"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Senin, 28 Februari 2011

PELAJARAN PENTING DARI TUNISIA DAN MESIR Refleksi Atas Kepemimpinan Diktator


Tangga 25 januari 2011 adalah awal pergolakan rakyat Mesir. Jutaan rakyat turun kejalan menuntut Presiden Mubarak mundur. Namun ditengah desakan rakyat untuk mundur mubarak hanya melakukan langkah dengan mengangkat Omar Sulaiman sebagai wakil Presiden baru dan menyuruh melakukan revormasi. Ternyata langkah itu tidak bisa meredakan gelombang unjuk rasa. 
 
Di tengah desakan rakay agar Mubarok mundur kekisruhan terjadi dilapangan Tharir. Kekisruhan terjadi antara kubu yang Pro-Mubarok dengan penuntut agar Mubarok Mundur.  Pendemo tiba-tiba diserang oleh sekelompok yang mengatas namakan pendukung Mubarak. Aksi kekerasan pada pendemo yang anti pemerintah terjadi setelah Mubarak menyatakan tidak akan mencalonkan kembali dan mundurkan diri bersama anaknya dari kepengurasan partai-nya, akan tetapi langkah yang diambil-nya tetap tidak bisa meredam aksi rakyat. Karena rakyat menginginkan Mubarak mundur. Mubarak menganggab jika dirinya Mundur maka Mesir akan dipimpin oleh pihak militan dalam hal ini Ikhwanul  sebagai partai oposisi. 
Mubarak mengimbau pihak luar negeri “AS” agar tidak menginterfensi Mesir, pernyataan itu sekaligus menjawab permintaan Obama bahwa sebaiknya di mesir dilakukan teransisi kekuasaan. Berbagai upaya dilakukan oleh Mubarak untuk mempertahankan legitimainya sebagai presiden. Namun upaya Mubarak dalam mempertahankan kekuasaannya tidak sebanding dengan gelombang unjukrsa yang terus bergulir dan semakin besar. Akhirnya mau tidak mau Mubarak pun menyerah pada rakyatnya. Akhirnya Mubarak mundur.
Kemunduran pemimpin diktator “Husni Mubarak” disampaikan oleh Wakil Presiden Omar Sulaiman, kini kekuasaan diserahkan kepada melitir (11/02/2011). Evoria rakyat menggema disetiap sudut kota Mesir. Takbir dan sujud sukur dilakukan oleh pendemo atas jatuhnya mubarak. Klakson Mobil dibunyikan dan bendera Mesir dikibarkan di mana-mana, setelah Omar Sulaiman menyatakan hal itu melalui televisi Nasional.
Kewenangan sementara kini dipegang pihak Meliter. Pihak meliter sendiri menyatakan mendukung masa transisi yang damai. Dalam penyataan di Tv nasional Mesir, meliter menyampaikan terimakasih kepada Mubarak yang telah memimpin kurang lebih dari 30 tahun baik dalam keadaan perang dan damai. Meliter juga menyampai terimakasih dan hormat kepada pendemo sehingga apa yang menjadi harapan rakyat tercapai. 
Militer merupakan majelis teringgi Mesir. Kini majelis tertinggi dipimpn oleh mentri Pertahanan Mesir, Muhammad Hussein Tantawi. Reuters  mengupas sedikit latar belakang Hussein Tantawi yang akan berkuasa di Mesir untuk sementara. Pria berumur 76 tahun ini akan bertanggungjawab  sementara di Mesir sambil menunggu langkah konstitusional selanjutnya (detikcom).
Dipihak lain Suwis mengabarkan bahwa kekayaan Mubarak telah dibekukan. Seperti diberitakan beberapa media bahwa selama berkuasa Mubarak banyak melakukan kebijakan memperkaya diri dan keluarganya. Meliter dalam hal diharapkan bisa mengawal dan mengembalikan kerugian negara “korupsi” oleh Mubarak. 
Kemunduran mubarak memang telah ditunggu-tunggu oleh rakyat Mesir bahkan seluruh rakyat di dunia. kemunduran mubarak tepat tanggal 11 februari, bersamaan dengan lengsernya kekuasaan Pahlevi di Iran yang dimotori oleh Khomeini dan kini menjadi republik Islam. Meski kemunduran Mubarak bersamaan dengan jatuhnya pemimpin diktator Pahlevi di Iran,  Antara Mesir dan Iran tidaklah sama. Kalau kita runtut secara sejarah ketergantngan kepada negara adi Kuasa AS, Iran pada awalnya memiliki ketergantungan seperti Mesir saat ini.
Keruntuhan kepemimpinan Pahlevi kemudian mengubah peta pemerintahan secara total. Khomeini sebagai penggerak revolusi Iran menegaskan bahwa iran tidak boleh tunduk dan didekti oleh AS. Iran sebagai negara besar dan memiliki kekayaan minyak yang melimpah harus bisa menentukan kebijak sendiri. Bagaimana dengan Mesir sendiri saat ini. Apakah Mesir akan mengikuti langkah Iran ? pertanyaan itu tidak dapat dijawab dengan pasti. 
Peta politik Mesir dan Iran sangat berbeda meski keduanya sama-sama berada di kawasan timur “Arab”. Kekuatan politik Mesir saat ini dikuasi oleh pihak muderat “demokrat”. Sementara partai opo sisi ikhwnul muslimin sendiri haluannya tidak seperti pada saat partai ini berdiri. Pada situasi seperti saat ini kemungkinan bisa saja terjadi, tergantung bagaimana partai oposisi menjalankan strategi dan mampu memenangkan pemilu nantinya.
Namun seperti dikatakan oleh berbagai pengamat kemungkinan Ikhwanul Muslimin memimpin Mesir sangat kecil. Keruntuhan pemerintahan Mubarak dapat memperluas keterlibatan ikhwanul dalam pemerintah. Jika kita menoleh pada sejarah revolusi di Idonesia di mana pada saat itu muncul banyak partai. Dan kemungkinan ini pun bisa terjadi di Mesir.
Bagaimana kebijakan Mesir terhadap Israel ? masikah Mesir melindungi Israel, kita lihat saja. 
    
PELAJARAN DARI TUNISIA-MESIR
Para pemimpin di Dunia bisa belajar banyak dari peristiwa Tunisia-Mesir. Kekuatan sipil tidak bisa dipandang remeh oleh pemangku kekuasaan. Disadari atau tidak pergerakan sipil bisa mengancam kekuasaan siapun pemimpinannya, dan di manapun lumbungnya. Tapi dalam hal ini bukan berarti sipil yang jadi pemicu kejatuhan seorang pemimpin, pemimpin yang tidak bisa menjamin kemaslahatan rakyatnya pemicunya. 

Kepala negara harus melindundi kepentingan rakyat “mensejahtarakan”. Ketika kepala negara di satu negeri tidak bisa menjamin kesejahteraan rakyat, maka gelombang pergerakan sipil seperti di Tunisia dan Mesir akan terus terjadi. Sikap menutup mata pada realitas “nasip rakyat yang sengsara” yang dilakukan oleh seorang kepala negara akan merugikan semua pihak. Numun bagaimana pun perubahan “revolusi” itu sangat penting untuk menjaga stabilitas jangka panjang.

Terjadinya Gejolak sipil di Tunisia dan Mesir karena mereka hidup sengsara. Selain itu pemerintahan yang represif semakin memicu kekecewaan dan kemarahan rakyat. Ditengah kehidupan rakyat yang kesusahan dipihak lain para penguasa justru asyik memperkaya diri. Rakyat menderita, rakyat kelaparan, rakyat sengsara tidak pernah diperharikan.

Negara-negara yang refresif pada rakyatnya tidak akan langgeng. Tunisia-Mesir adalah salah satu cermin segar. Sedang Indonesia dalam hal bisa dikatan adalah maha guru “penggulingan Soharto” atas pergerakan rakyat di Tunisia dan Mesir. Tahun 1998 sipil Indonesia bersatu menumbangkan rezim korup dan diktator almarhum Suharto. Sacara historis dan letak geografi antara Indonesia, Tunisia dan Mesir memang tidak sama. Pergolakan ketiga negara ini memiliki beberapa kesamaan anatara lain : presiden sebagai kepala negara terlalu lama ditampuk kekuasaan “di atas tiga puluh tahun”, korupsi, gaya pemerintahan refresif, kehidupan rakyatnya sengsara.

Sembari menyampaikan selamat dan penghargaan yang tinggi pada seluruh pemuda-rakyat Mesir atas keberhasilan mereka merebut kekusaan dari Mubarak. Semnagat perjuangan mereka menjadi sejarah baru di kawasan Arab.


Tidak ada komentar: