"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Kamis, 24 Februari 2011

CAROK BUKAN BUDAYA ORANG MADURA


”Lebih baik berkalang tanah-mati itu lebih terhormat dari pada hidup mananggung aib/malu” sebuah ungakapan orang Madura.

Carok adalah sebuh istilah ”bahasa” sekaligus identik dengan khas Madura. Kalau Carok sebagai bahasa Madura dan kita difinisikan merukan sebuah adekan, pertarungan, duwel, yang terdiri dari dua orang atu lebih dimana hal itu dilakukan untuk mempertahankan diri sebagai penebusan malu/membersihkan nama baik. Banyak orang menyebut carok adalah tradisi/kebudayaan orang Madura, namun menurut keterangan guru saya waktu sekolah di MAN Sumenep, ”carok bukan budaya/tradisi, carok dikenal oleh orang sebagai budaya/tradisi, hanya kesalahan presipsi” keterangan itu saya dapat dari guru Giografi waktu kelas X.

Meneurutnya jika carok disebut sebagai budaya ditinjau dari unsur apa. Sementara budaya-teradisi itu memiliki sebuah nilai estetika dan etik. Carok tidak ada nilai-nilai yang memuat hal itu. Carok merukapakan sebuah tindakan yang berdasar pada pelampiasan dendam, amarah dll. Orang yang melakukan tindakan bercarok karena mereka tidak bisa mengendalikan emosi dan keegoan mereka, mereka disulut api dendam dan amrah tanpa adanya kontrol, dan tidak pernah berfikir panjang terhadap tindakan yang mereka lakukan .

Istilah carok yang identik budaya Madura memang telah merata di seantero jagat. Klaim carok sebagai budaya perlu ditinjau ulang, mengingat tidak unsur estetik dan etik dalam carok itu sendiri. Kalau carok diklaim sebagai budaya, maka muncullah sebuah pertanyaan baru, mngapa carok diklaim sebagai budaya…? bagai mana proses hingga carok diklaim budaya. Disini tidak akan dibahas mengapa carok diklaim budaya. Tapi kita perlu dipahami bersama adalah apa itu budaya.

Lantas bagaimana dengan pemahaman orang yang mengganggap carok sebagai budaya/tradisi Madura, apakah itu salah ..? sebelum dijawab, alangkah baiknya kita mengenal apa itu budaya/tradisi itu sendiri. Waktu di bangku sekolah SMA, kita dikenalkan apa itu budaya dan unsur-unsurnya, (baca sosilogi budaya dan kebudayaan). Sementara budaya menurut Raymond Williams “satau-tiga kata yang paling rumit dalam bahasa ingris” dia menawarkan tiga definisi yang sangat luas.

Pertama ”suatau proses umum perkembangan intlektual, spritual dan etis,” kalau kita kaitkan dengan keagaman budaya yang ada di Madura kita bisa melihat perkembangan budaya Madura dengan merujuk pada faktor-faktor intlektual, spritual, estetis ”filsuf agung” yang kerap dipraktekkan oleh kia’i warok, seniman dan penyair /sastrawan. hal itu merupakan rumusan budaya yang paling sederhana mudah dipahami.

Kedua budaya bisa sebagai ”pandangan hidup tertentu dari masyarakat, pride, atau kelompok tertentu.” jika kita melihat perkembangan yang ada di Madura dengan memakai definisi ini, berarti kita tidak mesti memikirkan faktor intlektual dan estetisnya, namun perkembangan sastra, hiburan, olah raga, dan upacara ritus religiusnya.

Ketiga, wililiam menyatakan budaya bisa merujuk kepada ”karya dan praktek-praktek intlektual, terutama aktivitas atistik” karena dengan praktek-peraktek itulah, fungsi dan nilai bisa ditunjukkan, ada proses produksi, ada proses menciptakan makna tertentu. Defininisi budaya trakir ini mngarah pada apa yang disebut kaum strukturalis dan postruktualis sebagai ”praktek-praktek penandaan” (signifying practices). Dengan melihat beberapa definisi tersebut kita bisa melihat bebrapa contoh dari beberapa budaya yand ada di madura.

Dari beberapa uraian tentang definisi maka kita bisa melihat kedalam, apakah carok masuk dalam kata gori yang disebut oleh Williams atau tidak. Williams menyebutkan bahwa budya adalah sebuah proses intlektual, spritual dan etis—dan bagaimana dengan carok itu sendiri. Apakah carok memiliki unsur keintlektualan, apakah juga didalamnya terdapat unsur spritual dan etis, kalau tidak ada maka anggapan orang yang mengklaim carok sebagai budaya Madura gugur dengan sendirinya.

Apakah teradisi itu budaya..? teradisi bukanlah budaya, karena teradisi hanya sebuah rutinitas masyarakat, dalam tradisi itu sendiri masih belum ada sebuah kesepakat dan penilaian baik/buruk. Tradisi lingkupnya lebih mengarah pada individu, dan tidak dikenakan sangsi apa pun bagi yang tidak melakukan tradisi itu sendiri. Contoh kecil adalah tradisi orang Madura, membuang sebagian nasi yang diperolah dari selamatan orang mati, hajatan ketika baru datang dari hajatan, atau selamatan orang mati, atau hajatan tertentu. Membuang sebagian nasi merupakan tradisi orang madura, namun dalam tradisi ini hanya sebagian orang yang mengikuti atau melaksanankan. Bagi anak muda teradisi membuang nasi adalah hal yang mubasir  dan kini jarang dilakukan karena tidak ada sangsi apa pun terhadap orang yang melanggar tradisi tersebut. Lain halnya dengan budaya.

Sementara budaya merupakan sebuah subsistem yang menjadi panutan pandangan bahkan jika orang tidak melakukan hal itu diklaim sebagain orang yang tidak baik, atau akan termarjinalkan oleh masysrakat. Taradisi bukan budaya, namun budaya merupakan sebuah tradisi, rutinitas masyarakat dan bagi yang mengingkarinya akan dikenakan sangsi moral. Contoh penyambutan tamu. Orang madura memiliki solidaritas, dan penghargaan yang tinggi terhadap tamu, dan itu merupakan budaya orang Madura. Jika ada orang yang tidak menyambut tamu dengan baik maka dia dianggap tidak sopan oleh orang lain, ada sangsi moral tersendiri.

Lalu bagai mana dengan carok, apakah carok itu budaya. Sepintas pandangan di atas bisa memberikan sebuah jawaban. Kemudian kita melangkah sedikit, memasuki detail carok itu sendiri. Memang carok merupakan bagian dari sekala yang ada di Madura. Orang Madura dengan letak geografis yang tandus, panas dan gersang, talah membentuk karakter tersendiri terhadap orang-orang Madura itu sendiri.

Dalam cerita rakyat (masyarakat) orang yang bercarok rata-rata mereka memperebutkan salah satu pasangan wanita (berselingkuh , atau mengganggu, mengusik rumah tangga orang. Dari situlah muncul sebuah tendensi carok, tendensi itu merukan sebuah pengejawantahan, atau pembelaan agar seorang laki-laki yang dihianati oleh istrinya disebut jentelmen/jantan (laki-laki) kemudian ia melakukan jalan penebusan dengan “carok” membunuh orang yang merusak rumahtangganya. Terjadinya carok terkadang karena dorongan famili, atau sekedar unjuk gigi dengan kelebihan (kekebalan tubuh) yang dimiliki. Contoh kasus sederhana yang terjadi pada salah seorang pelajar SMA Rudi, Dia memiliki pacar kemudian pacarnya selingkuh, dengan laki-laki lain. Pacar Rudi selingkuh dan diketahui teman-temannya, keudian temannya mengadu terhadap Rudi, disitulah terjadi pnghasutan dan sebagainya, pada endingnya Rudi bercarok dengan orang yang menyelingkuhi pacarnya.

Rudi melakukan carok karena dia didorong oleh teman-temannya. Karena dorogan dari temanya itulah inseden meregangan nyawa itu terjadi, akhirnya Rudi mendekan dalm penjara akibat perbuatannya. Rudi malakukan bercarok karena dia ingin dipandang sebagai seorang lalaki yang jentel/jantan. Carok dilakuakn berdasar keinginan dia sendiri, selingkuhan pacar Rudi tidak ada maksud untuk bercarok namun dia hanya ditekan oleh keadaan dimana Rudi membabi buta denngan parang yang ia pegang. Kejadian itu tidak diinginngan baik oleh lawan Rudi lebih orang lain, atau kedua orang tua mereka.

Sekalilagi carok bukanlah budaya sepeti asumsi orang, carok hanya sebagian dari kesalapahan/ presipsi. Dalam carok tidak ada unsur estitik dan etik. Carok hanya sebuah peristiwa yang muncul dari individu dan dikecam secara umum oleh masyarakat, masyarakat Madura khususnya. Seperti  disampaikan guru sewaktu SMA tidak ada istilah carok menjadi budaya Madura. Carok diklaim oleh orang sebagai budaya Madura lantaran kebetulan orang Madura ada yang bercercarok namun keberadaan itu bukanlah budaya.

Banyak hal yang bertentangan jika carok diklaim atau disebut sebagai budaya apa lagi budaya Madura. Karena orang Madura sendiri tidak mengenal ”menganggap” carok sebagai budaya, melainkan sebuah pristiwa biasa, yang tidak ada unsur budaya sedikit pun. Karena carok bertentang dengan adat dan kepercayaan orang Madura. Selain itu carok bertentangan dengan prundang-undangan yang berlaku di negara kita indonesia.

Tidak ada komentar: