"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Senin, 28 Oktober 2013

PENGALAMAN DENGAN POLISI III-2

Saat Pengambilan Kendaraan di Laka Lantas Sumenep

Setelah pemeriksaan dan penandatanganan damai anatar saya dan W.W pada pukul 11.00,saya diperkenankan mengambil kendaraan di Laka Lantas. Memang sejak pertama kami mengkonfirmasi kendaraan yang tertabrak oleh seorang wanita di depan sekolah MAN di Laka Lantas tidak ada kendaran atau laporan masuk, maka ketika saya ke Laka Lantas pihak petugas kemudian membuat laporan terkait kecelakaan yang menimpa saya, dan kendaraan teman saya. Namun saat akan mengambil, kendaraan itu sudah ada di Laka Lantas. Berarti sebelum ini sudah diantarkan oleh W.W.

Setelah kendaraan teman saya akan diambil, ada pihak petugas yang berceletuk “bos, saya ngak mau ikut campur, mereka melapor secara resmi. Tapi hal itu kemudian diamankan oleh pihak provos. “biar kami yang menangani” ungkap petugas dari provos. Namun setelah itu pihak provos kembali meminta pada saya untuk tidakada gugatan lain lagi. Dengan nada menekan pihak provos mengatakan, “bila ada tuntuntan lain lagi, maka akan kami adakan rekontruksi ulang. Dan ini akan berlanjut di meja hijau” ungkap petugas provos pada saya.

Saya katakan bahwa sekolah sendiri telah menyerahkan sepenuhnya kepada saya. Jadi saya jamin tidak akan ada tuntutan apa pun setelah ini. Setelah pembicaraan itu punmelakukan daftar ulang di saya bersama teman pulang. Ke esokan hari saya harus berangkat ke Malang untuk perguruan tinggi tepatnya di UIN Malang.

Baca Selengkapnya di sini..

Minggu, 27 Oktober 2013

PENGALAMAN DENGAN POLISI III-1

Menjelang dan setelah BAP

Pukul 08.45 menit, kami berdua menuju ruang Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Provos Sumenep. Setelah kami di dalam ruang pemeriksaan itu, kami tidak langsung dimintai keterangan. Petugas yang harusnya memintai keterangan kami, sibuk dengan urusan lain. Kami diminta untuk duduk dan menunggu di ruang pemeriksaan. Untung ada TV sehingga kami berdua tidak begitu suntuk. Dalam hati kami masih diliputi oleh ketakutan dan kegamangan. Apa lagi teman saya juga menambah ketakutan, “jangan sampai keterangan kita berubah-ubah” kata teman saya sembari memberikan sebuah kesan bila itu terjadi akan berdampak hukum pula pada kami berdua. 

Meskipun saya sebelumnya sudah pernah berurusan dengan polisi, tapi tidak sampai pada proses BAP seperti ini. Saya sebelumnya tidak tau dan paham apa itu BAP, saya pikir itu sebuah benda atau semacam alat dalam mengekur sesuatu. Meski pun dari kemarin saya mendengar istilah BAP dari berita di Radio, Tv dan mendia cetak lainnya, saya masih asing dan tidak begitu paham apa itu BAP. Baru di pemeriksaan provos Sumenep saya mengerti apa itu BAP (Berita Acara Pemeriksaan).

Saya diminta untuk hati-hati terhapat apa yang nantinya akan disampaikan pada pemeriksaan oleh provos. Menjelang pukul 11.00. kami belum juga dimintai keterangan, rupanya ada rapat di internal provos sendiri. Kami sampai bosan dan lapar. Maklum dari pagi kami belum makan sesuatu apa pun. Untunglah ada petugas yang membawakan dua bungkus nasi pada kami. Akhirnya kami pun makan. Menjelang dhuhur kami belum juga dimintai keterangan oleh petugas di provos. Baru setelah pukul 12.15 kami dimintai keterangan. Saya ditanya apakah waktu kejadian memakai helm. Saya menjawab bahwa ketika itu saya memakai helm. Namun setelah ditanya SIM, saya jawab bahwa belum membuat SIM. Kemudian kami diminta menceritakan bagaimana kronologi kecelakaan yang menimpa saya.

Pemriksaan BAP yang dilakukan oleh provos kepada kami berdua berlangsung lama. Pukul 17.00, kami baru bisa meninggalkan provos dan pemeriksaan dinyatakan selesai. Namun pihak pemeriksa memberikan catatan, apa bila ada sesuatu yang perlu ditambahkan maka akandimintai keterangan lagi. Dalam BAP itu kami pun menyertakan perkataan dan tindakan W.W pada saya, guru dan Kepala Sekolah utamanya.

Sebagaimana disaksikan banyaksiswa, satpam dan beberapa guru bahwa W.W sempat melontarkan kata-kata yang melanggar etika dan hukum itu sendiri, seperti mengumpat kepala sekolah guru dan satpam saat itu. Maka dalam BAP perkataan dan tindakan W.W kami masukkan dalam BAP. Selain itu W.W juga sempat melakukan tindakan yang mengarah pada “kekerasan, ancaman, dan pemerasan pada saya”, semua itu tertuang dalam BAP.

“Sudah jelas W.W salah, dibelakang pemeriksaan kami tetap mendapat tekanan dari oknom di provos”.

Berurusan dengan kepolisian utamanya di provos menjadikan pengalaman berarti bagi saya. Saya melihat ada semangat keterbukaan dari instiusi ini. Namun di dalamnya ternyata ada jugayang suka bermain-main dengan proses hukum itu sendiri. Inilah tantangan bagi institusi kepolisian dari dulu dan mungkin dalam sejarah perjalanan kepolisian kedepan. Ketamakan dan penyalahgunaan kewenangan adalah hal yang kerap terjadidi institusi ini dengan beragam dan macam modusnya. Dan tak kalah penting adalah peran masyarakat untuk senantiasa mengontrol dan tidak mau kompromi atas berbagai hal yang melanggar hukum. Kita harus menjadi warga yang kesatria, jika memang salah maka akui dan terima sanksi dari kesalahan itu sebagai etika social berwarga yang baik.

Pada keesokan harinya setelah pemeriksaan, saya bertemu dengan W.W, raut muka lelaki dengan tubuh tinggi ini menampakkan ketidak senangannya pada kami berdua. Jelas pada tetap matanya memancar kemerahan dan ketidak sukaan. Meski pun dia melewati kami tapi dia tidak menyapa sebagaimana kemarin. Saat itu W.W dipanggil oleh bagian provos. Dan di dalam ruangan yang ditutup itu, dia dimarah-marahi oleh atasannya. Sebuah benturan dan pukulan terdengan sampai di ruang tunggu di mana kami duduk. “ke sinisaja, ini ada temannya” ungkap dari salah satu polisi yang ada di dalam selitu.

Polisi juga d ikurung, dan di selseperti ini. Ujar saya di dalam hati. Berarti tidak ada yang kebel dari hukum termasuk polisi yang menjadi panglima hukum di lapangan. Buktinya saya melihatdan menyaksikan tiga polisi yang masih lengkap berseragam tengah di sel di salah satu ruang khusus di provos. Artinya siapa pun dia apakah dia seorang polisi atau bukan bila melakukan kesalahan yang melanggar kententuan hukum yang berlaku maka dia akan dikenakan sanksi sesuati kesalahan telah dilakukannya itu.

Saat melihat polisi di dalam kurungan seperti itu saya teringat piaraan saya. Ia saya memiliki ayam di rumah, karena ayam ini sering keluyuran dan lupa pulang, maka saya kurung. Ketika manusia tak bisa menjaga kemanusiaannya secara terhormat, maka ia takkalah hina dari hewan. Kata Darwin manusia adalah hewan yang berakal. Ia kalau kita cermati prilaku manusia akhir-akhir ini sudah banyak yang menyimpang dan bertentang dengan fitrahnya sebagai manausia. Siapa pun di polisi atau bukanjika perbuatan sudah a manusiawi maka diakan tak ubahnya seperti hewan.

Dilain pihak bagian penyidik provos melobi saya, dengan beberapa argumentasi, dan membenarkan tindakan dan apa yang dikatakan W.W dan jumlah nominal yang sempat ia minta pada kami. Tentu saja saya menolak secarategas. “maaf pak, jika kami harus membayar dan menyetujui apa yang diminta oleh W.W untuk apa kami ke sini, buat apa kami capek-capek melapor. Kami melapor karena ada kesalahan prosedur, ada peraturan yang dilanggar oleh W.W, dan hal yang amat disayangkan adalah perkataan W.W yang tidak sopan dan telah menghina kepala sekolah kami. Kami harus membayar, maaf saja. Kalau kami tetap diminta, perkara ini akan kami lanjutkan tidak ada istilah damai dan kekeluargaan lagi” ungkap saya dengan kesal
Baca Selengkapnya di sini..

Selasa, 22 Oktober 2013

Pengalamanku dengan Polisi III

Pengalaman Ketiga

Menjelang penerimaan ijazah saya kena musibah, dan kembali berurusan dengan polisi. Saya kecelakaan, ditabrak oleh wanita pengendara sepeda motor yang melaju kencang dari arah selatan, saat itu saya hendak mengantarkan kendaraan teman yang di sebrang jalan. Saya tepat berada di sebelah barat sisi jalan tepat di depan pintu gerbang sekolah, sebelum menyembarang saya sudah menoleh ke kanan dan kiri jalan, saat menoleh ke arah selatan masih lengang, kemudian saya melihat ke sisi utara jalan, juga legang. Karena kondisi legang saya pun melajukan kendaran punya teman saya ke sebrang jalan dengan pelan, belum separuh jalan tiba-tiba sebuah sepeda motor yang dikendari wanita menabrak. Wanita pengendara sepeda motor itu tidak kuasa mengendelikan kendaraannya karena lajunya sangat cepat. Akhirnya saya pun tertabrak pas di tengah mesin kendaraan.

Saya yang tertabrak oleng keri, dan wanita pengendara yang menabrak terpental dan jatu ke samping kanan jalan, sebelum jatuh pingsang, hidung wanita yang menabrak saya mengeluarkan darah. Beberapa orang termasuk satpan sekolah membopong tubuh wanita sebelum akhirnya dia pingsan. Sebelum terjatuh dan dia sempat menilpon, “Papi-papi… saya kecelakaan di depan sekolah MAN”, seru wanita itu pada orang yang ditelponnya. Teman-teman sekolah yang berada di sebrang jalan dan di depan gerbang teregun melihat kecelakaan yang singkat dan cepat itu. Bahkan teman yang punya kendaraan pun tertegun, tidak ingat apa-apa. Saya katakana demikan setalah kejadian saya langsung memberikan kunci kontak pada si emmpunya. Kemudian saya menghindari kerumunan massa, karena takut mereka yang tidak tahu kronologinya kemudian main hakim, atau saya kena massa. Saya menghindari dari massa masuk ke dalam sekolah. Karena takut bercampur panik saya pun keluar dari sekolah melalui pintu belakang.

Dalam kecelakaan saya sangat bersyukur tidak mengalami luka berarti, kendaraan teman saya pun tidak mengalami kerusakan yang parah, hanya penyangga kaki yang belok, kemungkinan diakitbatkan terjatuh, saat tertabrak. Saat meninggalkan sekolah harapan saya, tidak ada apa-apa. Namun ternyata perkiraan saya meleset, saya harus berurusan dengan pihak berwajib. Sepeninggalan saya, sesuai keterangan teman yang punya kendaraan. Ada seorang polisi dengan pakaian preman datang. Polisi itu marah-marah, memaki-maki satpan dan kepala sekolah. Polisi itu pun menanyakan saya ke mana, karena saat itu tidak ada yang tau saya kemana akhirnya, polisi yang kemudian diketahui intel yang bertugas di Manding, membawa kendaraan teman saya sebagai jaminan.  

Intel itu hanya berkomonikasi singkat dan meninggalkan sekolah dengan memberitahukan identitasnya dan kontak hp. Setelah usai sekolah saya menemui teman, menanyakan kejelasan untuk menyelesaikannya. Berdasarkan petunjuk dari guru yang juga wali kelas saya ketika kelas X saya dengan teman menuju laka lantas untuk melihat dan menanyakan kendaraan teman yang dibawa oleh intel yang mengaku sebagai suami dari wanita yang menabrak saya. Sesampai di Laka Lantas saya kaget sekaligus cemas, karena di Laka Lantas tidak ada laporan adanya kecelakaan, atau orang yang menitipkan sepeda motor.

“Ada yang bisa kami bantu” tanya petugas di Laka saat itu
“Begini pak, tadi siang sekitar pukul 10.30 saya kecelakaan di depan sekolah, kemudian kendaraan di bawa oleh seorang intel”
“Memang katanya di intel mana”
“Kata tugas  di Manding”
“Sampean telusuri ke Manding, apa benar dia intel, jangan-jangan dia intel/polisi gadungan, laporan adik kami catat. Agar jelas kalian langsung ke Manding tanyakan kebenaran informasi itu”

Penjelasan dari petugas Laka membuat saya semakin takut dan panik. Saya takut keterangan dan penjelasan dari petugas Laka benar adanya. Kalau benar orang yang mengaku intel itu gadungan atau penipu bagaimana. Tanpa banyak pikir saya dengan teman langsung meluncur ke Manding. Meski Manding bukanlah jarak yang dekat untuk kami tempuh, apa lagi kami masih belum tahu betul di mana posisi polsek Manding. Berpegang pada petunjuk yang ditinggalkan kepada guru oleh orang yang mengaku intel, saya terus melajukan kendaraan. Pikiran saya masih kacau bercampur takut.

Sekitar satu jam lebih dengan menanya kepada setiap orang akhirnya saya sampai di polsek Manding. Sesampai di Polsek, tidak melihat aktifitas berarti. Apa lagi jam kantor memang sudah lewat, saya sampai di Polsek sekitar pukul 16.15. seorang petugas yang menerima kami berdua, kami pun menayakan oknom yang mengaku intel itu. Berdasar keterangan petugas yang kemi temu, bahwa W.W memang intel dan bertugas di Manding. Namun sebelum trakhir jarang ngantor dan hanya malam saja datang, itu pun sangat jaranga. Menurut petugas itu, W.W tinggal di karang Duak. Kepentingan saya mencari dan bertemu W.W adalah untuk menyelesaikan pristiwa yang menimpa.

Pertama saya ingin mengetahui kebenaran bahwa W.W adalah intel, setelah menempuh perjalanan yang melelahkan akhirnya saya tau siapa W.W itu, dia memang seorang intel di Manding. Namun saya masih belum puas atas apa informs yang diberikan terkait W.W oleh petugas di Manding. Saya masih ingin melihat kendaraan teman, dan membawanya pulang. Dalam perjalanan teman saya ditelp oleh seseorang. Rupaya orang yang menelp itu adalah W.W. Saya pelankan kendaraan, suara dari ujung telp, sangat keras dan ada mengancam. Setelah berselang lama, kami pun meminta bertemu di Laka, intel itu kaget, karena kami megajak bertemu di sana.

Teman saya kemudian menghubungi salah seorang guru MAN, singkatnya kami disarankan untuk menemuinya di Laka. Sekitar pukul 17.17 saya dengan teman saya tiba di Laka. Petugas yang waktu siang menerima saya masih ada.
“bagaimana sudah ketemu dik” tanya pertugas itu.
“iya, beliuanya memang petugas intel di Manding, ini kami janjian untuk ketumu di sini.
“yau dah berarti kendaraannya ngak akan hilang, tunggu saja” tegasnya pada kami.

Sambil duduk di sebuah teras di Laka kami pun menunggu W.W dengan perasaan cemas, saya masih panik dan takut. Takut apa bila polisi itu kalap kemudian menyakiti saya. Perasaan was-was dan takut menjadikan saya gelisah dan tak nyaman. Sesekali saya mondar-mandir kemudian duduk lagi. Teman saya masih melihat-lihat hpnya. Sedang saya sangat was-was. “iaya pak kami sudah di Laka, kami ada di dalam” Kata teman saya melalui hpnya. Rupanya W.W menelp lagi. Dia sempat meminta bertemu di sebuah lapang tak jauh dari Laka di Sumenep. Selang beberapa menit sesok laki-laki dengan tubuh tinggi dan kekar berkjalan menuju arah kami. Rupanya W.W sudah menepl kesebagian petugas sehingga dia paham posisi kami, dan langsung kami dilabraknya.

Memang sebelum W.W datang, salah satu petugas terlihat menerima telp, “iyo ada, ini nangkeni, wong luru cilik-cilik” kata petugas sambil tersenyum melihat kami yang sedang panik dan takut. Mungkin W.W telp untuk menanyakan kami bersama siapa saja di Laka. Selang beberapa 5 m dari petugas yang menerima telp. Datang seorang laki-laki dengan tubuh tegab dan kekar. Lalaki itu langsung menuju arah kami yang duduk di emperan LAKA.

Lelaki itu bertubuh tinggi perkiraan 70 cm, badannya gempal. Sorot mata tajam. Lelaki yang mendekati kami berdua adalah W.W rupanya dia adalah orang menelp dan ditelp oleh wanita yang menabrak saya pagi menjelang siang tadi. Saat itu kami belum tau dia sebagai apa atas wanita yang menabrak saya. Apakah dia sebagai suami, teman atau pacar kami tidak tau. W.W lang memarahi kami berdua, kemudian mendorong kepala saya. Dia terlihat sangat emosi poda kami. Setelah marah-marah kami diajak menuju salah satu rumah di karang Duak.

Di sebuah rumah itulah dia kembali memari kami dan membentak-bentak sembari mengancam. Awalnya kami bicara secara baik-baik, bermaksud untuk berdamai agar persoalannya tidak panjang dan cepat selesai. Kami dikira anak seorang pejabat, dengan nada dia bertanya pada kami berdua. “apakah kamu anak tentara atau polisi, meskipun begitu kamu akan kucebloskan kepenjara” cetusnya dengan nada emosi.

“saya bukan anak pejabat, saya hanya orang kampung” kata saya sambil mencoba menarik iba supaya ada kelonggaran.
“Kamu  tau, tadi dia dibawa ke rumah sakit, dia mengalami pendarahan. Sepedanya konci stirnya bengkok, kamu harus menganti semua biaya dengan tolah Rp. 1.500.000,00.”. kata wawan dengan nada marah.

Saya tertunduk tidak bisa menjawab atau mengiyakan apa yang diminta oleh si W.W. saya dengan teman saya saling melempar pandang. Saat itu saya hany membawa uang Rp. 600.000, sisa beasiswa dari sekolah.

“sekrang terserah kamu, mau damai atau dilanjutkan” tantang W.W.
“saya ingin menyelesaikan dengan cara keluarga, namun dengan jumlah yang bapak sebutkan, kami tidak bisa menjawab. Kami hanya anak petani yang tak banyak uang” ungkap saya.
                                                                                                         
Entah si W.W merasa iba atau apa, tiba-tiba dia mengalihkan suasana. Dia menanyakan suatu tempat yang menurutnya sebagai tempat sarang perjudian yang menjadi incarannya.

“kamu berasal dari mana”
“saya gapura, tepatnya gapura barat III” jawab saya.
“kamu tau si Rasidi, dia itu jadi Bandar judi, dan sedang diawasi” tegas W.W.
“Saya tidak kenal nama itu, cuma pernah mendengar, memang dia orang Gapura tapi saya tidak tau posisi rumahnya” jawab saya dengan lugu.

Rupaya W.W ini banyak tau kondisi di gapura. Saya sendiri tidak bisa membantah adanya orang yang bernama Rasidi  dengan kebiasaannya berjudi. Banyak orang mengatakan demikian. Namun hal yang menjadi tanda tanya, kenapa W.W juga tau Rasidi. Apakah benar dia sedang menyelidi atau juga bagian sebagaimana terjadi dibanyak tempat, polisi ikut jadi beking dunia hitam. Rasidi sekita di polsek Gapura, mustahil bagi polisi tidak tau sepakterjang dia, dan lebih tau W.W yang jauh di Kota. Namun begitu tidak ada tindakan dari kepolisian gapura atau semacam himbauan lainnya.

Selian itu W.W juga kenal seorang wanita teman kakak kelas di sekolah, di kampung saya. Wanita ini konon menjadi panggililan. Teman saya ini memang cantik. Saya pun mengagumi kecantikannya lepas dari dunia yang dihinakan oleh banyak orang. Mengapa W.W juga kenal dia, apakah dia tau atau pernah memakai jasa si wanita kakak kelas saya. Dari pembicaraan yang melebar saya menarik kesimpulan ada yang tidak beres dengan si W.W. deng tanpa memberikan jawaban atau mengiyakan permintaannya kami berdua berpamitan pulang, dengan alasan hendak bermusyarah dengan keluarga terkait permintaan si W.W. 

Setelah dari rumah itu kami, tidak langsung pulang. Kami langsung menuju rumah olah raga di MAN. Sebut saja Pak, Cipto. Melaui dan berkat bantuannya saya tidak mejadi korban pemerasan W.W. Sesampai di rumah pak Cipto, saya kemudian diajak ke salah satu rumah polisi, dia teman dari pak Cipto, bertugas di bagia provos di Sumenep. Setelah saya bertemu dengan polisi yang dikenalkan oleh pak cip, akhirnya kami tenang. “sudah adik tenang saja, biar kami yang uruskan. Besok adik  balik ke sini lagi. Untuk membuat laporan dan pengaduan, sekarang pulang dan istirahat dulu”. Tegas polisi teman pak Cipto padi kami berdua.

Pada hari seninnya kami berdua ditemani oleh beberapa guru menuju provos di Sumenep. Yang mengantarkan kami berdua diantaranya, kesiswaan Bpk. Hosni (almarhum), Bpk. Cipto. Petugas satpam, Bpk. Tawil dan guru pengajar Qur’an Hadits, serta Guru pengajar Bahasa Indonesia. Sekitar pukul 08.00, dengan ditemani 5 orang guru dan seorang satpam akhirnya kami tima di provos Sumenep.

Kami disambut dengan ramah oleh kepala provos. “terimakasih atas koreksi anggota kami yang nakal, kami atas nama lembaga meminta maaf” begitulah sambutan dan permintaan maaf dari kelapa provos pada kami dan guru-guru yang mengantarkan kami. Ada beberapa ucapan yang kemudian menguak kecurigaan kami berdua atas W.W. Rupanya wanita yang menabrak saya bukan istrinya, dia sudah memiliki istri dan seorang anak di Jawa Barat. Dia juga merpakan polisi baru yang dipindah tugaskan, dan baru sekitar 3 bulan di Sumenep. Dan waita yang menelp dengan memanggil “Papi-papi….” adalah wanita simpanan si W.W.  Setelah ramah tamah dan candaan balon si W.W, beberapa guru yang mengantar kami berdua diperkenankan pulang. Dan kami diminta ke salah satu ruangan untuk di BAP (Berita Acara Pemeriksaan).  



Baca Selengkapnya di sini..

Pengalamanku dengan Polisi II

PengalamanKedua

Ternyata pengamalan kena tilang oleh polisi berulang ketika saya di MAN. Saat itu saya pulang sekolah, saya mengonjing 2 teman, satu tidak memakai helm, maka saya pun kena tilang. Saya kena tilang tepat di pasar Bangkal Sumenep. Kesalahan saya hampir sama sebagaimana pertama kali saya kena tilang. Saya tidak memiliki SIM, mengonjeng lebih dari satu orang, dan tidak memakai helm.

Kalau saat pertama ditilang kendaraan saya dibawa oleh polisi, kali ini tidak. Hanya STNK yang dibawa. Saya diminta mengikuti proses siding oleh pak polisi atas pelanggaran yang saya lakukan. Saya diminta menghadap pada hari senin, kebetulan saat hari saya ada jam olah raga di sekolah. Jam olah raga dimulai sekitar pukul 05.00 pagi sampai 06.30. Dan masuk seperti biasa pad pukul 08.30, sebagai ganti jam pertama. pada jam kosong itu saya menuju kepengadilan untuk mengikuti proses sidang. Tepat pukul 07.15 saya sampai di pengadilan, suasana di pengadilan masih sepi hanya ada beberapa petugas penjaga.

Saya bersama tenan memberanikan diri tanya-tenya bagaimana prosesnya. Dan jam berapa dan sampai jam berapa selesai sidang. Beruntung petugas yang menangani atau memengang STNK saat itu sudah di tempat. Sesuai keterangan dari petugas itu, bahwa sidang dimulai sekitar pukul 09.00-selesai, dan paling lama satu jam. Saya pun berpikir kalau 09.00 baru dimulai, berartisaya tidak bisa masuk sekolah.

Saya mencoba untuk merujuk pada si petugas, dengan harapan dia bisa membantu memperlancaran. Saya minta tolong untuk dibantu. Karena pukul 09.00 saya harus ada di sekolah, kalau mengikuti sidang berarti saya harus meninggalkan sekolah. Dengan berbagai alasan dan pertimbangan kemudian petugas memberikan keringan pada saya, tentu tak gratis, namun saya pun tak kalah cerdik. Dengan nada yang lumayan dan memang kondisinya, saya memberikan uang, kalau tidak salah sekitar 15-20 ribu. Si petugas sampai mengeluh,“ini harus saya yang nalangi” ungkap si petugas. “itung-itung sedekah pak” jawab saya. Akhirnya saya bisa memperoleh STNK tanpa haus melalui sidang. 

Itu lah pengaman pertama saya menginjakkan kaki di pengadilan Sumenep dengan satu kesalahan, atas melanggarnya rabu lalulintas tidak memakai helm, dan tidak punya Surat Ijin Mengendara (SIM). Dan saya pun belajar banyak dari peristiwa yang terjadi. Saya berkesimpulan, bahwa pengalaman apakah itu bernilai baik atau buruk, keberuntungan atau kesialan semua ada hikmah dan pelajaran yang dapat dijadikan pelajaran hidup. Dan tak kalah penting saat dihadapkan pada ujian dan cobaan apa dan bagaimana pun bentuk ujian itu.


Baca Selengkapnya di sini..

Minggu, 20 Oktober 2013

Pengalamanku dengan Polisi I

Pengalaman Pertama

Ingat semasa kecil dulu, dimana setiap orang bahkan  ibu sering menakut-nakutisaya dengan sebutan “jangan nakal, nanti ada polisi”, kira-kira begitu teman atau kolega bahkan kelurga menakuti anak kecil sebagaimana halnya saya. Tidak pernah saya mendengar, sebutan, "Awas jatuh, biar tidak merepotkan polisi", Polisi dekat dan senantiasa diasosiasikan dengan kegetiran atau semacam hantu bagi halayak, terutama pada dunia anak sebagaimana terjadi pada saya dulu. Namun hal yang manarik adalah ketika saya dewasa, ada tetangga jauh saya yang konon takut pada polisi. Bahkan berdasarkan cerita, bila ada polisi atau sirine dia akan mencari persembunyian. Meski orang tua kolega bahkan teman sering menakuti saya dengan polisi, sampai hari ini saya tidak pernah takut atau mender untuk berhadapan dengan polisi.

Cuman hal yang saya sukai adalah ketika polisi bisa saya ajak untuk mengembangkan bisnis atau berbisnis“positif”, namun hal yang membuat saya jengkel juga ini terjadi pada kebanyakan orang adalah gaya dan sok si polisi dalam berintraksi dan beramah tamah yang jauh dari ramah. Kadang sebagian “oknom” polisi lebih suka mengedepankan sikap represifnya dari pada sikap kesosialanya, atau kadang dan sering menjadikan pangkat sebagai alat untuk memperdaya rakyat kecil.

Berjanjilah dalam kehidupan Anda, untuk tidak berurusan dengan polisi, sebab bila ia, Anda akan menyesal dan akan dibuat marah dengan sikap mereka yang kerap bertentangan dengan etika sosial, seperti parasut atau benalu. Jika saat ini anda belum dan tidak pernah berurusan dengan polisi maka, bersyukurlah karena anda adalah orang yang selamat yang tidak perlu tau dan merasakan bagaimana perlakukan mereka terhadap rakyat sebagaimana pernah saya alami. Cukuplah saya menjadi benci dengan operlakuan polisi yang tak patut, jangan anda. Bahkan tidak untuk anak cucu saya kelak. Toh, walau pun Anda tau dan sering mendapat informasi miring soal polisi, itu hanya melalui media. Dan saya pikir cukupkan saja informasi dari media itu, tidak perlu anda dengan mengalaminya sendiri, atau jadi bagian dari rasa ketaknyaman oleh sikap dan perlakuka polisi.

Ini lah awal pertama kali saya berurusandengan polisi, saat itu saya masih duduk di sekolah MTs.  Sehabis pulang dari sekolah sekitar pukul 11.15 saya bersama teman mengaji di padepokan, bermaksud  jalan-jalan sekalian mau mengisi bensin ke POM Binsin di Desa Paberesan. Namun na’as menimpa belum sampai ke POM saya kena oprasi polisi. Saat itu saya tidak memakai helem dan juga tidak memiliki SIM. Saya pun kena tilang. Dalam kondisi panik saya sempat menawarkan damai. Padahal, ketika itu saya tidak memegang uang banyak. saya hanya memegang uang pas untuk membeli bensin.  

Tidak memiliki SIM, ditambah kami berdua tidak memakai helem, polisi itu memarahi kami. Kami hanya diam sembari tak menjawab setiap serapah dari polisi. Kesal pun ia, di tambah cuaca yang panas. Negoisasi mandek akhirnya kami pun kena tilang, bahkan sengajanya polisi itu menilang seklaigus membawa kendaraan saya. Saya pun bingung bagaimana pulang ke rumah, mau naik angkot uang kami tidak cukup untuk berdua, akhirnya kami punnekat menerobos dengan berjalan kaki melewati pebukitan dan semak. Singkatnya saya tiba di ruma hampir menjelang isyak.

Setelah saya bercerita apa yang terjadi, keluarga bukan merasa kasian atas kondisi saya yang berjalan kaki dari kota hingga ke rumah yang jaraknya puluhan km. keluarga justru menyalahka dan memarahi saya, yang menurut mereka kurang kerjaan dll. Memang kalau saya pikir memang begitu. Mungkin karena kurang kerjaan itulah saya sampai nekat ke kota sekedar untuk mengisi bensin.

Untunglah ketika itu keluarga kami memiliki hubungan baik dengan seorang pengasuh pesantren Mambaul Ulum di Gapura Kec. Gapura, yaitu K.H As’Ari dipanggil K.H. Ari. Selain sebagai pengasuh pesantren K.H Ari juga dipercaya oleh banyak kelangan sebagai “dukun”, bahkan tamu yang berkunjung dan minta didoakan datang dari berbagai kalang, pejabat hingga rakyat biasa. Dari itulah K.H. Ari memiliki perkawanan yang luas, termasuk dengan elit-elit di Daerah, maka tak sulit untuk melacak dan meminta kendaraan saya yang saat itu dibawa oleh polisi. Oleh sebab itu Ayah meminta tolong kepada beliau. Ke esokan malamnya saya bersama putra di ajak ke kota untuk mengambil kendaraan. “sampean bawa aja uang secukupnya, kalau ngak diterima ya ngak usah dikasih” ungkapnya. Pengamalan saya bertemu dengan polisi dalam keadaan yang tak ramah sekaligus menyimpan troma.

Alhamdulillah, polisi itu pun tak meminta bayaran atau uang dari kami. Uang yang sedari rumah yang kami bawa dan sudah di dalam Amplop tidak diterima oleh polisi itu. Meski pun saya kena tilang dan harus berjalan kaki dengan jarak yang lumayan namun kami bersyukur akhirnya ending dari penilangan ini, hanya sedikit merepotkan tanpa harus merogoh uang sebagaimana sering dikeluhkan oleh banyak pihak. Tentu hal ini tidak bisa lepas dari peran dan ketokohan K.H Ari yang banyak dikenal atau disegani di kalangan elit atau pejabat di Sumenep. Maka dalam hal ini, saya menyempaikan banyak terima kasih kepada beliau.

https://www.facebook.com/notes/mahmudi-ibn-masud-kraton-sumenep/ber-urus-an-dengan-polisi-i/10151921353819144

Baca Selengkapnya di sini..

Rabu, 16 Oktober 2013

Ayo ke Pasar Minggu di Sumenep

Adanya liburan atau cuti bersama jelang hari raya Idul Adha, tidak saya sia-siakan. Maka pada sabtu sore pukul 16.00, setelah acara pengajian dengan TAKI saya pun bertolak ke sumenep. Sekitar pukul 20.45 saya sampai di sumenep. Seperti biasa setiap dari Surabaya atau Malang saya menyempatkan diri untuk singgah atau sekedar melihat-lihat Alun-alun Kota Sumenep, atau masyarakat Sumenep menyebutnya Taman Bunga. Malam itu Taman yang terletak 15 m di depan Masjid Agung Sumenep terlihat ramai. Puluhan penjual jajan dan pakaian berderet di pinggir taman. Sebagian pengunjung terlihat menikmati air mancur yang berada tepat di tengah-tengah taman. Pernak-pernik lampu di sekitar taman membentuk nuansa kemeriahan. Seperti di taman-taman Kota lainnya, romansa cinta dan keakraban bisa dilihat dari prilaku muda-mudinya, sama halnya dengan di Sumenep.



Saya pun melajukan kendaraan dengan pelan untuk melihat pemandangan di sekitar Taman Bunga. Tepat di depan Gedung GNI Sumenep ada sebuah pintu Gerbang yang terbuat dari besi di atas tertulis PASAR MINGGU SUMENEP. Jalan dua jalur di depan Gedung GNI, berderet puluhan Tenda semi permanen untuk para penjual. Tenda-tenda berderet di dua sisi jalan utara dan selatan, dari depan Gedung GNI hingga depan Musium Labeng Mesem Sumenep. Rupanya di sumenep pun kini ada istilah pasar Minggu.

Sebelumnya di Sumenep tidak ada istilah pasar Minggu sebagaimana saya lihat. Meski ada kegiatan jual beli di sekitar Taman Bunga, biasanya hal itu pada saat atau moment seperti saat bulan puasa, dari pukul15.30-21.30. pada hari-hari biasa pun ada kegiatan transaksi namun hal itu hanya terbatas pada aneka jajan atau mainan anak-anak dibuka pada waktu pagi sekitar pukul 05.30-07.00 semua PKL harus meninggalkan area Taman. Sebagai warga Sumenep saya merasa bangga dengan adanya Pasar Minggu, setidaknya pemerintah kota Sumenep telah berusaha menangkap moment sekaligus menciptakan satu mekanisme pasar sebagaimana kota-kota besar lainnya. Saya Pertama kali mengenal istilah pasar Minggu ketika kuliah di Malang. 

Karena penasaran dengan adanya Pasar Minggu, pagi-pagisaya pun berangkat menuju Kota, walau jarak tempuh dari tempat tinggal saya jauh, karena rasa ingin tahu dan melihat langsung saya pun tidak menghiraukan cuaca dingin. Pukul 06.00 saya meluncur seorang diri, langsung menuju lokasi dimana Pasar Minggu di gelar. Pukul 06.35 saya sampai di lokasi. Ruas jalan dari tugu pentas kesenian ditutup, begitupun ruas jalan di depan museum dan Labeng Misem disterilkan dari pengendara.

Di depan musium tepatnya di depan Pintu Labeng Mesem para Ibu-ibu tengah mengikuti senam pagi. Seorang instruktur dengan tubuh langsing terlihat memandu gerakan demi gerakan dengan sangat lincah. Peserta yang berjumlah sekitar 50 orang nampak larut dengan derap alunan musik dan gerakan yang diperagakan oleh instruktrur. Di samping kanan belakang penari ada sebuah pagar besi pada pagar tersebut ada papan yang bertulis (PENGENDARA DILARANG MASUK), pagar itu dijaga oleh tiga orang Satpol PP dengan berseragam lengkap. Saya pun beralih melewatijalan alternatif menuju Taman Bunga. Masih dengan perasaan penasaran sepedasaya parkir tepat di depan masuk Gedung GNI, dengan sepeda-sepeda yang lain.

Di lihat dari deret kendaraan pengunjung Pasar Minggu yang parkir, belum ada pengelola yang resmi. Seorang yang mengatur keluar atau membantu para pengendara yang hendak parkir atau keluar masih illegal. Indikasi ilegal tidak ada kartu parkir, menurut penulis adanya parkir yang legal sangat penting untuk menjamin keamanan tiap pengunjung. Sebagaimana kota-kota besar juga di sumenep tidak bisa luput dari pencurian kendaraan. Pada saat idul fitri tepatnya malam perayaan takbirkeliling satu sepeda pengunjung raib dicolong maling.

Meski pun pengaturkendaraan illegal ada sebagian pengunjung memberikan tetap uang parkir, dan kebanyakan tidak menghiraukan. Jika parkir ini dikelola secara baik, setidaknya akan ada pamasukan resmi untuk Daerah dan pengunjung pun tak perlu khawatir tehadap keamanan kendaraannya yang diparkir di area PASAR MINGGU SUMENEP, karena sudah ada penanggungjawab keamanan.

Anika Jualan dan Kuliner Pasar Minggu Sumenep

Setelah memparkir kendaraan saya melihat antuasiasme para ibu-ibu dan muda-mudi yang berkunjung di Pasar Minggu di Sumenep. Saya tidak langsung masuk ke area pasar yang panjang sekitar 60 m dengan lebar 12 m yang memanfaatkan dua ruas jalan menuju Taman Bunga atau Musium dan Labeng Mesem, ikon dan warisan budaya dari kerajaan Sumenep. Saya sempat bertanya kepada salah satu petugas Satpol PP Bpk. Rida'i terkait Pasar Minggu di Sumenep. Menurut Rida'i Pasar Minggu sudah berjalan kurang lebih dari tiga bulan, buka mulai pukul 06.00-09.00. masih menurut Rida'i pasar minggu ini merupakan inisiatif pemerintah untuk menghidupkan gairah pasar sekaligus sebagai bentuk apresiasi kepada warga yang ingin memasarkan produk dan keahliannya. Dan juga sebagai layanan bagi pengunjung. Pengunjung pun bisa menikmati aneka kuliner yang disediakan oleh penjual di area pasar minggu disumenep.

Ditemani dua perempuan cantik saya berkeliling melihat-lihat anika jualan yang ada di Pasar Minggu Sumenep. Berdasarkan pantauan, beberapa setan yang berjualan lebih banyak yang menawarkan makanan, mulai nasi Jagung hingga makanan modern saat ini. Sebagian stan berjualan permainan anak-anak, stiker, baju batik dan beberapa kerajinan tangan lainnya. Saya mampir di salah satu stan yang menjual makanan. Ditemani dua perempuan saya menikmati sajian makanan di pasar minggu. Di samping tempat saya makan, para pengunjung juga tengah menikmati sajian bersama keluarga besar mereka. 

Saya lihat penempatan para penjual masih bercampur baur, tidak tertata dengan rapi. Tidak sebagaimana pasar Minggu di Malang di mana penjual sudah tertata rapi. Misal seperti jualan anika makan berjejer sesama penjual makanan, mulai makanan ringan hingga makanan pokok seperti anika sajian nasi lainnya berjejer sesama penjual makanan. Sedang di pasar Minggu di Sumenep penempatan penjual masih belum teratur secara baik, misal ada penjual Nasi berdempet dengan penjual baju dan mainan anak-anak. Tidak tertatanya penjual akan membuat pengunjung terganggu atau kurang nyaman. Di sisi lain ada beberapa stan yang masih kosong.

Selain itu emerintah sebagai penyedia tempat harus memperhatikan keberadaan para penjual dengan memperbanyak informasi dan publikasi atau diadakan efen-efen yang mampu menarik perhatian masyarakat sehingga ada ketertarikan masyarakat untuk menikmati sajian yang ada. Melalui instansi-instansi yang ada pemerintah harus mampu mendorong supaya menginfakkan sebagian riskinya di pasar Minggu. Harus ada strategi khusus supaya adanya pasar Minggu betul-betul memberikan kontribusi pada masyarakat dan Daerah khususnya.

Keberpihakan pada ekonomi kerakyatan harus  diwujudkan, tidak sekedar wacana dan janji-janji belaka. Maka adanya pasar Minggu harus dijadikan sarana dalam mementaskan kerajinan dan kuliner khas Sumenep. Sekaligus sebagai wujud keberpihakan terhadap ekonomi kecil. Jika saat ini di pusat Kota ada kegiatan dengan konsep pasar Minggu, saya berharap hal ini mampu dikembangkan ke pelosok-pelosok dengan konsep dan model baru tentunya. Karena sebagaimana teori ekonomi mengatakan, bahwa pasar harusdiciptakan guna merangsang gairah keekonomian. Tentu selain menciptakan pasartugas yang tak kalah penting pemerintah ialah menciptakan peluang kerja bagi warga Sumenep.
Baca Selengkapnya di sini..