"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Minggu, 15 April 2012

MENGASIHANI BARAT

Judul tulisan di atas saya ambil dari tulisan ketua ICMI orwil Jawa Timur, di mana tulisan tersebut sebagai sebuah pengantar makalah pada acara Orasi Ilmiah & Launching Buku, “Misykat: Refleksi Tentang Islam, Westernisasi & Liberalisasi” karya Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, di Hotel Elmi Surabaya, 15 April 2012. Kerjasama INSISTS Jakarta & ICMI Orwil Jawa Timur.


(Dalam Acara Orasi Ilmiah & Launching Buku, “Misykat: Refleksi Tentang Islam, Westernisasi & Liberalisasi” Bersama Dr. Hamid Fahmi Zarkazy (penulis) Putra Pengasuh Pondok Modern Gontor di Hotel Elmi Surabaya)
Saya berkesempatan membaca tulisan ini, lantaran saya diberi kepercayaan untum mempulikasikan di milis ICMI. Sebuah pengantar yang lugas yang syarat makna. Judul di atas saya gubah, namun untuk isi selanjutnya saya ilustrasikan sesuai pandangan saya pribadi. Barat memang tak akan pernah sepi dari perbincangan dan peradaban dunia.

Sebagain orang bersikap antipati terhadap barat dan sebagian mencaci. Tapi tak jarang dari para pemikir kita yang sangat logisentris dengan barat. Bahkan dengan mengadopsi pemikiran barat menjadi sebuah kebanggaan tersendiri bagi mereka. Generasi kita saat ini pun tak luput dari sindrom barat. Mengapa barat, saya pikir ini adalah sebuah hal lain dari fenomena kehidupan, saya bukan orang yang mengandrungi barat juga tidak pada konteks timur "timur tengah". Bagi saya adalah penting mengangkat nilai budaya sendiri, tentu dengan penyesuaian.

Pengarus barat tidak hanya sekedar monopoli kekuatan ekonominya tapi juga dalam hal kebudayaan. Ekskalasi pradaban dan kemajuan modern selalu indentik dengan barat. Mengapa barat begitu sangat mendominasi dihampir segala aspek, semua itu tak lepas dari peran media dan kemajuan barat itu sendiri.

Pengantar bedah buku : Refleksi Tentang Islam, Westernisasi & Liberalisasi” karya Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi, yang ditulis oleh Ismail Nachu memberikan sebuah oase keilmuan yang khas.  Sebuah pengantar yang lugas dan bernilai.

Barat dengan segala pencapaiannya "hegemoninya" bukan tanpa cacat dan cela, maka pilihan kata "mengasihani" merupakan pilihan yang sangat tepat, sekaligus sebagai ikhtiar "tanggungjawab" penulis untuk mengembalikan alur pikir barat pada jalan benar, yang bersandar pada nilai nurani dan kamnusiaan. Emha Ainun Nadjib mengatakan  "Hatilah yang menyambungkan manusia satu dengan manausia lain. Bukan agama, bukan kebangsaan apalagi ikatan negara", maka kata mengasihani saya anggab sebagai kepedulian penulis sekaligus panggilan hatinya.

Mengapa barat perlu dikasihani, padahal barat bisa dikatan memiliki segalanya, bahkan barat sering antipati terhadap kita "muslim", kemudian untuk apa kita mengasihani barat, pertanyaan itu wajar terlontar dari siapapun termasuk saya. Mengasihani ada sebuah bentuk pengejawantahan penulis terhadap fenomena dan sekaligus menjembatani mereka yang anti barat.

Mengasihani kata itu bukan untuk mendistorsi alur pikir barat,  melainkan "merangkul" dan dapat diartikan sebagai jalan tengah "diskursus pemikiran". Sebagai catatan barat yang sering memproduksi nalar kebenaran universal, berbalik mempatologikan. Maka timbul sebuah pertengan barat dengan islam, pertentanga ini tak lepas dari sejerah islam di masa lalu dan barat itu sendiri, di mana barat menganggab islam sebagai sebuah gerakan radikal anti kemanusiaan padahal tidak demikian.

Barat dengan segala pencapaiannya mampu menginisasi sebuah perubahan dalam segala sendi kehidupan (Budaya, kultur, Militer, Politik dan Ekonomi) hal itu adalah fakta sejarah saat ini. Namun apakah barat akan mempu mempertahankan ego dan hegomoninya..? itu hal lain. Perlahan dan pasti alur pemikiran barat telah dapat diendus, kemajuan-kemajuan baratpun bukan tanpa tandingan. Kita tentu masih ingat bagaimana persetruan barat dengan Iran, saya pikir masyarakat kita, negara perlu memiliki sikap seperti Iran (berani konsisten).

Barat tak akan menjadi luluh dengan caci maki atau umpatan, sebagaimana sering kita lihat pada sekelompak orang. Anti barat bukan berarti mengutuk diri dengan melepas segala atribut yang berkaitan dengan barat, karena cara yang demikian adalah yang angkuh namun tanpa perhitungan. Ingat teknologi yang kita pakai ini adalah prodak orang barat, apakah kemudian kita harus melepas total dengan memboikot diri. Saya kira kita belum mampu untuk hal itu, terkecuali kita bisa memecahkan kebuntuan dengan menyandingkan pembanding.

Namun mengagungkan barat secara keseluruahn juga bukan sikap yang baik, bagaimana pun mereka ada diantara kita dengan segala kepentingannya. Maka cara terbaiak adalah mensikapi barat dengan nalar dan kedewasaan sebagaimana dilakukan oleh  Dr. Hamid Fahmy Zarksy dalam karyanya "Misykat: Refleksi Tentang Islam, Westernisasi & Liberalisasi”  

Maka bila diantara para ilmuan kita banyak mengadopsi pemikiran barat sebagai sebuah kebanggaan, tanpa koreksi apa pun itu perlu dipertanyakan (apakah dia seorang ilmuan atau hanya pembaca tanpa ada intrumentasi "pembaharuan" pikir). Saya pikir catatan ini sebuah pengecualian  yang ideal.



Saya lihat kita "islam yang mayoritas"  terlalu bangga pada masa lalu dan lupa memetakan masa depan. Menjadi wajar bila pada sisi lain Islam terus terpuruk, hal itu tak lepas darai paradikma yang bangga pada kejayaan masa lalu dan tak punya inisiasi pada masa depan. Lihat saja sampai saat ini kita hanya berkutat pada pemikiran ke-Kholifahaan, wali songo, dan pemimpin terdahulu tanpa ada sebuah gerakan pembaharuan yang lebih dinamis.

Maka lahirnya pemikir seperti Dr. Hamid Fahmy Zarksyi setidak bisa menjadi penyeimbang dalam arus pemikiran kekinian. 





Tidak ada komentar: