"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Minggu, 13 Mei 2012

IBU, TUHAN PASTI MERIDOI

Ibu, anak yang kau besarkan dengan peluh dan cucuran airmata, kini telah besar. Kini aku mulai akrap dengan keganasan hidup. Dan sekarang aku merasakan apa yang dulu pernah Ibu ceritakan soal hidup.

Bila dulu Ibu mengajariku nama-nama dan angka, kini aku sudah bisa menyebut satu persatu, akupun mulai bertanya nakal pada proses kehidupan ini.

Ibu, besarnya harapan dan doa-doamu mengukuhkan langkahku. Yakinkupun bak karang yang tak akan gentar oleh hentakan dan hempasan gelombang. Bahkan aku dan keyakinan doamu akan sanggup mengarumi pasang surut kehidupan ini, aku sangat yakin itu.



Ibu..., walau aku tak bisa merangkulmu dalam peluk nyataku, lantaran jarak. Namun bukan berarti aku tak cinta, atau lupa. Sungguh semua yang kulakukan ini semata-mata untuk membahagiakanmu. Aku ingin menebus dosa-dosa pada masa kanakku dulu.....

Saat Ibu bertanya "apakah kamu tidak kangen dengan keluarga..." aku memilih diam. Aku sengaja mengalihkan topik yang hampir-hampir memecah pilu hati. Aku sangat rindu ibu, aku rindu ayah, aku rindu saudara-saudara juga keponakan yang lucu.

Tapi ibu, aku tak mungkin memecah tangis atas inginku. Walau aku rindu Ibu dan mereka semua...., aku berusaha menahan. Bertahan demi cita dan harapan kita.

Dengan perjuangan Ibu dan Ayah, aku seperti ini. Aku sangat bangga pada kalian yang tak pernah menyerah atas pengucilan nasip yang kita jalani. Pengalaman dan perjuangan Ibu-Ayah adalah Pelajaran terbaik yang tak mungkin aku melupakan.

Ibu...., ini bukan akhir dari sebuah pergulatan, ini hanya rangkaian kecil. Maka untuk itu jarak ini tak harus menjadi satu alasan untuk tak saling menyatu. Doa dan dukungamu akan sanggup memecah pintu langit. Dan Tuhan pasti meridoi.

Tidak ada komentar: