Akhirnya promotor Lady Gaga membatalkan konsernya
ke Indonesia. Keputusan pembatalan konser itu diambil kerena faktor keamanan.
Batalanya konser Lady Gaga ini tak lepas dari desakan
sebagian golongan agama “islam” yang menolak kehadiran Lady Gaga ke Indonesia.
Golongan Islam yang menolak kehadiran Ledy Gagaga ke Indonesia beranggapan dalam
setiap pentasnya Lady Gaga sering menampilkan aurat dan menampilkan tarian-tarian
fulgar, bahkan mereka yang menolak berpandangan kahadiran Lady Gaga akan “mengancam”
merusak moral muslim dan remaja bangsa Indonesia.
Benarkah kehadiran Lady Gaga ke Indonesia sebegitu
membahayakan dan akan mengancam moral bangsa “islam”..? apakah belakangan ini public dan golongan yang
menolak kehadiran Lady Gaga tidur dan sekarang baru sadar dan teringat akan
moral. Lalu bagaimana dengan penampilan music di negeri sendiri yang sering
mempertontonkan tarian-tarian erotis, mengapa mereka absen mengapa mereka tak
bersuara.
Mangapa publik baru mempunyai kesadaran dan kepedulian terhadap
moral, saat akan ada konser Lady Gaga. Kecemasan oleh sebagian golongan “islam”
ini berbeda dengan pernyataan Ketua NU Syaid Agil yang menegaskan “Walau ada
konser satu juta Ledy Gaga tidak akan berpengaruh terhadap moral dan akidah
warga Nahdiyin”.
Jika moral golongan itu yang merasa terancam atas
kedatangan Lady Gaga ke Indonesia mengapa harus membawa ummat yang lain, karena
saya sebagai ummat muslim tidak pernah merasa terganggu dan sebelumnya saya tak
tahu bagaimana Lady Gaga dan gayanya itu. Namun pemberitahan dan pertentangan
akhirnya mendorong diri untuk mencari tahu.
Saya menangkap ada hal yang paradok atas gagalnya konser
Lady Gaga, diantaranya kegilisahan “ketakutan” sebagian golongan yang terlalu
berlebihan dan hal itu menunjukkan sikap paranoid mereka. Publikpun dibawa dalam arus senggeta moral
baik-baruk. Publik yang awalnya tidak tahu apa dan siapa Lady Gaga akhirnya
penasaran ingin tahu. Orang yang awalnya abai dan tak tahu menahu soal Ledy
Gaga merekapun menerobas cara dengan akses informasi melalui internet.
“Jangan-jangan penolakan atas kedatangan Lady Gaga, sama
dengan kasus fatwa larangan rokok”, Tuhanlah yang tahu niat dan kebenaran atas
penolakan Lady Gaga.
Benarkan penolakan konser Lady Gaga ke Indonesia semata-mata
dorongan moral dan semangat dakwah. Atau ini ada sebauh permainan dan
persaingan bisnis di balik gagalnya konser itu sendiri. Jika ini adalah
persaingan bisni mengapa yang muncul ke publik adalah pertentangan moral,
mengapa pertentangan itu harus dibungus pula dengan legitimasi keyakinan
“islam”. Atau jangan-jangan golongan yang selama ini menolak keras terhadap
konser lLady Gaga sebuah pesanan, yang memanfaatkan celah moral dan agama.
Jika ada sebagian orang menganggab dan menilai konser Lady
Gaga ke Indonesia sebagai ancaman terhadap moral agama dan bangsa, hal itu
terlalu berlebihan, karena kegaduhan atas konser Lady hanya terjadi di
dekat pusat kekuasaan sementara di
lainnya tidak demikian dan mana mungkin
konser lady yang hanya semalam dapat merusak moral “aqidah” agama dan bangsa,
secara logika awampun isu moral itu tidak masuk akal.
Menarik apa yang dikatakan oleh ketua NU “Walau ada
konser satu juta Ledy Gaga tidak akan berpengaruh terhadap moral dan akidah
warga Nahdiyin” saya pikir ungkapan ini bukan semata ingin cari sensasional
atau ingin popular di publik, terlepas ada prokontra atas stedment ketu NU seharusnya ummat dan golongan yang lain dapat
melihat dan menilai sesuatu tidak hanya pada tataran kontek dan teks itu
sendiri, harus ada pembelajaran teladan keummatan. Ketua NU telah berhasil
memberikan satu oase pemikiran yang koheren dan bijak.
Rakyat Indonesia yang mayoritas muslim bukan berarti
bebas melakukan tindakan berbuat anarki dan perusakan, sebagaimana terjadi
belakangan ini “dengan dalih agama dan moral”. Yang mayoritas tidak berarti
harus menjadi Tuhan atas yang lain, yang mayoritas bukan berarti punyak hak
untuk memproduksi moral atas yang lain, harusnya kita mengacu pada konsep dan
atruan konstusi kita yaitu ke-binika-an.
Saya kurang sependapat dengan ungkapan Bung Roma Irama
yang menilai konser Lady Gaga dari sudut pandang agama dan muslim yang
mayorita, “kita ummat islam adalah mayoritas tentu mereka yang akan datang ke sini
harus mengikuti kultur dan budya kita” (dalam dialog di metro TV). Memang dalam
islam setiap aturan sudah sangat jelas terutama soal aurat. Namun apa relevan
konser Lady Gaga dengan konsep aurat yang notabeni adalah prodak hokum islam,
bukankah Lady Gaga bukan muslim apakah dia akan kita paksa berjilbab dan
memakai burgah. Saya pikir para pendakwa moral itu harusnya bersikap fair
sesuai koridor yang ada bukan dengan melakukan ancaman. Artinya apa, mereka
yang tidak senang dan merasa terganggu dengan konser jangan hadir-melihat,
penyeleksian semacam ini lebih ideal dan tak membikin publik bising.
Alangkah sejukkan bila semua muslim dapat memberikan
jaminan aman atas jalannya konser tapi tetap dengan catatan. Bukan seperti yang
sering kita dengar “ancaman dan kekerasan”.
Negara sebagai pelindung atas hak-hak warganyapun jarang
dan lebih sering tak hadir, semisal dalam kasus gagalnya konser ini Negara seperti
tak berdaya, Negara larut dalam hiruk pikuk ancaman yang sangat bias. Lihat
saja, kekerasan karena faktor agama di Negara ini sering terjadi dan lagi-lagi
negera tak hadir. Kemarin kekerasan dan perusakan terjadi saat bedah buku
Irsyat Manji.
Ummat islam yang mayoritas harusnya tak menjadi momok
atas warga yang minoritas, karena bila itu terjadi “dan sering terjadi” hal itu
telah bertentangan dengan nilai-nalai islam
itu sendiri (islam rahmatanb lil alamin).
Nilai agama harusnya menjadi episentrum yang mengayomi dan melindungi atas
segala hal, tugas dakwa bukan menakut-nakuti tugas dakwa hanya member tahu,
sedangkan hidayah tetaplah ada pada otoritas Tuhan itu sendiri. Bukan pada kelompk
dan golongann “manusia”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar