"Orang boleh pandai setinggi langit tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah. menulis adalah bekerja untuk keabadian" (Pramoedya Ananta Toer)

Kamis, 17 Februari 2011

Berebut Tempat Ibadah


Jika di luar negeri Israil dan Palestina terjadi ketegangan karena memperebutkan ‘tempat suci/tempat ibadah’ lahan. Maka di dalam negeri pun, ketengangan semacam itu bisa kita jumpai. Pertikaian atau perebutan tempat ibadah juga terjadi di Indonesia, Cuma dalam konteks yang beda. Kalau di luar negeri perebutan tempat dilakukan antara muslim dan non-muslim. Maka di dalam negeri antara muslim dengan muslim. Bagaimana hal itu terjadi. 

Sebenarnya terjadinya perebutan atau ketegangan ‘konflik’ tidak tidak lepas dari unsur kepentingan. Isra’I merebut lahan palestina, karena bebera faktor kepentingan, pertama untuk memperluas lahan kekuasaan. Kedua merebut sumber minyak. Ketiga pengklaiman terhadap tempat suci sebagai milik atau warisan nenek moyang mereka yang harus dijaga-dipertahanka. Konon di palestina ada sebuah menara, menara dikenal dengan sebutan menara perdamaian yang dipercaya oleh tiga agama besar islam, Kristen, dan ibramiah. Namun saya tidak hendak membahas persoalan ‘konflik’ palestin-isra’i.

Di Indonesia juga ada konflik lahan ‘pembangunan’ ibadah, itu terjadi di Pulau Madura, tepatnya di kabupaten sumenep di Dusun Paramaan. Seperti yang telah saya terangkan dalam tulisan-tulisan saya sebelumnya, kini Dusun Paramaan telah memiliki masjid sendiri bahkan dua masjid sekaligus. Bayangkan masyarakat yang dulunya sulit dan jarang mau dilibatkan dalam soal pembanguna masjid tiba-tiba kini memiliki dua masjid sekaligus. Tentu kita bertanya kenapa seperti itu, dan bagaimana alur cerita yang sesungguhnya hingga mengantarkan Dusun kecil ini mempunyai dua masjid sekaligus. 

Dusun Paramaan merupakan bagian dari Desa Gapura Barat, berada pada titik 2 km dari Kecamatan (Kecamatan Gapura) ke arah utara. Populasi masyarakat di Dusun ini di bawah 50 KK, dengan kepadatan masyarakat berkisar di bawah 300 orang. Mata pencaharian penduduk di Dusun ini, umumnya sebagai petani ‘kuli’ musiman. Sedang pertanian di Dusun Paramaan masih berkutat pada 80 % petani jagung, padi dan tembakau, sementara 20 % betani Lombok, bawang, mentimun dll. Ketika musim pengujan dating aktivitas masyarat cenderung padat, seperti menabur benih jagung. Sementara pada saat musim hujan mencapai puncak digunakan oleh masyarakat untuk persiapan tanam padi. Setelah musim hujan berganti kemaru maka masyakat pun mempersiapkan lahannya untuk menanam tembakau. 

Warga / masyarakat Dusun Paramaan dilihat dari konteks social, mereka memilki rasa tenggang yang sangat tinggi terhadap orang lain. Masyarakat di Dusun Paramaan umumnya ramah dan sangat menjujung etika. Maklum masyarakat Dusun ini dekat dengan pesantren, salaf Lambi Chapi (Sema).  Kultur pesantren sangat kental, terutama dalam hal etika antara orang yang muda kapada yang lebih tua. Sementara dalam konsep kepemimpinan masyakat Paramaan pempercayakan penuh kepada Kyai atau pemimpin pesantren.
Penanam kultur pesantren kapada masyarakat tidak lepas dari peran Al-marhum K.H Abdul Azis. Awalnya masyarakat Paramaan tidak tahu baca tulis arab, dan syarat solat. Kemudian K.H Abdul Azis memperkenalkan masyarakat pada satu forum. Lewat forum itu kemudian Ia memberikan pengajian ‘kuliah’ umum tentang tata cara solat bahkan memberi bimbingan bacaan solat yang benar sesuai dengan kaidah fiqih.
Ternyata forum yang dibentuk K.H Abdul Azis mengundang ketertarikan masyarakat, sehingga jama’ah forum semakin hari makin bertambah. 

Setelah jamaah forum yang dibentuk Al-marhum mencapai syarat mendirikan solat jum’at  40 orang, kemudian Ia mengajak masyarat untuk mendirikat solat jum’at. Terjanya ajakan itu direspon positif oleh jamaaf. Seiring perjalanan jamaah solat jumaat bertambah hari semakin banyak. Kemudian al-marhum mengajak masyarakat untuk membuat tempat solat jumaat yang permanan, kerena sebelumnya tempat solat jumat hanya di halam rumah warga. Maka didirikanlah sebuah mosollah sederhana dekat pemakaman Bujuk lancing. Kerena al-marhum memliki keinginan yang besar, ia pun mengajak warga untuk membentuk masjid. 

Gagasan untuk membuat mesjid pun disambut antusias “musollah sederhana itu pun dicanangkan untuk diperbesar dijadikan masjid” , saat itu pun dibentuk pantia yang betugas menggalang dana. Namun dalam perjalanannya ternya tanah yang di tempat mosolla sedikit persoalkan oleh pemiliknya, padahal sebelumnya tanah itu diwakafkan. Saat itulah terjadi pertikaian tempat solat jumat. Kemudian solat jumaat pun di pindah ke barat laut dari tempat semula. Di tempat baru inilah solat jummat berjalan untuk beberapa tahun. Kemudian di tempat yang baru ini pun akanberencana direnovasi-masjid, namun rencana itu tidak mendapat respon masyakat karena masyarakat beranggapan tempat itu tidak strategis “ditngengah-tengah”, inilah puncak pertikaian yang berakhir pada pecahnya jamaah solat jumat.

Secara sosio hidrografis masyarakat Dusun Paramaan memiliki keterikatan sikologis kepemimpinan pada Lambhi Cabpi. Meskipun ada pemindahan solat jumat waktu masih ada al-marhum tetam dalam satu komando imam, yaitu K.H. Abdal Azis, namun setelah wafatnya beliau karakteristik kepemimpinan mengalami sedikit gesekan. Meskipun terjadi kubu-kubuan mereka semua mengaku menjalankan amanat Al-marhum ‘menghidupkan solat jumaat’.

Tidak ada komentar: