"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Selasa, 22 Oktober 2013

Pengalamanku dengan Polisi II

PengalamanKedua

Ternyata pengamalan kena tilang oleh polisi berulang ketika saya di MAN. Saat itu saya pulang sekolah, saya mengonjing 2 teman, satu tidak memakai helm, maka saya pun kena tilang. Saya kena tilang tepat di pasar Bangkal Sumenep. Kesalahan saya hampir sama sebagaimana pertama kali saya kena tilang. Saya tidak memiliki SIM, mengonjeng lebih dari satu orang, dan tidak memakai helm.

Kalau saat pertama ditilang kendaraan saya dibawa oleh polisi, kali ini tidak. Hanya STNK yang dibawa. Saya diminta mengikuti proses siding oleh pak polisi atas pelanggaran yang saya lakukan. Saya diminta menghadap pada hari senin, kebetulan saat hari saya ada jam olah raga di sekolah. Jam olah raga dimulai sekitar pukul 05.00 pagi sampai 06.30. Dan masuk seperti biasa pad pukul 08.30, sebagai ganti jam pertama. pada jam kosong itu saya menuju kepengadilan untuk mengikuti proses sidang. Tepat pukul 07.15 saya sampai di pengadilan, suasana di pengadilan masih sepi hanya ada beberapa petugas penjaga.

Saya bersama tenan memberanikan diri tanya-tenya bagaimana prosesnya. Dan jam berapa dan sampai jam berapa selesai sidang. Beruntung petugas yang menangani atau memengang STNK saat itu sudah di tempat. Sesuai keterangan dari petugas itu, bahwa sidang dimulai sekitar pukul 09.00-selesai, dan paling lama satu jam. Saya pun berpikir kalau 09.00 baru dimulai, berartisaya tidak bisa masuk sekolah.

Saya mencoba untuk merujuk pada si petugas, dengan harapan dia bisa membantu memperlancaran. Saya minta tolong untuk dibantu. Karena pukul 09.00 saya harus ada di sekolah, kalau mengikuti sidang berarti saya harus meninggalkan sekolah. Dengan berbagai alasan dan pertimbangan kemudian petugas memberikan keringan pada saya, tentu tak gratis, namun saya pun tak kalah cerdik. Dengan nada yang lumayan dan memang kondisinya, saya memberikan uang, kalau tidak salah sekitar 15-20 ribu. Si petugas sampai mengeluh,“ini harus saya yang nalangi” ungkap si petugas. “itung-itung sedekah pak” jawab saya. Akhirnya saya bisa memperoleh STNK tanpa haus melalui sidang. 

Itu lah pengaman pertama saya menginjakkan kaki di pengadilan Sumenep dengan satu kesalahan, atas melanggarnya rabu lalulintas tidak memakai helm, dan tidak punya Surat Ijin Mengendara (SIM). Dan saya pun belajar banyak dari peristiwa yang terjadi. Saya berkesimpulan, bahwa pengalaman apakah itu bernilai baik atau buruk, keberuntungan atau kesialan semua ada hikmah dan pelajaran yang dapat dijadikan pelajaran hidup. Dan tak kalah penting saat dihadapkan pada ujian dan cobaan apa dan bagaimana pun bentuk ujian itu.


Tidak ada komentar: