"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Minggu, 14 Juli 2013

MENJAGA SEMANGAT AWAL PUASA

Sebelum pemerintah menetapakan jatuhnya awal puasa, Muhammadiyah sudah menetapkan puasa lebih awal dari pemerintah. Tentu saja penetapan awal puasa  oleh Muhammadiyah yang dilansir di media membuat sebagain ummat bigung. Kemudian muncul satu dikotomi lawas, “NU dan Muhammadiyah mana pernah sama dalam menetapkan awal puasa”. Terlepas dariperbedaan dan persaingan pengaruh ditingkatan elit organisasi, kita semua dan ummat berharap nantinya Muhammadiyah, NU dan Pemerintah bisa duduk bersama, kemudian menyamakan metode dan presepsi terkait awal puasa. Semua ini demi ummat. bukan organisasi.  
 
Untunglah masyarakat muslim di Indonesia sudah ada kemajuan, hal itu ditunjukkan masyarakat dengan  keterbukaan mereka, mereka menerima perbedaan dalam penetapan awal puasa sebagai sebuah hal yang lumrah. Namun bila kita melihat pada ketegangan di puncak instusi dan organisasi di sana terjadi perang opini dan saling serang menyerang. Tentu saja cara dan sikap yang ditontonkan para tokoh itu keluar dari semangat yang saling mencerahkan. Tentu kita mempertanyakan sikap mereka itu, bukankankah harusnya tokoh-tokoh itu memberi teladan yang baik. 

Baiklah. Bagaimanpun kita tidak boleh larut oleh perang opini. Sekarang kita sama-sama melaksanakan puasa. Dan ini perlu kita syukuri bersama. 

Alhamdulillah, dii bulan dilipatgandakannya setiap amal ini kita diberi kekuatan, kemudahan dalam menjalankan dan melaksanakan ibadah puasa dan ibadah lainnya. Kita patut bersykur kepada Allah karena kita dipertemukan kembali dengan bulan yang dimuliakan, bulan untuk berladang amal. Bila bulan ramadhan sebelumnya,keluarga, teman, tetangga lengkap mungkin di tahun ini berbeda, mungkin sebagian diantara mereka telah dipanggil Allah.

Hal yang sama dari bulan ramadhan tahun kemarin dan sekarang adalah semangat dalam melaksanakan ibadah, khususnya saat masuk awal puasa. Bila sebelum puasa kita berat melangkat ke masjid, dengan datangnya puasa Masjid dan Surau hampir tidak muat menampung jema’ah. Sungguh semangat ramadhan diawal sangat luarbiasa. Semua tumpah ruah ke masjid. 

Laki-laki perempuan, orang tua dan anak-anak semua pada datang ke masjid. Wajah-wajah kecerian terpancar dari senyum dan pakaian yang dikenakan oleh mereka. Bulan ramadhan memberi sepirit ibadah yang baru, semangat berjema’ah yang jarang terjadi di bulan-bulan yang lain, bulan puasa seperti menciptakan tradisi dan dunia baru. 

Bulan yang penuh barokah ini benar-benar mampu mengkondisi kita untuk kembali kepada hakekat diciptakannya manusia, yaitu sebagai hamba. Menyembah kepada Allah. Masjid dan Surau padat dengan kegiatan keagamaan dan ceramah rohani. Semua ummat islam tengah antusias untuk melaksanakan ibadah dan kebaikan lainnya. Berkah ramadhan memampukan kita dalam menjalankan sholat isyak dan taraweh dengan berjemaah. 

Makasyukur di sini harus benar-benar menjadi pilar kekuatan. Sebagai instrument keberimanan yang total dan subtansial. Harusnya rutinitas dan keberimanan ini kitajaga dan senantiasa ditumbuhkan. Kesadaran dalam keberimanan harus dibumikan melalui sikap dan tindakan. Sebagaimana Allah mengingatkan kita melalui sabda-Nya, 

"Haiorang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkanatas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS. Al-Baqoroh 183). 

Imanlah yang memanggil dan mendorong kita melaksanakan ibadah dan berpuasa. Dan imanlah yang membuka rasa tanggungjawab untuk mengakui dan melaksanakan kewajiban puasa. Dan tujuan dari keberiman dan melaksanakan kewajiban puasa adalah supaya kita bertaqwa, sebagaimana Allah inginkan dari hamba-hamnya yang beriman.  

Selain kita menyaksikan antusiasme ummat muslim dalam melaksankan ibadah puasa dan solat, kita juga melihat sebagian ummat yang terpaksa menanggalkan puasa dan tak bisa solat isyak dan tarawih lantaran desakan ekonomi. Jangan kemudian kita mengatakan orang yang tidak berpuasa itu sebagai orang lemah dan tak taat agama. Mereka belum menyempurnakan agama lantaran satu hal iya. 

Tidak elok membasah mereka (yang belum berpuasa) yang karena satu hal, sebab kita sendiri tidak bisa mengukur dan berasumsi dari apa yang kita lihat, sebab apayang kita lihat bisa saja itu berupa sebentuk ujian pada kita yang sedang melaksanakan puasa. Dan di sinilah harusnya puasa bisa mengontrol kita dari hal-hal yang sekiranya hanya mengurangi kekhusyukan dalam menjalankan puasa. 

Kita fokus saja sebagaimana tema di atas, menjaga semangati awal puasa. Di awal puasa semangat dalam menjalakann ibadah dapat dilihat dari jumlah ummat muslim yang datang ke Masjid atau Surau. Namun sayangnya itu hanya terjadi saat awal puasa. Mengapa semangat beribadah di awal puasa ini tidak bisa kita jaga dan pertahankan. Apakah ini ada kaitannya dengan mutu dan keberimanan kita. Atau adakah alasan lain sehingga Allah membernarkan alasan kita. 

Mengaca pada pengalaman sebelumnya, stelah 10 hari puasa ke atas bisanya jema’ah dan semangat beribadah mulai menyusut. Sedangkan prilaku dan konsumisi semakin meningkat. Kebiasaan menjelang akhir puasanya bisanya disibukkan dengan gaya hidup, pakaian, menyiapkan sajian dan makan menjelang lebaran dll. 

Subtansi puasa yang bertujuan untuk menciptakan manusia yang beriman-taqwa kalah dengan pola budaya komsumtif. Kita dipersibuk oleh dorongan konsumtif dan gaya hidup. Sedang sepirit dan nilai-nilai puasa yang menganjurkan agar kita bisa menahan, kita hanya bisamenahan diri lapar. Sedangan menahan diri dari konsumtif dan gaya hidup masih belum.


Tidak ada komentar: