. Sebelum terjatuh dan dia sempat menilpon, “Papi-papi… saya kecelakaan di depan sekolah MAN”, seru wanita itu pada orang yang ditelponnya. Teman-teman sekolah yang berada di sebrang jalan dan di depan gerbang teregun melihat kecelakaan yang singkat dan cepat itu. Bahkan teman yang punya kendaraan pun tertegun, tidak ingat apa-apa. Saya katakana demikan setalah kejadian saya langsung memberikan kunci kontak pada si emmpunya. Kemudian saya menghindari kerumunan massa, karena takut mereka yang tidak tahu kronologinya kemudian main hakim, atau saya kena massa. Saya menghindari dari massa masuk ke dalam sekolah. Karena takut bercampur panik saya pun keluar dari sekolah melalui pintu belakang.

Dalam kecelakaan saya sangat bersyukur tidak mengalami luka berarti, kendaraan teman saya pun tidak mengalami kerusakan yang parah, hanya penyangga kaki yang belok, kemungkinan diakitbatkan terjatuh, saat tertabrak. Saat meninggalkan sekolah harapan saya, tidak ada apa-apa. Namun ternyata perkiraan saya meleset, saya harus berurusan dengan pihak berwajib. Sepeninggalan saya, sesuai keterangan teman yang punya kendaraan. Ada seorang polisi dengan pakaian preman datang. Polisi itu marah-marah, memaki-maki satpan dan kepala sekolah. Polisi itu pun menanyakan saya ke mana, karena saat itu tidak ada yang tau saya kemana akhirnya, polisi yang kemudian diketahui intel yang bertugas di Manding, membawa kendaraan teman saya sebagai jaminan.  

Intel itu hanya berkomonikasi singkat dan meninggalkan sekolah dengan memberitahukan identitasnya dan kontak hp. Setelah usai sekolah saya menemui teman, menanyakan kejelasan untuk menyelesaikannya. Berdasarkan petunjuk dari guru yang juga wali kelas saya ketika kelas X saya dengan teman menuju laka lantas untuk melihat dan menanyakan kendaraan teman yang dibawa oleh intel yang mengaku sebagai suami dari wanita yang menabrak saya. Sesampai di Laka Lantas saya kaget sekaligus cemas, karena di Laka Lantas tidak ada laporan adanya kecelakaan, atau orang yang menitipkan sepeda motor.

“Ada yang bisa kami bantu” tanya petugas di Laka saat itu
“Begini pak, tadi siang sekitar pukul 10.30 saya kecelakaan di depan sekolah, kemudian kendaraan di bawa oleh seorang intel”
“Memang katanya di intel mana”
“Kata tugas  di Manding”
“Sampean telusuri ke Manding, apa benar dia intel, jangan-jangan dia intel/polisi gadungan, laporan adik kami catat. Agar jelas kalian langsung ke Manding tanyakan kebenaran informasi itu”

Penjelasan dari petugas Laka membuat saya semakin takut dan panik. Saya takut keterangan dan penjelasan dari petugas Laka benar adanya. Kalau benar orang yang mengaku intel itu gadungan atau penipu bagaimana. Tanpa banyak pikir saya dengan teman langsung meluncur ke Manding. Meski Manding bukanlah jarak yang dekat untuk kami tempuh, apa lagi kami masih belum tahu betul di mana posisi polsek Manding. Berpegang pada petunjuk yang ditinggalkan kepada guru oleh orang yang mengaku intel, saya terus melajukan kendaraan. Pikiran saya masih kacau bercampur takut.

Sekitar satu jam lebih dengan menanya kepada setiap orang akhirnya saya sampai di polsek Manding. Sesampai di Polsek, tidak melihat aktifitas berarti. Apa lagi jam kantor memang sudah lewat, saya sampai di Polsek sekitar pukul 16.15. seorang petugas yang menerima kami berdua, kami pun menayakan oknom yang mengaku intel itu. Berdasar keterangan petugas yang kemi temu, bahwa W.W memang intel dan bertugas di Manding. Namun sebelum trakhir jarang ngantor dan hanya malam saja datang, itu pun sangat jaranga. Menurut petugas itu, W.W tinggal di karang Duak. Kepentingan saya mencari dan bertemu W.W adalah untuk menyelesaikan pristiwa yang menimpa.

Pertama saya ingin mengetahui kebenaran bahwa W.W adalah intel, setelah menempuh perjalanan yang melelahkan akhirnya saya tau siapa W.W itu, dia memang seorang intel di Manding. Namun saya masih belum puas atas apa informs yang diberikan terkait W.W oleh petugas di Manding. Saya masih ingin melihat kendaraan teman, dan membawanya pulang. Dalam perjalanan teman saya ditelp oleh seseorang. Rupaya orang yang menelp itu adalah W.W. Saya pelankan kendaraan, suara dari ujung telp, sangat keras dan ada mengancam. Setelah berselang lama, kami pun meminta bertemu di Laka, intel itu kaget, karena kami megajak bertemu di sana.

Teman saya kemudian menghubungi salah seorang guru MAN, singkatnya kami disarankan untuk menemuinya di Laka. Sekitar pukul 17.17 saya dengan teman saya tiba di Laka. Petugas yang waktu siang menerima saya masih ada.
“bagaimana sudah ketemu dik” tanya pertugas itu.
“iya, beliuanya memang petugas intel di Manding, ini kami janjian untuk ketumu di sini.
“yau dah berarti kendaraannya ngak akan hilang, tunggu saja” tegasnya pada kami.

Sambil duduk di sebuah teras di Laka kami pun menunggu W.W dengan perasaan cemas, saya masih panik dan takut. Takut apa bila polisi itu kalap kemudian menyakiti saya. Perasaan was-was dan takut menjadikan saya gelisah dan tak nyaman. Sesekali saya mondar-mandir kemudian duduk lagi. Teman saya masih melihat-lihat hpnya. Sedang saya sangat was-was. “iaya pak kami sudah di Laka, kami ada di dalam” Kata teman saya melalui hpnya. Rupanya W.W menelp lagi. Dia sempat meminta bertemu di sebuah lapang tak jauh dari Laka di Sumenep. Selang beberapa menit sesok laki-laki dengan tubuh tinggi dan kekar berkjalan menuju arah kami. Rupanya W.W sudah menepl kesebagian petugas sehingga dia paham posisi kami, dan langsung kami dilabraknya.

Memang sebelum W.W datang, salah satu petugas terlihat menerima telp, “iyo ada, ini nangkeni, wong luru cilik-cilik” kata petugas sambil tersenyum melihat kami yang sedang panik dan takut. Mungkin W.W telp untuk menanyakan kami bersama siapa saja di Laka. Selang beberapa 5 m dari petugas yang menerima telp. Datang seorang laki-laki dengan tubuh tegab dan kekar. Lalaki itu langsung menuju arah kami yang duduk di emperan LAKA.

Lelaki itu bertubuh tinggi perkiraan 70 cm, badannya gempal. Sorot mata tajam. Lelaki yang mendekati kami berdua adalah W.W rupanya dia adalah orang menelp dan ditelp oleh wanita yang menabrak saya pagi menjelang siang tadi. Saat itu kami belum tau dia sebagai apa atas wanita yang menabrak saya. Apakah dia sebagai suami, teman atau pacar kami tidak tau. W.W lang memarahi kami berdua, kemudian mendorong kepala saya. Dia terlihat sangat emosi poda kami. Setelah marah-marah kami diajak menuju salah satu rumah di karang Duak.

Di sebuah rumah itulah dia kembali memari kami dan membentak-bentak sembari mengancam. Awalnya kami bicara secara baik-baik, bermaksud untuk berdamai agar persoalannya tidak panjang dan cepat selesai. Kami dikira anak seorang pejabat, dengan nada dia bertanya pada kami berdua. “apakah kamu anak tentara atau polisi, meskipun begitu kamu akan kucebloskan kepenjara” cetusnya dengan nada emosi.

“saya bukan anak pejabat, saya hanya orang kampung” kata saya sambil mencoba menarik iba supaya ada kelonggaran.
“Kamu  tau, tadi dia dibawa ke rumah sakit, dia mengalami pendarahan. Sepedanya konci stirnya bengkok, kamu harus menganti semua biaya dengan tolah Rp. 1.500.000,00.”. kata wawan dengan nada marah.

Saya tertunduk tidak bisa menjawab atau mengiyakan apa yang diminta oleh si W.W. saya dengan teman saya saling melempar pandang. Saat itu saya hany membawa uang Rp. 600.000, sisa beasiswa dari sekolah.

“sekrang terserah kamu, mau damai atau dilanjutkan” tantang W.W.
“saya ingin menyelesaikan dengan cara keluarga, namun dengan jumlah yang bapak sebutkan, kami tidak bisa menjawab. Kami hanya anak petani yang tak banyak uang” ungkap saya.
                                                                                                         
Entah si W.W merasa iba atau apa, tiba-tiba dia mengalihkan suasana. Dia menanyakan suatu tempat yang menurutnya sebagai tempat sarang perjudian yang menjadi incarannya.

“kamu berasal dari mana”
“saya gapura, tepatnya gapura barat III” jawab saya.
“kamu tau si Rasidi, dia itu jadi Bandar judi, dan sedang diawasi” tegas W.W.
“Saya tidak kenal nama itu, cuma pernah mendengar, memang dia orang Gapura tapi saya tidak tau posisi rumahnya” jawab saya dengan lugu.

Rupaya W.W ini banyak tau kondisi di gapura. Saya sendiri tidak bisa membantah adanya orang yang bernama Rasidi  dengan kebiasaannya berjudi. Banyak orang mengatakan demikian. Namun hal yang menjadi tanda tanya, kenapa W.W juga tau Rasidi. Apakah benar dia sedang menyelidi atau juga bagian sebagaimana terjadi dibanyak tempat, polisi ikut jadi beking dunia hitam. Rasidi sekita di polsek Gapura, mustahil bagi polisi tidak tau sepakterjang dia, dan lebih tau W.W yang jauh di Kota. Namun begitu tidak ada tindakan dari kepolisian gapura atau semacam himbauan lainnya.

Selian itu W.W juga kenal seorang wanita teman kakak kelas di sekolah, di kampung saya. Wanita ini konon menjadi panggililan. Teman saya ini memang cantik. Saya pun mengagumi kecantikannya lepas dari dunia yang dihinakan oleh banyak orang. Mengapa W.W juga kenal dia, apakah dia tau atau pernah memakai jasa si wanita kakak kelas saya. Dari pembicaraan yang melebar saya menarik kesimpulan ada yang tidak beres dengan si W.W. deng tanpa memberikan jawaban atau mengiyakan permintaannya kami berdua berpamitan pulang, dengan alasan hendak bermusyarah dengan keluarga terkait permintaan si W.W. 

Setelah dari rumah itu kami, tidak langsung pulang. Kami langsung menuju rumah olah raga di MAN. Sebut saja Pak, Cipto. Melaui dan berkat bantuannya saya tidak mejadi korban pemerasan W.W. Sesampai di rumah pak Cipto, saya kemudian diajak ke salah satu rumah polisi, dia teman dari pak Cipto, bertugas di bagia provos di Sumenep. Setelah saya bertemu dengan polisi yang dikenalkan oleh pak cip, akhirnya kami tenang. “sudah adik tenang saja, biar kami yang uruskan. Besok adik  balik ke sini lagi. Untuk membuat laporan dan pengaduan, sekarang pulang dan istirahat dulu”. Tegas polisi teman pak Cipto padi kami berdua.

Pada hari seninnya kami berdua ditemani oleh beberapa guru menuju provos di Sumenep. Yang mengantarkan kami berdua diantaranya, kesiswaan Bpk. Hosni (almarhum), Bpk. Cipto. Petugas satpam, Bpk. Tawil dan guru pengajar Qur’an Hadits, serta Guru pengajar Bahasa Indonesia. Sekitar pukul 08.00, dengan ditemani 5 orang guru dan seorang satpam akhirnya kami tima di provos Sumenep.

Kami disambut dengan ramah oleh kepala provos. “terimakasih atas koreksi anggota kami yang nakal, kami atas nama lembaga meminta maaf” begitulah sambutan dan permintaan maaf dari kelapa provos pada kami dan guru-guru yang mengantarkan kami. Ada beberapa ucapan yang kemudian menguak kecurigaan kami berdua atas W.W. Rupanya wanita yang menabrak saya bukan istrinya, dia sudah memiliki istri dan seorang anak di Jawa Barat. Dia juga merpakan polisi baru yang dipindah tugaskan, dan baru sekitar 3 bulan di Sumenep. Dan waita yang menelp dengan memanggil “Papi-papi….” adalah wanita simpanan si W.W.  Setelah ramah tamah dan candaan balon si W.W, beberapa guru yang mengantar kami berdua diperkenankan pulang. Dan kami diminta ke salah satu ruangan untuk di BAP (Berita Acara Pemeriksaan).  



Tidak ada komentar: