"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Kamis, 08 Maret 2012

PEMIMPIN, AGAMA DAN PRAGMATISME

Pemimpin yang visioner tidak pernah puas terhadap pencapaian karir, semakin dia berhasil berkarir maka semakin ia banyak melakukan terobosan. Pemimpin yang visioner selalu tertantang untuk berbuat lebih baik dan lebih lagi. Pemimpin yang memiliki sepirit untuk selalu melakukan terobosan, hal ini sesuai dengan apa yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad sw. Nabi tidak hanya sekedar menjadi pemimpin spiritual dan golongan islam saja, hal itu dapat dilihat dari strategi dakwah yang dilakukannya dan keberhasilan dakwa Nabi sendiri.

Aktifitas keberagamaan tidak hanya sebatas rutinitas ibadah, dzikir "inklusif". Karena semua dimensi dalam kehidupan dapat ini dapat dijadikan sebagai media ibadah. Termasuk berkarir di dunia berbisnis. Dan perlu diingat nabi adalah seorang pembisnis. Jadi tidak ada satu alas an bagi muslim untuk tidak mengeluti dunia bisnis.

Dalam sebua hadits disebutkan “bekerjalah kamu seakan-akan kamu, akan hidup seribu tahun lagi. Dan beribadahlah seakan-akan kamu, akan mati besok”. Kalimat tersebut bukan sebuah pengandaian yang tanpa durongan dan semangat kerja. Justru pengandaian itu memberi sebuah sipirit hidup dan keseimbangan dalam hidup, dan hal itu telah dilakukan oleh Nabi sendiri.

Dimensi kerja dan ibadah adalah dua aktifitas yang tidak bias dibedakan dalam artian praktis prakmatis, sebagaimana telah diuraikan di atas semua deminsi kehidupan ini adalah ibadah. Hal ini sejalan dengan apa yang disampai oleh nabi “bahwa kita mesti menjaga hubungan dengan Allah, juga hubungan sesama manusia”.

 Nabi telah memberikan contoh yang praktis dalam kegiatan vertical dan horizontal “bahwa kita mesti menjaga hubungan dengan Allah, juga hubungan sesama manusia”, semisal ketika ada senggeta pemindahan hajar aswad saat itu disepakati siapa yang lebih dulu ada di dalam mesjid maka dialah orang yang berhak memindahkan hajar aswat. Pada saat itu Nabi merupakan yang pertama masuk majid, dan karan sikap dan penyeimbangan hubungan yang dilakukan Nabi sangat baik, ia tidak memindahkan sendiri namun dilakukan secara bersama gotong royong semua kabilah berkesempan memindahkan batu mulia tersebut. Dari pengalan cerita ini kita bisa mengambil satu pelajaran dan kerja praktis hablumminallah wa hablumminannas.


Nabi adalah seorang yang memiliki etos kerja yang sangat disiplin, jujur dan amanah. Etos kerja Nabi “keislaman” dan kepemimpinan-nya menjadi inspirasi bagi setiap ummat. Sedikit bercerita bagaimana Raulullah membangun etos kerja yang revolosioner saat itu. Langkah Rauslullah dalam membangun etos kerja sangat sederhana, yaitu dengan prinsip kejujuran, disiplin dan empati sosial.

Maka wajar bila nabi Muhammad masuk sebagai orang yang paling berpengaruh no satu di dunia. Bahkan kalau kita fles bec mada masa-masa sulit perjuangan Nabi saat itu, betapa Nabi dihadapkan satu keadaan yang sangat sulit, banyak orang yang mencibir dan mencemooh. Sebelum nabi melakukan dakwah secara terbuka …

Sebagimana diulas dalam kajian sejarah perkembangan muslim khususnya pada masa kepimpinan rasulullah, diceritakan sikap dan kesederhanaan-nya sanggup mengubahbah presepsi masyarakat. Dan beliau berhasil membumikan islam secara global. Dan perlu diingat untuk mencapai keemasan butuh perjuangan dan perngorbanan, dan hal itu telah dilalui seniri oleh nabi sebagi representasi muslim.

Bahkan rasullullah mendapagt gelar Al-amin dari penduduk mekkah yang saat itu kita tahu penduduknya masih belum megerti dan paham islam. Gelar Al-amin lahir dari kerja praktis rauslullah bahkan sebelum beliau diangkat menjadi rasul. Dan memang terbukti raulullullah dipercaya oleh mayoritas penduduk bukan dari visi islamnya namun sikap praktis yang kemudian menjadi roh islam yang berkelanjutan.

Selain rasulullullah sw sebagai hamba yang memang dipilih sebagai pemimpin ummat oleh Allah swt, kepemimpinan Nabi sangat familiar, artinya apa yang dilakukan oleh Nabi dapat dilakukan oleh kita sebagai ummat-nya, misal soal sikap dan kejujurannya.

Nabi dikenal sebagi seorang yang santun, ramah dan sangat peduli sosial. Selain itu beliau sangat jujur. Tapi mengapa kebanyakan ummat “pemimpin” saat ini lebih melilih curang dan bahkan sering melukai keadilan masyarakat. Adakah pola kepemimpinan elit di negeri ini dipengaruhi faktor keimanan “setengah-setengah” parsial.

Asumsi di atas bukan bisa saya disanggah, namun fakta dan realita menunjukkan begitu. Para pemimpin islam saat ini cenderung pragmatis. Kepeduliamn pada nasip ummat sangat tipis. Mereka cenderung serakah bin tamak, negara dijakan instrumen untuk memperkaya diri kelompok dan golongan. Kepemimpinan yang dicontohkan oleh Rasul sebagai panutan hampir tak terlihat dari pemimpinan kita, walau pun ada peran mereka kalah dan terdominasi oleh pemimpin yang rakus.

Nabi sebagai representaid kepemimpinan telah banyak meningkan contoh dan nasehat bagi kita sebagai ummat-nya. Namun kita hanya hafal wasiat-wasiat rasul, namun minim  aplikasi. Sungguh sangat disayangkan. Saya sebagai generasi sungguh terbebani oleh sikap pragmatis para pemimpin di negeri ini. Bagaimana tidak, tatkala saya berdiskusi tentang islam dan kejujuran. Argmen saya lansung terbentuk dengan perilaku elita islam yang banyak melakukan kecurangan saat memimpin.
Kepemimpinan saat ini tidak lagi menjadi instrumen jihad dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar.

Kepemimpinan saat ini cenderung sebagai lahan bisnis dan hanya untuk maraup kekayaan untuk diri dan kroninya. Figur ulamak yang getol ingin duduk di kursi kekuasaan di negeri ini, menunjukkan sikap pragmatism mereka.

Tidak ada komentar: