"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Minggu, 27 Oktober 2013

PENGALAMAN DENGAN POLISI III-1

Menjelang dan setelah BAP

Pukul 08.45 menit, kami berdua menuju ruang Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Provos Sumenep. Setelah kami di dalam ruang pemeriksaan itu, kami tidak langsung dimintai keterangan. Petugas yang harusnya memintai keterangan kami, sibuk dengan urusan lain. Kami diminta untuk duduk dan menunggu di ruang pemeriksaan. Untung ada TV sehingga kami berdua tidak begitu suntuk. Dalam hati kami masih diliputi oleh ketakutan dan kegamangan. Apa lagi teman saya juga menambah ketakutan, “jangan sampai keterangan kita berubah-ubah” kata teman saya sembari memberikan sebuah kesan bila itu terjadi akan berdampak hukum pula pada kami berdua. 

Meskipun saya sebelumnya sudah pernah berurusan dengan polisi, tapi tidak sampai pada proses BAP seperti ini. Saya sebelumnya tidak tau dan paham apa itu BAP, saya pikir itu sebuah benda atau semacam alat dalam mengekur sesuatu. Meski pun dari kemarin saya mendengar istilah BAP dari berita di Radio, Tv dan mendia cetak lainnya, saya masih asing dan tidak begitu paham apa itu BAP. Baru di pemeriksaan provos Sumenep saya mengerti apa itu BAP (Berita Acara Pemeriksaan).

Saya diminta untuk hati-hati terhapat apa yang nantinya akan disampaikan pada pemeriksaan oleh provos. Menjelang pukul 11.00. kami belum juga dimintai keterangan, rupanya ada rapat di internal provos sendiri. Kami sampai bosan dan lapar. Maklum dari pagi kami belum makan sesuatu apa pun. Untunglah ada petugas yang membawakan dua bungkus nasi pada kami. Akhirnya kami pun makan. Menjelang dhuhur kami belum juga dimintai keterangan oleh petugas di provos. Baru setelah pukul 12.15 kami dimintai keterangan. Saya ditanya apakah waktu kejadian memakai helm. Saya menjawab bahwa ketika itu saya memakai helm. Namun setelah ditanya SIM, saya jawab bahwa belum membuat SIM. Kemudian kami diminta menceritakan bagaimana kronologi kecelakaan yang menimpa saya.

Pemriksaan BAP yang dilakukan oleh provos kepada kami berdua berlangsung lama. Pukul 17.00, kami baru bisa meninggalkan provos dan pemeriksaan dinyatakan selesai. Namun pihak pemeriksa memberikan catatan, apa bila ada sesuatu yang perlu ditambahkan maka akandimintai keterangan lagi. Dalam BAP itu kami pun menyertakan perkataan dan tindakan W.W pada saya, guru dan Kepala Sekolah utamanya.

Sebagaimana disaksikan banyaksiswa, satpam dan beberapa guru bahwa W.W sempat melontarkan kata-kata yang melanggar etika dan hukum itu sendiri, seperti mengumpat kepala sekolah guru dan satpam saat itu. Maka dalam BAP perkataan dan tindakan W.W kami masukkan dalam BAP. Selain itu W.W juga sempat melakukan tindakan yang mengarah pada “kekerasan, ancaman, dan pemerasan pada saya”, semua itu tertuang dalam BAP.

“Sudah jelas W.W salah, dibelakang pemeriksaan kami tetap mendapat tekanan dari oknom di provos”.

Berurusan dengan kepolisian utamanya di provos menjadikan pengalaman berarti bagi saya. Saya melihat ada semangat keterbukaan dari instiusi ini. Namun di dalamnya ternyata ada jugayang suka bermain-main dengan proses hukum itu sendiri. Inilah tantangan bagi institusi kepolisian dari dulu dan mungkin dalam sejarah perjalanan kepolisian kedepan. Ketamakan dan penyalahgunaan kewenangan adalah hal yang kerap terjadidi institusi ini dengan beragam dan macam modusnya. Dan tak kalah penting adalah peran masyarakat untuk senantiasa mengontrol dan tidak mau kompromi atas berbagai hal yang melanggar hukum. Kita harus menjadi warga yang kesatria, jika memang salah maka akui dan terima sanksi dari kesalahan itu sebagai etika social berwarga yang baik.

Pada keesokan harinya setelah pemeriksaan, saya bertemu dengan W.W, raut muka lelaki dengan tubuh tinggi ini menampakkan ketidak senangannya pada kami berdua. Jelas pada tetap matanya memancar kemerahan dan ketidak sukaan. Meski pun dia melewati kami tapi dia tidak menyapa sebagaimana kemarin. Saat itu W.W dipanggil oleh bagian provos. Dan di dalam ruangan yang ditutup itu, dia dimarah-marahi oleh atasannya. Sebuah benturan dan pukulan terdengan sampai di ruang tunggu di mana kami duduk. “ke sinisaja, ini ada temannya” ungkap dari salah satu polisi yang ada di dalam selitu.

Polisi juga d ikurung, dan di selseperti ini. Ujar saya di dalam hati. Berarti tidak ada yang kebel dari hukum termasuk polisi yang menjadi panglima hukum di lapangan. Buktinya saya melihatdan menyaksikan tiga polisi yang masih lengkap berseragam tengah di sel di salah satu ruang khusus di provos. Artinya siapa pun dia apakah dia seorang polisi atau bukan bila melakukan kesalahan yang melanggar kententuan hukum yang berlaku maka dia akan dikenakan sanksi sesuati kesalahan telah dilakukannya itu.

Saat melihat polisi di dalam kurungan seperti itu saya teringat piaraan saya. Ia saya memiliki ayam di rumah, karena ayam ini sering keluyuran dan lupa pulang, maka saya kurung. Ketika manusia tak bisa menjaga kemanusiaannya secara terhormat, maka ia takkalah hina dari hewan. Kata Darwin manusia adalah hewan yang berakal. Ia kalau kita cermati prilaku manusia akhir-akhir ini sudah banyak yang menyimpang dan bertentang dengan fitrahnya sebagai manausia. Siapa pun di polisi atau bukanjika perbuatan sudah a manusiawi maka diakan tak ubahnya seperti hewan.

Dilain pihak bagian penyidik provos melobi saya, dengan beberapa argumentasi, dan membenarkan tindakan dan apa yang dikatakan W.W dan jumlah nominal yang sempat ia minta pada kami. Tentu saja saya menolak secarategas. “maaf pak, jika kami harus membayar dan menyetujui apa yang diminta oleh W.W untuk apa kami ke sini, buat apa kami capek-capek melapor. Kami melapor karena ada kesalahan prosedur, ada peraturan yang dilanggar oleh W.W, dan hal yang amat disayangkan adalah perkataan W.W yang tidak sopan dan telah menghina kepala sekolah kami. Kami harus membayar, maaf saja. Kalau kami tetap diminta, perkara ini akan kami lanjutkan tidak ada istilah damai dan kekeluargaan lagi” ungkap saya dengan kesal

Tidak ada komentar: